29 Terungkap

"Yar kita udah sampai?" Buma melihat sekeliling, menajamkan penglihatan akibat area yang begitu gelap.

"Hm, ini pistol lo. Jangan nembak kalau gak terdesak," peringat Yara

Mereka berjalan begitu pelan, melihat keadaan sekitar. Mereka sekarang berada di tengah hutan lebat.

"Gimana kalau Bang Bagas dan yang lain tau kalau Dito khianatin dia?" gumam Buma mulai memikirkan yang tidak-tidak.

"Ni orang ngapain di tengah hutan, dan apa maksudnya mau nyulik Cira?" gumam Yara

Yara dan Buma mulai memasuki ruangan demi ruangan. Hingga mereka melihat seseorang yang tengah ....

"Bum!" Yara menarik Buma agar bersembunyi. Tatapan mereka terkunci, sekilas mereka hanyut dalam tatapan masing-masing. Hingga seseorang mengembalikan fokus mereka.

"Kenapa kalian gagal!" bentak seorang gadis dengan 5 pria di hadapannya

"Maaf, dia dijaga Buma dan satu teman ceweknya," ujar salah seorang dari kelima pria itu

"Dia tau nama gue? Tapi ... kok gue juga gak asing sama suarany," batin Buma

"Gue gak peduli! Pokoknya gue mau Cira mati!!!" Gadis itu meremas rambutnya

☆☆☆☆☆

"Gue kayak kenal sama suara ini," gumam Yara yang masih samar masuk ke dalam pendengaran Buma

"Gue juga," ujar Buma

Penglihatan Yara kembali jatuh pada seorang pria di dekatnya ini.

"Gue gak peduli pokoknya gue mau Cira mati!"

Mata Yara dan Buma membulat ketika mendengar lontaran dari gadis itu. Yara menyiapkan pistolnya lalu mengode Buma agar mengikuti tehniknya.

"Lo atau Cira yang mati?! Nacaya Fanandra," ucap Yara begitu dinging dengan menekan nama gadis yang tak asing di matanya ini

"Gazah?" penglihatan Buma jatuh pada ketua gank Jizga itu. "dan lo? Kalian emang serasi. Sama-sama gak guna!" sambung Buma menatap mereka remeh

"Jizga? Wah! Pasti Abang gue seneng liat lo di sini. Seorang leader yang kabur entah ke mana dan membuat anak buahnya dipimpin seorang pengecut yang sama dengan dirinya!" Buma menatap Jizga remeh bergantian dengan Gaza.

Jizga mengetatkan rahang.

"Lo jangan sok deh, Bum. Lo juga pengecut! Sama kayak Bagas!" titah Gaza

"Stop! Kalian yang mau nganterin diri atau gue yang jeblosin?" tanya Yara yang masih menyembunyikan pistolnya.

"Lo? Mau kabur ke mana? Gue gak mau kasih liat siapa sebenarnya gue ke elo!" todong Yara pada Fanandra yang tak berkutik

"G-gue gak salah apa-apa," ungkap Fanandra berusaha seperti gadis lugu nan polos

"Eh! Lo kan yang suruh kita!" bentak pria lain

"Halah gak usah banyak bicara!" Gazah ingin melayangkan pukulan pada Buma. Namun segera Yara menembaknya. Gazah terjatuh, mereka mulai panik karena Gazah tertembak.

"Kenapa? Kaget?" Yara menyungging senyum

Dor!

Satu orang kembali tumbang

Dor!

Jizga dan Fanandra semakin panik

Dor!

"Kalian pengecut! Beraninya pakai pistol!"

Yara berhenti dan menengok ke arah Jizga. "Bukankah anda yang lebih pengecut? Lo kira gue gak tau?! Lo kan yang bikin sekolah hancur sama ni orang?!" Yara menendang Gazah yang telah tak berdaya

Jizga terdiam

"Jadi Jizga yang lakuin penyerangan lalu?" batin Buma

"Lo juga kan yang mau ngebunuh Cira?!"

Buma terdiam

"Lalu Zafa?" batin Buma lagi

"Asal lo tau yah!" tunjuk Yara pada Fanandra. "tanpa lo bayar mereka, dia! bakal bunuh Cira dengan sendirinya, tau gak?!" tekan Yara

Yara semakin mendekati Fanandra. Fanandra mundur perlahan hingga terhantuk ke dinding. Fanandra memejamkan matanya, keringat mulai membasahi wajah cantiknya.

