1 Negeri Kahyangan

Kehidupan damai, tenteram layaknya idaman dalam setiap kahyangan. Langit membiru, angin bersemilir, riak-riak awan tersenyum silih berganti, matahari bersinar tanpa diminta ia kan selalu ada bagi setiap pandawa, kurawa, rama dan shinta.

Debaran hati setiap penghuni negeri merah merona, hingga kala tatapan Sengkuni tetiba menelisik jauh dari kata brisik. Mencuri dengar dari bisikan setan, menghamburkan ruang-ruang hati bernama Su'.

Su', berarti buruk. Sungguh ini sudah cukup menggantikan perwatakan dari Sengkuni bernama Su' yang mampu mengubah rupa layaknya bunglon. Ia mampu bersandiwara dalam rupa varia, ia pun mampu berganti wajah dalam rupa Brahmana.

Hati yang penuh dengan pikiran licik, busuk dan dan berupaya membungkus setiap laku jahat dengan rupa selimut wool yang menghangatkan setiap jiwa dan decak kagum para kurawa. Selalu mencoba tampil menawan tebar pesona agar ia tertambat dalam dada tiap kurawa.

Trigantalpati namanya, ia sangat istimewa sangat pandai bicara dan banyak akal, toto kromonya sangat luar biasa ia junjung setinggi langit diangkasa. Watak kerasnya mampu ia tutupi dengan menjunjung Arya Suman, tokoh lemah lembut, tepo sliro.

Trigantalpati sebentar-sebentar ia terlihat tenang, sebentar-sebentar tatap dan perangainya meradang. Sungguh topeng yang sempurna mampu bersilap rupa membohongi para kurawa.

Bongkahan-bongkahan kecil sedikit demi sedikit Trigantalpati kumpulkan, ia tak sepenuhnya tahu menahu mengapa Amekso begitu alergi mendengar negerinya yang ia tapaki begitu sejahtera di antara mereka-mereka yang membuncah bersuka cita.

Yang ia tau, mata hati dan pikirannya tak boleh lengah bagaimana caranya memecah gendang Triwekasan di dalam istana nun jauh disana. Jangankan memasuki gerbang istana mengusap relief relief pewayangan sepanjang pandangan matanyapun tak pernah ia jambangi, hanya sekedar dalam imajinasi yang ia dapati dari kumat kamit Amekso tiap petang di ujung bukit Surwedari ditemani angin dingin yang memaksa merangsek masuk dalam kelebatan kelambi dan getai rambut dirinya hingga tatap teduhnya berganti kecamuk penuh angkara murka yang memaksa mengikuti alur nafas yang Amekso perjuangkan merasuki dadanya.

***

avataravatar
Next chapter