9 Pindah sekolah

"Abang ko pakai seragam kayak, Cira sih?" tanya Cira setelah mendapati kakaknya telah berada di meja makan dan sedang memakan roti dengan lahap.

"Iya, tuh! masa Abang kamu pindah sekolah lagi, alasannya mau jagain kamu," kata Hebilla malas, selalu saja seperti ini. Bagas sangat pandai mencari alasan, ditambah Hebilla telah tau menau tentang semua yang diperbuat gank Bagas. Baik mereka menjerumuskan para guru ataupun berkelahi sampai membuat anak orang masuk rumah sakit, tidak sampai mati karna bakal panjang urusannya.

"Iya, orang Cira kemarin di gangguin, Abang gak terima dong kalau adik kesayangan Abang diganggu!" ujar Bagas menaik turunkan alisnya menggoda Cira.

"Halah, Abang tuh punya gbtan di sekolah Cira, makanya sampai pindah sekolah!" Cira memutar bola matanya malas. Bagas memang sayang padanya. Namun rasanya permintaan Bagas untuk pindah itu ambigu.

"Gak, mana ada gbtan!" ujar Bagas sedikit salah tingkah.

"Hayolo, Abang udah punya pacara yah! ntar Bunda sunat lagi mau!" kata Hebilla melotot pada Bagas.

"Eh, enggak. Cira tuh main tuduh Abang aja, 'kan kata pak ustadz fitnah lebih kejam dari pembunuhan," ujar Bagas menampilkan cengiran bodohnya tetapi ia sudah degdegan sendiri.

"Bo'ong tuh, Bun!" Cira semakin memojokkan Bagas. "masa yah, Bun. semalam Abang ke kamar Cira buat apa?" Cira tersenyum sinis pada Bagas. "buat nanyain gadis, Bun. Abang emang udah gak bener!" dalam hati Cira ia tertawa puas melihat tatapan Bagas yang

seolah meminta ia untuk tetap diam.

"Enggak, Bun!" elak Bagas menyilangkan tangannya di depan dada sembari menggeleng menetapkan bahwa ia memang tidak bersalah.

"Kalau ada juga gak papa," kata Hebilla santai sementara kadua anaknya menganga.

Bagas tersenyum puas menatap sang adik, sedangkan Cira melirik sinis Bagas.

"Tapi kalau sampai macam-macam Bunda bunuh kamu," ancam Hebilla menodongkan pisau yang ia pergunakan tadi untuk mengolesi selai ke kue.

"Ay ay kapten," seru Bagas.

"Cepetan, nanti Cira lambat gara-gara nunggu Abang yang pasti pikirannya udah ke mana- mana," kata Cira sinis.

"Kamu kenapa sih, Dek? pms?" tanya Hebilla. Memang biasa Cira semangat dan tak pernah begini pada Abangnya.

"Bener tuh kata Bunda, kamu kenapa sih, Dek? dari semalam judes mulu." Bagas Menaikan sebelah alisnya. Pasti Cira sedang ada masalah.

"Cira diputusin sama doi, yaudah cus berangkat," ujar Cira tiba-tiba menampilkan cengirannya.

"Loh, Cira udah pacaran?" tanya Hebilla.

"Iya, kabur!!!" kata Cira berlari meninggalkan Bagas dan Bunda Hebilla. Cira tak mau jika sekarang dia akan dijadikan santapan, masih sangat pagi untuk masuk ke dalam neraka.

"Dek!!! kamu gak boleh pacaran dulu!!!" teriak Hebilla sambil geleng kepala melihat tingkah anak bungsunya.

"Dek, kata pak ustadz gak boleh ngelangkahin Abang!!!" teriak Bagas, beginilah anak yang suka nonton ceramah walau agak dipelesetin dikit.

"Bang, kamu kejar sana adik kamu, mau berangkat naik apa dia," kata Hebilla. Bagas mengangguk lalu menyalami Hebilla.

"Abang pamit, bubay Bubun." Bagas melambai pada Hebilla yang di balas dengan anggukan singkat.

♧♧♧

"Dek!" panggil Bagas. Ternyata Cira masih menunggu di tembok dekat pagar dengan keadaan yang tengah bersender.

"Lama banget," kata Cira kembali judes.

"Lah?" Bagas sungguh tak percaya dengan jawaban sang adik.

"Cepetan, ntar Cira di hukum. Kalau sampai Cira kena hukuman, Cira kirimin santet buat Abang!" ancam Cira mempelototi Bagas. Bagas sedikit bergidik ngeri dengan tingkah laku adiknya yang berubah drastis dari ceria. Sepertinya diputuskan saat lagi sayang-sayangnya sangat berpengaruh untuk wanita.

"Naik!" kata Bagas. Cira langsung naik ke boncengan motor milik Bagas. Bagas hanya menaiki motor matic, ia bukanlah orang yang suka pamer, begitu juga dengan keempat sahabatnya. Dengan penampilan biasa, tidak terlalu membuat orang mengetahui mereka adalah gank Bara yang terkenal.

