12 Pertemuan Anala dan Ayar

"Gimana, Kak? kok pertanyaan Cira gak dijawab?" ujar Cira menyadarkan yang lain

"Oh, iya! tadi kamu tanya apa?" Cira mendengus, rupanya mereka tak memperhatikan.

"Kalian kok bisa ketemu sih?" ucap Cira mengulangi pertanyaannya. Namun yang lain tetap diam.

"Aduh gimana yah ngejelasinnya," Yara menggaruk tengkut bingung.

"Jelasin aja, Cira tunggu," kata Cira, ia sangat berharap mereka mau menceritakan.

"Gue aja," Ujar Nala, kini semua memperhatikannya yang di balas dengan muka datar.

"Ok," ucap Yara.

Nala melihat ke Cira sesaat lalu ia menatap ketiga sahabatnya bergantian.

"Yara yang nemuin gue di tepi sungai, lalu gue dan Yara nemuin Nila di sungai, dia lagi nikmatin angin sore. Ketemu Runi saat lagi liat sunrise di atas pohon. Kita udah lama sahabatan, dari umur 5 tahun," jelas Nala. Cira agak kaget dan bingung. Ini terlalu singkat.

"Kok bisa?" tanya Cira masih tak puas

"Bisa," singkat Nala.

Yara yang melihat Cira yang tampak kebingungan pun memutuskan untuk menjelaskan lebih detail

"Waktu itu ...." Yara mulai mengulang memori yang telah lama di simpannya jauh di lubuk hati yang dalam.

Flashback on

"Sekarang aku harus ke mana? kenapa Ayah tinggalin aku, dan kenapa ibu lebih milih ikut ayah, sekarang harus ke mana?" Anak kecil yang hanya memakai kaos tipis yang di padukan dengan jaket pink berjalan tanpa arah sambil terus menangis.

Anak itu terus berjalan walau tak tau arah, sampai ia melihat sesuatu yang aneh.

"Itu apa?" Anak itu menghapus jejak air matanya, ia bengong sebentar dan memutuskan untuk memeriksa.

"Ya ampun, ini manusia." begitu syok saat mengetahui, bagaimana bisa sesosok anak kecil terdampar di tepi sungai dengan pakaian yang basah.

Anak itu membalikan tubuh sosok anak kecil yang terdampar agar bisa melihat lebih jelas wajahnya.

"Wah, dia sangat cantik." Anak itu memukul pipi anak kecil yang terdampar.

"Kok gak bangun yah?" gumamnya. "apa dia udah mati?"

"Hey bangun!!! jangan mati!!! jangan pergi seperti ayah dan ibu aku!!!" teriak anak itu, ia mulai gelisah.

"Eh, tapi kalau di film, dadanya ditekan," anak kacil yang masih berusia kurang dari 5 tahun ini pernah menonton siaran berita orang yang tenggelam di laut dan sama seperti yang dilihat sekarang.

Anak itu mencoba menekan dada gadis yang tengah terbaring tak sadarkan diri, ia terus memompa dengan tangan kecilnya dan tenaga yang tak seberapa.

Uhuk! uhuk!

Gadis itu memuntahkan semua air yang ada di dalam tubuhnya, ia menengok ke kanan kiri dan betapa terkejudnya dengan apa yang dilihat. Sesosok anak kecil yang sangat manis tengah tersenyum padanya. Senyum penuh arti, panik, senang, sedih, semua tergambar di lengkungan itu.

"Hai aku Ayar," kata anak yang telah menolong.

Gadis itu tak langsung menerima jabatan anak kecil itu, ia hanya melirik sekilas lalu menatap ke depan, memori bagaimana ia melihat di depan mata sang ayah yang membunuh sang ibu sangat menyayat hatinya.

"Aaa!!!" gadis itu berteriak, air matanya bercucuran. Anak berjaket pink dibuat bingung, mengapa gadis ini berteriak?

"Kamu kenapa tolongin aku?! aku mau mati saja!" bentak gadis itu pada anak yang telah menolongnya.

"Ak-aku gak tau, ma-maafin aku." Anak itu menunduk, air matanya menetes tak tertahan.

Gadis yang telah membentaknya menjadi tak enak. "Jangan nangis maafin aku, aku baru saja kehilangan orang tua," katanya.

"Aku juga, kita temenan yah?!" Anak itu tersenyum menghapus jejak air mata dan menodongkan kembali tangannya untuk berkenalan.

"Temenan. Oh iya, tadi nama kamu siapa?" tanya Gadis kecil pada sosok malaikat kecil yang telah menolongnya.

"Ayar," kata Anak kecil yang disebutkan namanya adalah Ayar.

"Namanya bagus, aku Anala." Kini gadis itu menerima dengan senang hati uluran tangan Yara, ia seperti memiliki harapan baru saat berteman dengan seorang Ayar si malaikat kecil penolong.

