19 Melumpuhkan Preman Sekolah

Ren dan Fei akhirnya pergi ke sekolah. Ini adalah pertama kali bagi Ren melihat yang namanya sekolah modern.

Dia semakin mantap melangkah sambil matanya mengedar ke sekeliling untuk mengenali bangunan beserta orang-orang di dekatnya. Ternyata bangunan era modern seperti ini. Cukup banyak berbeda dari bangunan di jaman dia yang lebih didominasi batu alam.

Tangan Ren mencengkeram mantap tali tas ransel yang dibelikan Pak Yan kemarin, ketika mendadak saja ada segerombolan siswa lelaki menghadang jalannya.

"Hah! Sepertinya ada muka baru, nih!" Seorang pemuda dengan tampang tak enak dilihat berseru disertai wajah mencemooh ke Ren.

Di sekitarnya, kawan-kawan yang bersama dia mulai tertawa meremehkan Ren sambil melirik ke Fei yang menundukkan kepala dalam-dalam karena takut. Mereka adalah gerombolan genk siswa yang ditakuti di sekolah ini.

"Yong, sepertinya kita punya mangsa baru, nih!" Salah satu dari mereka berseru girang.

Sementara itu, pemuda yang berdiri di sebelah Yong masih menatap tajam ke arah Ren seakan sedang mengukur pemuda di depannya. Harusnya dan biasanya, siswa yang bertemu mereka akan gemetar ketakutan ketika bertemu dengan genk ini. Tapi, kenapa Ren justru bersikap sangat tenang meski ada belasan orang yang merubunginya.

"Aku benci matamu, ingin kucongkel saja." Orang itu berbicara pada Ren dengan nada benci sekaligus merendahkan. Berani-beraninya Ren malah balas menatap tajam ke arah dia.

"Bos Zen, langsung sikat saja, Bos!" seru Yong dan anak buah lainnya yang merubungi Ren serta Fei.

"Memangnya yang punya mata hanya kau saja?" Ren membalas pemuda bernama Zen tanpa gentar sedikit pun. Padahal para siswa dan siswi lainnya mulai berkerumun, ingin menikmati adanya pertunjukan menyenangkan.

"Hei, lihat, si tampan itu rupanya punya nyali juga di depan Bos Zen!"

"Hihi … kalau aku jadi dia, aku pasti akan lekas berlutut meminta maaf sudah memprovokasi Bos Zen!"

"Sayang sekali, tampan tapi bodoh. Apa dia tak tahu kekuatan Bos Zen?"

"Sepertinya akan ada tontonan asyik, nih! Siapkan popcorn, hoi!"

"Aku bertaruh anak baru itu akan terkencing-kencing dalam 5 menit diurus Bos Zen."

"Lima menit? Terlalu lama! Cukup 2 menit!"

"Duh, apakah nanti wajah tampannya masih akan selamat setelah ini? Bos Zen, tolong jangan terlalu keras ke wajahnya!"

Sudah banyak siswa dan siswi berteriak menyaksikan adegan di halaman tengah sekolah mereka. Di mata mereka, Ren sudah mati. Dia terlalu berani menantang siswa berjulukan Bos Zen yang sepertinya ketua dari genk tersebut.

"Bos! Biar aku saja, kau tak perlu mengotori tanganmu!" Yong maju ke depan menjulurkan tinjunya yang kuat ke arah Ren. Orang-orang di sekitar mereka sudah mulai bersorak senang. Pemandangan semacam ini tidak asing di mata mereka, anak-anak nakal itu.

Tinju Yong termasuk yang ditakuti siswa sekolah ini. Itulah kenapa Yong didapuk sebagai wakil ketua genk. Saat ini, semua siswa dan siswi mulai menahan napas siap menyaksikan Ren rubuh.

Namun, alangkah herannya mereka ketika tinju kuat Yong malah ditangkap oleh satu tangan Ren, membuat Yong melongo. Ketika tinju berikutnya hendak dilayangkan, Ren tidak lagi berbaik hati hanya memegangi tinju sebelumnya, tapi dia juga memelintir pergelangan tangan Yong.

"Aarrghh! Sakit! Sakiitttt!" teriak Yong saat pergelangan tangan kanannya dipelintir begitu mudah oleh Ren. Ia lekas menarik mundur tangannya menjauh dari Ren dan mulai mengaduh dengan sungguh-sungguh, bahkan dia kini sudah menangis saking sakitnya. Patah pergelangan tangan, mana mungkin tidak sakit?