Ditengah perjalanan, Bagas kembali menanyakan soal Cira yang diputuskan oleh si doi.

"Kamu kenapa bisa diputisin?" tanya Bagas sedikit berteriak karena mereka sedang berada dijalan yang keributannya di atas rata-rata.

"Aku ditembak cowok lain," ujar Cira memelankan suaranya.

"Suaranya besarin, Abang gak dengar!" teriak Bagas.

"Aku ditembak cowok lain dan cowok aku liat, dia salah paham!!!" teriak Cira keras, bahkan sangat kerasa sampai pengendara lain melihat kearah mereka. Mereka sedang berhenti akibat lampu merah.

Bagas memukul Cira pelan. "Gak gitu juga, Dek!" kata Bagas.

"Bodoamat," Cira tak memperdulikan tatapan mereka semua, bahkan suara ibu- ibu yang mengatainya 'masih kecil sudah pacaran'.

"Cepetan, udah lampu hijau, keburu masuk!" kata Cira. Bagas langsung melajukan kendaraan karna 10 menit lagi bel masuk. Sekolah Bagas dan Cira memang agak jauh dari rumah, harus melewati sekiranya 2 lampu merah, untungnya mereka baru saja melewati lampu merah terakhir,h anya membutuhkan waktu 2-3 menit untuk sampai ke sekolah, jadi tidak akan terlambat.

♧♧♧

"Lama banget kalian!" kata Tara yang tengah duduk anteng sembari meminum minuman botol di parkiran. Mereka berempat memang telah sepakat untuk pindah sekolah, agar pengintaian lebih akurat.

"Kalian juga pindah? kenapa gak sekalian pindah rumah?!" sinis Cira.

"Ngapa dah, Dek. Pagi- pagi udah cemberut aja?" ujar Tara kembali meneguk minumannya hingga tandas.

"Kepo!" ucap Cira lalu pergi dari hadapan para Abangnya menuju kelas.

"Kenapa?" tanya Tara pada Bagas yang dibalas dengan indikan bahu.

"Bolos?" tanya Bagas, sebenarnya bukan pertanyaan tetapi lebih keajakan.

"Kuy!" seru Tara dan Wara semangat.

"Udah bilang ke kepala sekolah?" tanya Buma. Kepala sekolah yang sekarang adalah seorang ibu guru yang sangat sayang pada nereka berempat. Walau mereka nakal, guru itu akan selalu menasehati dengan baik dan bijak, kata-katanya mencerminkan seorang guru, makanya dijamin guru tersebut tak akan korupsi, gank Bara juga sangat menyayangi guru itu.

"Udah, aman. Lagian kepseknya ibu Dinda," kata Bagas menunjukan jari jempolnya.

"Yaudah, kuy. Bik jum aku datang!!!" seru Tara berlari menuju ke kantin

"Eh, Curut! tungguin gue!!!" teriak Wara ikut berlari mengejar Tara.

"Yaudah cepetan kadal plinplan!" Tara berhenti sebentar lalu saat melihat Wara hampir dekat dengannya ia berlari lagi.

"Dasar Curut! tungguin elah!" maki Wara.

Bagas dan Buma menggeleng melihat kelakuam adik dan abang mereka.

"Bang," panggil Buma. Kini ia beralih menatap Bagas.

"Hm," gumam Bagas ikut menatap Buma.

"Mereka lo pungut di mana?" tanya Buma menatap Bagas datar.

Bagas terkekeh, "Di jalan, kasihan gue liat mereka lagi ngemis," jawab Bagas asal.

"Pantas kelakuan kayak orang gila," kata Buma tajam.

"Abang lo itu," kata Bagas sambil terkekeh.

"Ade lo, Bang!" kata Buma. Kelakuan Tara dan Wara memang kadang membuat Buma terkekeh bahkan tertawa. Biasa hanya dia sendiri yang waras. Namun, kali ini Bagas nampaknya sedang tercas full alias sedang waras.

"Eh, Bang. Tadi Cira kenapa judes gitu? gue yakin lo pasti tau jawabannya," ujar Tara kembali mengingat perlakuan adiknya itu yang tak biasa.

"Dia habis diputusin," jawab Bagas enteng.

"Lah, udah pacaran aja dia. Lo kapan kawin, Bang?" Buma terkekeh tetapi agak kaget dengan penuturan Bagas.

"Gue sentil yah ginjal lo!" tajam Bagas. "Iya dia udah pacaran, tapi kita yang kena imbasnya!"

"Iya, tunjukin pacarnya biar gue hajar!" kata Buma sambil memukul angin seolah tengah menghajar orang.

"Tumben lo bisa bercanda, biasanya juga dingin kek batu es," sindir Bagas.

"Yaelah, virus Bang Tara lagi pindah ke gue," mereka berdua terbahak akibat candaan yang agak garing.

*TBC*

avataravatar
Next chapter