webnovel

BAB 2

Pasukan Sultan Iskandar pulang membawa kemenangan. Berkat kehebatan Panglima Zubair tentunya. Lelaki itulah yang membuat para musuh berpikir kembali untuk menyerang Sultan Iskandar. Sebuah kerajaan di tahan sumatera yang baru beberapa tahun memeluk agama Islam dan sangat menerima perkembangan agama Islam.

"Aku sangat bangga padamu, Zubair!" ucap Sultan Iskandar yang berada di dalam kereta kuda. Sebuah senyuman tersungging dari kedua sudut bibirnya pada Panglima Zubair yang berada di atas kuda.

"Setelah kita sampai di istana, kita harus merayakan kemenangan kita, Zubair," ucap Sultan Iskandar mengakhiri kalimatnya dengan tawa kemenangan.

Panglima Zubair membalas ucapan Sultan Iskandar dengan sebuah senyuman. "Tentu saja, Sultan!' ucap Panglima Zubair kemudian.

Hampir satu bulan para rombongan meninggalkan istana Sultan Iskandar. Namun, suatu hal yang buruk sudah terjadi. Istana yang dibangun megah itu porah poranda. Beberapa penduduk yang tinggal di sekitar istana pun tiba-tiba menghilangkan dan ada sebagian mati terbunuh.

Rahang Panglima Zubair menegang saat memasuki kampung kecil yang sudah tidak berpenghuni di sekitar istana. Para rombongan mempercepat laju kereta dan kuda yang mereka kendarai agar cepat sampai di istana. Saat firasat buruk memenuhi benak mereka.

Mayat pengawal yang berjaga di depan gerbang istana menjadi pertanda buruk. Baik Panglima Zubair ataupun Sultan Iskandar nampak terkejut. Terutama Panglima Zubair yang memegang tugas menjaga Sultan Iskandar dan juga istana.

Panglima Zubair turun dari atas kuda dan mempercepat langkah kakinya masuk ke dalam istana. Diikuti oleh para prajurit yang masih selamat dari pertempuran.

Langkah Panglima Zubair tertuju pada pondok istana yang ditinggali oleh Ratu Salma. Ia tidak memperdulikan mayat-mayat yang bergelimpangan di sepanjang ia menuju pondok yang terletak di sisi kiri kerajaan.

Pintu kamar Ratu Salma terkunci dari dalam. Panglima Zubair berdecak kesal Karena tidak dapat membukanya. Lelaki itu kemudian memutuskan untuk mendobraknya bersama beberapa prajurit yang mengikutinya.

Bruak!

Pintu besar itu terlepas dari kusennya. Wajah merah menyala dengan rahang mengeras muncul dari balik pintu.

"Ratu Salma! Mayang!" Panglima menyapu pandangan ke sekeliling ruangan yang sudah berantakan. Semua barang-barang yang berada di dalam kamar Ratu Salma berserakan di atas lantai.

"Zubair, bagaimana?" sergah Sultan Iskandar yang baru datang dengan nafas tersengal. Sorot matanya menyapu ke seluruh isi di dalam kamar Ratu Salma.

Panglima Zubair menggeleng, wajahnya merah menyala dengan dada yang bergemuruh. Tidak ada siapapun di dalam kamar itu.

"Sepertinya ini adalah jebakan para pemberontak itu, Sultan!" tegas Zubair tanpa menoleh sedikitpun pada Sultan Iskandar yang berdiri di belakang punggungnya.

Sesaat Sultan Iskandar yang terlihat cemas itu menghela nafas panjang.

"Ratu Salma!" guman Sultan Iskandar dengan nada yang sangat pelan.

"Mereka sengaja' menyerang kawasan perbatasan agar bisa menghancurkan istana. Dasar biad*b!" hardik Panglima Zubair. Kedua tangannya mengepal dengan rahang mengeras.

"Sultan Iskandar, Sultan Iskandar!" Seorang pengawal lari tergopoh-gopoh menghampiri Sultan Iskandar.

"Laporan Sultan, penyusup itu juga mengambil semua harta kerjaan, Sultan!" ucap lelaki bertubuh kecil itu pada Sultan Iskandar.

"Bedeb*h!" Lelaki yang sudah tidak lagi muda itu mengertakkan rahangnya, Panglima Zubair nampak marah besar.

"Kita harus datangi para pemberontak itu sekarang!" titah Sultan Iskandar marah.

"Mayang! Anakku!" lirih Panglima Zubair yang tidak tenang. Mengingat jika Mayang sedang dalam keadaan hamil muda.

"To ... Tolong!" Suara rintihan yang terdengar menghentikan langkah Sultan Iskandar dan Panglima Zubair yang berjalan menuju pintu keluar dari dalam kamar Ratu Salma.

Bergegas Panglima Zubair mencari sumber suara rintihan itu berasal.

