1 Satu

"Aku lari dari perjodohan yang dirancang Ayahku agar bisa ke sini, bertemu Ryuu, ijinkan aku tetap di sisinya."

"Kami saling mencintai,Kek."

Alika menatapku dalam, ku gengam erat pergelangan tangannya, hangat. Detak jantungnya normal. Kini giliran tanganku yang berubah dingin.

"Kamu takut?"bisiknya pelan.

"Ah mana mungkin aku takut." Aku terkekeh garing.

Kenapa gadis ini bisa begitu tenang, padahal dia baru saja melakukan kebohongan gila. Kami baru saja bertemu beberapa kali, dan sekarang aku bilang kalau kami saling cinta?

Kadang, kebohongan itu mungkin saja bermanfaat suatu saat nanti.

.

Pertemuan pertama kami, saat aku mengunjungi keponakan cantikku Kinan. Saat itu, ulang tahun Kinan yang ke 4.

Kereta api yang ku tumpangi berhenti di stasiun Bandung. Aku berjalan memasuki pelataran rumah besar Airin, istri dari Yuu kakak tertuaku.

Rumah besar berlantai dua itu berdiri kokoh di atas sebuah bukit. Pemandangan indah terpampang jelas dari atas sana. Jajaran pohon pinus menghiasi kiri kanan jalan.

Gemerisik daun, ilalang merah yang bergoyang perlahan. Udara dingin menyeruak pelan di langit biru yang begitu indah.

Aku memasuki pelatan rumah itu. Kinan segera menyambutku. Dia berlari dan langsung berhambur ke arahku.

Gadis cantik berkuncir dua. Manik matanya begitu indah. Kulitnya putih bersih, bibir mungilnya begitu mengemaskan.

"Papa Ryuu.."

"Hay sayang... selamat ulang tahun."

Ku kecup pipi bulatnya.

"Hey kamu jangan sembarangan cium-cium. Cuci dulu tangan dan wajahmu. Ganti baju dulu." Teriak seseorang.

Aku menyisir rumah besar itu. Seorang gadis muncul dari balik pintu. Sambil menyerahkan handuk dan sabun.

Dia memintaku mandi?

"Ah kakak, ini Papa Ryu... papa aku."

"Tapi, Kinan... dia baru dari luar. Di luar itu kotor."

"Iiih ,Mamaa!!" Kinan berteriak mencari Mamanya.

Aku segera menuju kamarku di lantai atas.

"Eh mau ke mana?"

"Terserah aku dong!"

Gadis itu menarik lengan bajuku. "Tunggu! Kamu nggak boleh seenaknya masuk-masuk ke rumah orang."

Aku mendengus kesal, cuaca hari ini sangat luar biasa inďahnya. Kenapa aku harus ketemu gadis menyebalkan seperti dia?

"Hay Ryuu baru sampai?" Airin turun dari lantai atas, tampak seksi dengan dress merahnya.

"Iyah,Kak Airin."

"Ah kamu ini."

Dia Airin, teman sekolah sekaligus kakak iparku. My bestie dan juga kakak iparku. Entah harus berapa kali aku menyakininya, kalau dia itu kakak iparku.

"Siapa gadis itu?"

"Oh itu Alika, baby sitter baru Kinan. Kenapa?"

"Dia terlihat sangat kumal."

Airin terkekeh mendengarnya, geligi putihnya menyembul begitu indah. Senyuman yang aku rindukan sejak lama.

.

.

Ku tatap hutan pinus di belakang rumah. Sambil menyeduh kopi buatan Alika. Cukup mengejutkan saat kopi ini tiba-tiba sudah ada di meja kamarku.

Dan rasanya tepat seperti yang selalu di buatkan Mama. Aku besar di kota indah ini.

[Ryooo... aku kangen. Kamu kenapa sih nggak ngajakin aku ke sana?? Aku pergi sekarang yah?]

Sebuah pesan dan Hana masuk ke gawaiku.

[Ryooo]

Lagi, pesan darinya.

[Jawab]

[Aku]

[Dong!!???]

Hah... wanita.

[Tidak usah, tunggu aku kembali saja.]

Aku lempar gawaiku ke atas sofa. Rasanya, penatku semalaman ada di kereta bertambah dengan pesan dari Hana. Ku rebahkan pungungku yang kaku di atas tempat tidur.

Kamar ini tidak berubah. Masih sama setiap aku pulang selalu sama.

Tok..

Tok..

Baru saja aku merasa akan jatuh terlelap, seseorang mengetuk pintu kamarku kuat.

Aaaaargh!!!

Klek!

"Hey!!! Jangan di buka!!!"

"Aku tau kok, kamu kalau tidur gak pake apa-apa."

Dasar kakak sialan!

"Jangan asal masuk,Dong!"

