webnovel

prologue.

..

Rega memarkirkan motor besarnya tidak jauh dari koridor kelas dua belas. Sedikit mengacak rambutnya yang berantakan, cowok itu melangkah gontai meninggalkan halaman parkiran yang lumayan padat. Ini hari selasa, dua hari setelah dia libur karena alasan yang sama.

"Ga?"

Rega menoleh spontan mencari sumber suara yang menyebut potongan namanya. Disana, beberapa meter dari posisinya sekarang berdiri ada Tio yang melambai heboh sambil menerebos kerumunan manusia-manusia nyaris telat lainnya. Rega masa bodoh, mengembalikan posisi kepalanya menjadi ke depan dan menunggu Tio untuk merangkul bahunya autis. Dia menunduk, mengeluarkan Iphone hitamnya dari dalam saku celana kemudian melihatnya dengan tatapan sendu. Butuh sepersekian detik untuk meredamkan rasa kecewanya, menetralkan detak jantungnya dan mentertawakan jalan hidupnya.

Rega mendesah untuk kesekian kali. Dulu, saat dia terus menunggu untuk kembalinya seseorang, takdir membalik kehidupannya pada titik nol. Memaksanya menelan mentah-mentah rasa sakit lalu membiarkannya patah dan meninggalkannya dalam rasa bersalah. Rega sangat tau kalau harapan itu hanya omong kosong dan sejak hari itu Rega tidak ingin lagi meminta keajaiban apapun pada Tuhan. Dia hanya harus hidup, bernapas dan menghabiskan waktunya dengan cara yang berbeda.

..

"Mikirin apa?" Rian menarik salah satu dari tiga botol Aqwa berukuran sedang yang ada di samping Rega.

Malas menjawab, Rega ikut mengambil air mineral itu dan meneguknya dalam diam.

"Kalo ada masalah itu bilang." Sindir Rian terus terang. "Jangan di makan sendirian."

"Kenapa?" dengan rambut super berantakannya Gilang ikut bergabung di pinggir lapangan.

"Biasa." Jawab Rian seadanya.

Rega menarik sebelah bibirnya ke atas, terlalu yakin kalau Gilang sedang bergelut dengan otaknya yang tidak seberapa. "Tio mana?" tanya Rega memantik ujung rokoknya dengan korek gas milik Gilang.

Rian dan Gilang mengangkat bahu berbarengan sebelum kembali pada aktivitas masing-masing.

Rega tidak butuh jawaban apapun, dan keduanya tau dengan sangat jelas soal itu. Kebiasaannya tiap kali tersudutkan pada keingin tahuan. Membangun dinding kokoh yang tak pernah terjangkau oleh siapapun dan membuat semuanya jadi sia-sia.

Sore ini masih sama, masih dengan batangan tembakau di bibirnya, dengan rasa sesak dan rasa sakit yang tidak pernah akan berubah. Rega menikmati hidupnya yang sekarang. ini jauh lebih baik dari pada harus hidup dalam bayang-bayang masa lalu penuh penolakan.

..

20.10.20