"Tolong ...!"

"Panglima, sepertinya dari belakang lemari besar itu, Panglima!" sergah seorang pengawal yang mengacungkan jari telunjuknya ke arah lemari besar yang berada di dalam kamar Ratu Salma.

Panglima Zubair dan beberapa orang bergegas mengeser lemari besi milik Ratu Salma.

"Cik Sifa!"

Tubuh wanita yang tidak lagi muda itu terjatuh saat lemari besi itu digeser. Sepertinya para penyusup sengaja menghimpit tubuh Cik Sifa di balik lemari hingga sekarat.

"Istriku!" Seorang lelaki berhambur menghampiri Cik Sifa yang sedang sekarat.

"Apa yang sudah terjadi padamu, istriku?" Lelaki itu terisak seraya memangku kepala Cik Sifa yang dipenuhi luka dan darah segar.

Panglima Zubair beringsut mendekati Cik Sifa. Karena hanya wanita itulah satu-satunya saksi yang masih hidup.

"Cik Sifa, katakanlah siapa yang melakukan ini?" sergah Panglima Zubair dengan nada memburu.

"Di-dia adalah!"

"Istriku!" Lelaki itu menjatuhkan tubuhnya memeluk Cik Sifa yang sudah tidak bernyawa lagi. Sementara Panglima Zubair hanya mampu menunduk lesu. Kini harapannya untuk mengetahui siapa penyusup itu harus gagal.

****

Sultan Iskandar sangat terpukul. Perjuangannya menyebarkan agama Islam dan mempertahankan kerajaannya tidak semudah yang ia pikirkan.

Panglima Zubair memutuskan untuk mendatangi pemberontak itu sendiri bersama beberapa pengawal pilihan Sultan Iskandar. Sementara lelaki itu masih begitu syok dengan kejadian yang menimpanya.

"Panglima, makanlah dulu!" titah seorang prajurit pada lelaki yang terduduk pada akar pohon besar.

"Kalian makanlah, kita harus segera melanjutkan perjalanan," tolak Panglima Zubair. Ia menyodorkan kembali perbekalan yang prajurit itu berikan kepadanya.

'Ya Allah, lindungilah istri dan anakku di manapun mereka berada.'

Panglima Zubair menyadari. Semua yang terjadi tidak lebih karena dirinya yang tidak terkalahkan oleh musuh. Namun hal itu justru berakibat buruk pada orang-orang yang ia sayangi.

***

"Panglima Zubair!" seru seorang lelaki bertubuh besar yang melihat kehadiran Panglima Zubair di markasnya.

"Apa yang membuat Panglima terkuat seperti anda datang ke markas kami?"

Lelaki bertubuh tegap itu menarik kedua sudut bibirnya tersenyum sinis. "Apakah Panglima mau menerima tawaran kami?" tanyanya diikuti tawa oleh beberapa lelaki yang berdiri di belakang punggung pria besar itu.

"Cepat katakan, di mana kalian menyembunyikan Ratu Salma dan Mayang, istriku!" desis Panglima Zubair menggertakan rahangnya.

Lelaki bertubuh besar itu sesaat terlihat berpikir, kemudian tertawa kemenangan. "Aku akan mengatakan kepada anda, asalkan anda mau bergabung dengan kami!" cetus lelaki itu.

Urat pada wajah Panglima Zubair semakin menonjol. "Jangan bermimpi kamu, pecundang!" hardik Panglima Zubair menarikan pedang yang berada di pinggangnya.

Perkelahian tidak dapat dielakkan antar Panglima Zubair dan para pemberontak. Lelaki bertubuh tegap dengan paras tampan itu menyerang lelaki besar itu dengan membabi buta. Begitu juga dengan para prajurit yang mengikuti panglima Zubair. Mereka membantu Panglima Zubair melawan para pemberontak.

"Cepat katakan! Dimana kamu menyembunyikan Ratu Salma dan Mayang?" Panglima Zubair mendekatkan pedangnya pada leher lelaki besar yang mengatakan bahwa Ratu Salma dan Mayang berada dalam cengkramannya.

"Ampun Panglima! Ampun!" lirih lelaki dengan nafas pendek itu ketakutan. "Aku hanya berbohong, Panglima!" ucapnya lagi.

Gigi Panglima Zubair saling mengadu dengan rahang mengeras. Ia menarik pedangnya kemudian mengoreskan perlahan pada leher lelaki itu hingga mengalirkan darah segar.

"Ampun Panglima, kami benar-benar tidak tahu!" lirih lelaki itu terbata menahan kesakitan.

Panglima Zubair memalingkan wajahnya dari lelaki yang berada dalam cengkramannya. Kemudian menebaskan pedang panjangnya pada leher lelaki itu.

"Krek!"

"Argh!"

*****

Bersambung ...

Next chapter