Flashback off

"Jadi gitu episod panjang pertemuan aku sama doi," kata Yara menunjuk Nala menggunakan dagu. Namun Yara tak memberi tau jika mereka telah kehilangan orang tua.

"Jadi Kakak tinggal di mana? selama ini Kakak kerja di mana buat hidup? Kakak masih kecil loh, aku bingung," ujar Cira menggaruk belakang kepala yang tak gatal.

"Oh, itu ...." ucapan Yara di salip oleh Nala.

"Udah sore, pulang! nanti cerita lagi," kata Nala. memang senja hampir menampakkan diri. Mereka telah berjam-jam di markas. Dan tak ada yang mencari.

"Cira pasti di cariin Abang." Batin Cira gelisah

"Lupa waktu kan, gue udah suruh salah satu murid buat ngehubungun Abang lo kalau lo ada di sini waktu lo pergi tadi.

Selepas kepergian Cira memang ada salah satu murid yang memberikan informasi kepada para Abang Cira, sebenarnya mereka menolak dan ingin memanggil Cira. Namun di tahan murid itu, katanya dia akan baik-baik saja.

Bagas memutuskan untuk percaya, lagian Cira sudah berjanji padanya bahwa akan menanyakan lebih jauh tentang gank padmarini.

"Kakak baik banget," ucap Cira.

"Jangan bilang gitu, nanti dia kepedean," ujar Nila terkekeh.

"Nanti dia melayang hingga langit ketujuh," timpal Runi.

"Hehehe," Cira terkekeh lucu. "mau ke rumah Cira gak? pasti Bunda suka dengan kedatangan kalian, mau yah?! mau yah?!" kata Cira yang kini lebih kepaksaan.

"Gak bisa sayang, Eh." Yara kaget saat Cira mengeluarkan puppy ayesnya.

Yara menengok ke Nala meminta jawaban, mata Cira kini membesar dengan mulut yang semakin di majukan.

"Gak!" putus Nala.

"Bunda baik kok," kata Cira semakin memohon.

"Bunda?" gumam Yara sangat kecil sehingga tak ada yang dapat mendengarnya.

"Kita ikut!!!" putus Yara yang tak mau dibantah siapapun termasuk Nala.

"Titik!" katanya memperjelas.

"Yey!!!" Cira berseru semangat.

"Ayok!" Cira menarik tangan Yara keluar markas. Sebelum itu Yara menengok ke arah Nala dan tersenyum licik mendapat kemenangan.

"Sahabat lo tuh!" Nila menepuk bahu Nala, Sedangkan Nala hanya memandang datar. Namun di hatinya penuh kegelisahan

"Otak dia licik banget." Runi terkekeh.

"Ayok!" ajak Nala lalu mereka pergi meninggalkan markas begitu saja, biar satpam yang akan mengurusnya.

♧♧♧

"Assalamu 'alaikum bunda!!!" teriak Cira penuh gairah, sangat semangat ingin menunjukan teman barunya.

"Ayok, Kak. Masuk aja," kata Cira menyuruh yang lain untuk memberanikan diri.

Yara dan yang lain menelisik rumah Cira, kagum dengan interior rumah Cira yang sangat megah.

"Duduk, Kak. Cira panggilin Bunda dulu, pasti Bunda udah masak yang enak, nanti Kakak makan di sini yah," ujar Cira. Sebelum mereka menjawab Cira telah hilang menyisahkan mereka berempat yang masih setia memandang area rumah Cira.

"Pasti dia bahagia," kata Yara tersenyum kecut.

"Lo ngapain iyain!" sentak Nala. "kan gue udah bilang gak!"

"Kita udah di sini, gak guna debat!" lerai Nila.

"Lawan, Nal! gue juga sama, udah 5 tahun gue gak rasain, Nal. Sakit!" Runi meremas dadanya, rasa menusuk itu kembali muncul.

"Kita semua sama, sakit tak berbekas karena masih tertancap dalam." Yara mengusap punggung Nala yang berada tepat di sampingnya.

"Tapi, di depan mata gue, kenapa? kenapa?" Nala merasakan matanya mulai memanas dan dadanya yang seperti ditusuk-tusuk.

"Wah, ada tamu," kata Hebilla datang dengan nampan yang berisikan jus, Cira telah memberi tau jika temannya akan datang. Namun ia pergi sebentar untuk mengganti pakaian sekolahnya. Entah mengapa para Abang tak ada di rumah, pasti sedang di markas.

Deg!

Mereka berempat membeku, suara seorang wanita paru baya yang sangat dirindukan walau wujudnya tak sama.

Sakit, ini sangat menyayat hati.

*TBC*

avataravatar
Next chapter