"Ah berisik! Begitu dengar kamu pulang, aku langsung ke rumah. Gimana? Kali ini kamu beneran pulang?"

"Apaan sih?"

Ku pakai t-shirt ku dengan malas.

"Papa butuh kamu, pulanglah."

"Nggak ah."

"Sudahlah, pulanglah. Aku yakin Kakek juga setuju kamu pulang."

Mataku tertuju pada seseorang yang tengah sibuk mengelap semua bagian ayunan di taman.

"Oh Alika."

"Kamu membiarkan gadis secantik dia tinggal di sini? Emangnya Airin tidak cemburu?"

"Tenang saja, dia itu batu."

"Batu?"

"Hm... ah tidurlah, nanti siang turun yah? Papa Mama akan datang."

..

.

..

Halaman samping sudah rapi, sebuah tenda kecil dengan dekorasi cantik ada di tengah halaman. Kue-kue cantik juga terhidang di sisi halaman.

Bunga-bungaan cantik tertata apik. Aku ambil segelas minuman. Tak ku temukan gadis bernama Alika itu.

Tamu undangan sudah datang satu demi satu. Mereka berkumpul di halaman. Anak-anak kecil berpakaian rapi dan cantik.

Alika datang dengan sebuah nampan besar di tangannya. Kue maccaron warna warni tersusun rapi.

Aku tertarik pada sarung tangan plastik yang di pakai Alika.

Ah yang benar saja!

Gadis itu melirik ke arahku sekilas. Tatapannya datar, wajahnya tanpa ekspresi.

Selesai menata kue dan makanan lainnya, Alika pergi. Aku larut dalam pesta ulang tahun Kinan. Banyak saudara yang datang, tak terkecuali Papa dan Mama.

Wajah Mama sangat cantik sekali, dia mengucek rambut di kepalaku saat bertemu denganku. Kami duduk di sofa ruang tengah, aku rebahkan kepalaku di pangkuan Mama.

"Kamu ini, masih ajah manja."

"Kan Ryuu jarang pulang,Ma."

"Papa butuh kamu di rumah sakit,Ryuu datanglah ke sana."

"Ma... dulu, kenapa mau nikah ama Papa?"

Raut wajah Mama berubah, dia seperti menahan tawa.

"Panjang kalau diceritain sayang. Kadang, mencintai orang yang menikah denganmu itu pilihan yang tidak buruk."

"Memang, apa yang membuat Mama cinta ama Papa?"

"Dia mirip kamu, keras kepala, tapi kalau udah kumat manjanya duh... seakan dunia dan isinya tak nyata."

Papa datang, tatapan matanya tajam.

"Kamu ini, pergi tanpa pamit lagi ke kakek?"

"Oh, iyah Àku lupa."

"Kenapa Hana tidak kamu bawa sekalian?"

"Oh, Ryu pikir dia sibuk, jadi aku tak memberi tahu akan pergi ke sini."

"Dasar anak *akal."

"Sudah, Pa. Kamu mau aku bikinin minuman gak?"

Alika datang dengan sebuah nampan berisi tea cup.

"Espresso, matcha, cappuccino, teh hijau."

Dia meletakkan masing-masing tea cup itu di depan kami. Sesuai dengan kebiasaan masing-masing. 

"Duh Makasih Alika. Kamu ini, tau ajah."

"Ini tuan."

Sepiring camilan ada di depan kami.

.

Aku melihatnya dari kejauhan, tangannya sigap memasak.

"Dari tadi kamu liatin Alika terus, awas nanti kamu jatuh cinta loh."Airin menyikut siku, dia duduk di sampingku dengan sangat angun.

"Ah... nggak."

"Dia lucu kan, manis, imut, cantik. Pinter masak, pinter beberes. Calon istri yang perfect.  Tapi, dia itu kadang suka anti sama orang baru."

"Kamu sepertinya mengenalnya dengan baik Airin?"

"Makan malam sudah saya siapkan,Tuan." Syara Alika terdengar pelan. Membubarkan obrolan kami.

"Ah Alika, makan bareng kami malam ini yah?"

"Tidak, terima kasih. "

"Ayolah, hari ini kan ulang tahun  Kinan."

Alika hanya bergeleng. Dia berdiri mematung di dekat meja makan. Sementara yang lain menyantap hidangan buatannya.

"Alika, duduklah bergabung dengan kami."

"Tidak, tuan. Silahkan nikmati makanan kalian."

Dia diam menatap lurus ke depan.

Kursi di sebelahku kosong. Aku raih cairan disinfectant di laci dapur dan mulai menyemprot kursi itu. Lalu, ku letakkan sebuah saputangan di atasnya dan ku tarik tangan Alika dan mendudukkannya di sana.

Dia menatapku heran.

"Makanlah. Ini perintah!"

Semua menatap ke arahku.

avataravatar
Next chapter