Melihat wakilnya mendapatkan serangan brutal dari satu gerakan Ren, mana mungkin Zen diam begitu saja. Menggerakkan bahunya sehingga jaket kebanggaannya jatuh ke tanah, itu menandakan dia siap menyerang.

Zen langsung bergerak cepat menggunakan kakinya, dia segera melakukan tendangan berputar yang kuat. Tendangan itu adalah ciri khas darinya dan sangat ditakuti banyak lawan-lawannya sejak dulu.

Namun, sama seperti ketika menghadapi Yong, tendangan berputar sekuat itu hanya ditanggapi gerakan santai dari tangan Ren. Dia hanya cukup menaikkan tangannya sehingga tendangan tadi diblokir oleh tangannya.

Anehnya, Ren seperti tidak merasakan sakit apapun ketika tendangan itu bertabrakan dengan tulang tangannya. Jika itu orang lain, pasti sudah meringis, minimal. Tapi, Ren sama sekali tidak menunjukkan ekspresi apapun selain datar dan dingin.

Zen bertanya-tanya, apakah pemuda di depannya ini robot android seperti di film Terminator? Sungguh kuat dan tanpa ekspresi. Tetapi, dia masih belum puas dan ingin menjajal kekuatan Ren sejauh mana.

Kali ini Zen melakukan tendangan berputar kuatnya beberapa kali secara beruntun. Tapi, lagi-lagi Ren hanya menepis bagai sedang menepis nyamuk saja. Ini sungguh membuat frustrasi Zen. Reputasinya sebagai orang terkuat di wilayah ini bisa anjlok kalau begini.

Ketika tendangan berputar berikutnya dia lakukan dengan kekuatan paling besar yang dia punyai, Ren masih bisa bersikap tenang, namun kali ini Ren tidak menepisnya, melainkan mencekal betis Zen yang diarahkan kuat-kuat ke arahnya.

Betapa kagetnya Zen ketika melihat tendangannya malah ditangkap semudah itu oleh lawannya.

"Kau suka menendang? Kau suka menggunakan kakimu, yah! Sepertinya kakimu lelah, bagaimana kalau istirahatkan dulu beberapa saat?" Usai Ren mengucapkan itu, hanya dengan gerakan meremas santai, terdengar bunyi 'krek' dan dilanjut dengan raungan kesakitan dari mulut Zen.

Ren mematahkan tulang kering Zen tanpa basa-basi lagi. Segera saja Zen berteriak-teriak karena merasakan sakit hebat di kakinya. Anak buahnya segera menangkap tubuh limbung Zen dan menopang ketua mereka.

"Apa masih ada lagi yang ingin kupatahkan tulangnya?" Ren menatap satu demi satu anak buah Zen yang mengelilinginya.

Hiss … seketika hening. Banyak siswa dan siswi menghirup udara dingin ketika menyaksikan semua adegan tadi, dari Yong hingga Zen, semuanya dilumpuhkan oleh Ren, dan itu benar-benar definisi sebenarnya dari dilumpuhkan!

"Apa-apaan ini? Ada apa ini?" seru seorang guru sambil memecah kerumunan yang mengerubungi Ren. Ketika guru itu sudah tiba di tengah kerumunan, dia melihat Yong dan Zen sudah berteriak kesakitan memegangi bagian tubuh mereka yang patah. "Apa yang terjadi dengan Yongki dan Arzenal?"

"P-Pak Darwis! Dia … dia berbuat jahat! Dia … dia melukai Yong dan Zen!" Salah satu anak buah Zen berteriak sambil menunjuk ke Ren.

"Mereka yang terlebih dahulu bergerak menyerang saya, Pak." Ren menjawab dengan tenang. "Kalau saya tidak membalas, mungkin sekarang saya yang terkapar seperti mereka saat ini. Saya membela diri."

Hsss … banyak siswa dan siswi di sekitar merasa bulu kuduk mereka meremang. Ren terlalu pandai membantah, apalagi dengan wajah setenang itu di depan guru paling galak di sekolah ini.

Entah apa yang akan dilakukan guru paling galak dan paling ditakuti di sekolah ini pada Ren.

avataravatar
Next chapter