2 Tidak Ada yang Baik-Baik Saja

"Ma, aku pulang"

Ucap seorang gadis bertubuh tinggi dengan kulit sawo matang serta rambut hitam ikal dan mata bulat yang dihiasi bulu mata yang tipis-lentik. Khas Asia sekali.

"Kamu kemana aja? Tumben baru pulang? " Tanya seorang wanita paruh baya.

"Hehe tadi abis ke toko buku sebentar, Ma. Nyari novel" jawabnya sambil menampilkan cengiran tak berdosanya.

"Besok-besok kabarin Mama dulu ya kalo engga pulang dulu ke rumah"

"Iya. Maafin aku ya, Ma"

"Iya-iya udah sana ganti baju"

Akhirnya gadis itu pun berlari menjuju kamarnya. Dia ingin cepat-cepat mandi. Rasanyaa hari ini sangat panas.

Anna POV

"Hhh anak ituuuu"

"Ma"

"Rey? Tumben udah pulang, semenjak kembali dari pertukaran pelajarnya dia selalu pulang malem" batinku.

"Rey? Sini dulu sayang. Mama kangen banget sama kamu"

Rey hanya menampilkan senyum tipisnya dan langsung memelukku erat.

Ada rasa lega di hatiku ketika dia memelukku. Entah kenapa, semenjak dia kembali dari pertukaran pelajar di Australia sikapnya berubah. Dia menjadi lebih dingin. Anakku itu memang dingin, tapi sewaktu kecil bahkan hingga sampai waktu itu dia begitu hangat pada keluarganya. Tidak pernah dia seperti ini sebelumnya. Tiba-tiba perasaan gelisah menyusup di hatiku.

Entahlah.

"Maa bengong aja. Nanti kesambet lhoo" entah sejak kapan Rain sudah berada di sampingku.

"Rain. Kamu ngagetin Mama aja. Mama engga bengong, cuma lagi agak pusing aja" alibiku.

"Yaampun, Maa. Kan udah aku bilang jangan sampe kecapean. Liat sekarang mama jadi begini. Mendingan mama istirahat deh. Biar Rain aja yang masak" ucap Rain panjang lebar padaku sambil menuntunkun masuk ke dalam kamar.

"Selamat istirahat, Maa"

"Makasih sayang"

Aku merebahkan tubuhku di atas kasur. Rasanya tubuhku begitu lemas. Lelah sekali. Aku ingin ber-istirahat saja rasanya. Tapi ini adalah tugasku. Menjadi seorang Ibu rumah tangga memang tidak mudah, tapi aku menikmatinya.

Aku berjalan ke lemari pakaian, mebuka nakas dan mengambil obat yang selalu aku minum jika sedang seperti ini.

"Pahit. Mending aku tidur, cape banget rasanya. Biar Rain aja yg masak, sekalian ngetes rasa masakannya" ucapku tersenyum kecil sambil menyelimuti diriku di atas ranjang.

Disisi lain, Rain memasak sambil memikirkan Mama-nya yang akhir-akhir ini kurang sehat. Ia tahu betul bagaimana mamanya.

Mungkin cuma perasaan gue aja. Batinnya.

"ABANGG. TURUN CEPETAANN BANTUIN GUE MASAK" teriaknya.

15 menit Rain melanjutkan memasaknya, namun abangnya tak kunjung turun juga.

Dasar abang durhaka.

Dengan berat hati gadis itu menaiki tangga dan langsung masuk ke kamar abangnya.

Yahh malah tidur. batinnya.

"Gak tega gue banguninnya" Kemudian Rain berlalu pergi dari sana setelah mengelus puncak kepala abangnya.

"Gue sayang lo, Bang" dan kemudian pintu itu tertutup.

Rain melanjutkan masakannya yang tadi sempat tertunda. Ia begitu cekatan karena dia selalu belajar memasak dengan mamanya sejak kecil. Mamanya yang terhebat menurutnya. Entahlah, dia bahkan tidak tau bagaimana hidupnya tanpa mamanya. Karena bagi Rain, Anna-Mamanya adalah hidupnya. Malaikatnya.

Jam makan malam tiba, semua anggota keluargaku ada di sana.

Mama selalu menerapkan tentang pentingnya kebersamaan bagi sebuah keluarga. Apapun, dimanapun, dan kapanpun. Jika ada diantara kami yang membutuhkan kami harus ada untuk membantu. Itulah gunanya keluarga, kata Mama.

Awalnya, Papa menolak keras karena Papa-ku adalah workacholic yang tidak bisa sedikit pun di ganggu pekerjaannya. Namun, apa daya Mama yang lebih keras kepala selalu memegang kendali. Tidak ada yang bisa membantah.

"Gimana tentang hari ini, double R? Apa kalian senang?" Mama memecah keheningan yang terjadi diantara kami.

"Yaaa gitu deh, Maa. Sama kaya hari-hari biasa" Kata Rain. Namun hanya di balas senyuman tipis oleh Mama.

"Kalo kamu gimana, Rey?" Mama beralih pada ku.

"Biasa aja" Jawabku seadanya.

"Mama gatau kenapa akhir-akhir ini semuanya berubah" kata Mama.

"Anna. Jangan. Mulai. Lagi" papa memperingatkan Mama. Namun mama hanya melengos tidak peduli. Mama terus berbicara.

"Aku hanya berpendapat, mas. Aku gak ngerti apapun saat ini. Semuanya begitu beda dan berubah. Semuanya. Entahlah"

Aku merasa sesuatu akan terjadi. lanjut Anna dalam hati.

"Tidak pernah ada yang baik-baik saja, An" ucap Papa seperti menahan amarahnya.

"Ya, tidak ada yang baik-baik saja. Dan aku menyesal". Ucap Mama semakin memelan.

Entahlah apa maksudnya, aku tidak peduli. Aku melanjutkan makan ku hingga selesai. Kemudian memilih untuk pamit ke kamar karena aku punya banyak tugas yang harus di selesaikan.

avataravatar
Next chapter