Dor!

Bukan Fanandra. Namun Buma yang berhasil menembak Jizga hingga tak berdaya

"Gue tau lo cewek," ujar Yara begitu dingin, ia menatap Fanandra begitu intens. "gue juga cewek." Deru nafas Fanandra sangat jelas di telinga Yara. "bedanya gue masih punya hati, gak kayak hati lo yang busuk. Gue lepasin lo, gue tunggu kabar hilangnya lo sebagai murid di sekolah dan jangan pernah muncul di hadapan gue! Apalagi sampai ganggu Cira!!!" Dengan cepat Fanandra mengangguk. Yara benar-benar melepaskan Fanandra. Fanandra yang dilepaskan begitu saja, lantas dengan cepat melarikan diri dari mereka.

"Mereka mati?" tanya Buma menepuk bahu Yara dari belakang.

"Iya. Orang gak guna emang harus dimusnahin!" ungkap Yara begitu kejam. Serasa ia sedang menjadi iblis

"Tapi kenapa lo bebasin Fanandra?" tanya Buma tak begitu paham dengan jalan pikiran Yara

"Dia hanya cemburu, perasaannya masih terombang-ambing. Gue yakin dia bakal berubah. Sementara mereka memang ada niat jahat sama Cira dari dulu, lo sadar aja. Cira dalam bahaya karena kalian!" ujar Yara lalu melenggang pergi. Ia melihat sekilas mereka yang telah tumbang lalu benar-benar menghilang menyisakan Buma yang terdiam.

"Apa benar ini semua karena gue sama Abang-Abang?" gumam Buma.

Mendengar suara klakson dari mobil Yara, Buma pun bergegas menghampirinya.

☆☆☆☆☆

"Fanandra tadi pulangnya gimana yah? Ini kan udah malam, dan di tengah hutan lagi," tanya Buma di sela perjalanan pulang mereka

"Kalau dia masih punya otak pasti bisa pulang sendiri, dia ke tempat tadi naik apa? pasti bawa kendaraan kan?! Gadis selemah apapun pasti tersimpan bara api di dalam dirinya," ucap Yara

Tersenyum simpul menghadapi bijaknya seorang gadis yang berada di sampingnya ini. Buma diam-diam mulai menghayal.

"Eh gak! Tujuan gue kan cuma buat dia ngerasain masa remaja aja, dan selama ini gua gak pernah suka sama dia, hanya bohongan aja," monolog Buma spontan memukul kepalanya sendiri

"Kenapa lo?"

"Gak." Buma membuang pandangannya pada jalan raya yang membuat Yara menarik tipis lengkungan di wajah cantiknya.

"Eh tadi lo bilang apa? Jizga yang hampir nyelakai Cira?" tanya Buma kembali mengingat penjelasan Yara

"Yah, itu Jizga. Dia sekongkol dengan Dito. Gue tau mereka, gue hanya gak mau sombong aja," ujar Yara. Padahal nada bicaranya begitu sombong

"Lo kita gue dan yang lain gak tau kebusukan lo, Bang? Gue dan Kakak gue hanya mau manfaatin lo buat tugas kita lebih gampang aja," batin Yara tersenyum sinis

"Jadi karena itu lo dengan mudah melacak mereka?"

"Hm. Semua gak ada yang kebetulan, gue tau mereka masih tegaan untuk ngebunuh seseorang. Kalau mau mereka bisa saja dari dulu membunuh Cira bahkan kalian berempat," remeh Yara

"Kok gitu?!" Buma tak terima jika seolah-olah Yara melemahkan mereka.

Yara sekilas menatap Buma lalu kembali memperhatikan jalanan. "Mereka udah pernah main pistol kan? Tapi kalian megang pistol aja gak pernah."

Buma terdiam

"Bener kan?" Yara terkekeh ketika melihat wajah malu Buma.

"Siasat dulu, gue tau lo yang paling tenang diantara mereka bertiga." Buma sedikit merona malu saat Yara memujinya.

"Gue gak tau arah pikiran lo ke mana?"

"Maksud lo?"

"Ya, lo gak kayak sahabat lo. Lo itu lebih terbuka sama orang," jujur Buma

"Tapi ... lo kenapa mendem?"

Yara menatap Buma bingung

"Nanti gue cerita ke elo kenapa mereka gitu."

Buma mengangguk

avataravatar