14 Permainan bodoh

"Eh, Bang. Duduk!" suruh Hebilla pada Bagas yang masih termenung.

"Bang?" panggilnya sekali lagi menatap heran sang anak.

"Eh, Iya kenapa Bun?" sadar Bagas. kembali melihat para sahabatnya. "kok mereka duduk di lantai?" lalu melirik ke arah gadis dan mengerjab bingung. "terus mereka kenapa di sini?" tanya Bagas beruntun.

"Mereka, Bunda hukum karena godain teman-teman Cira." Hebilla berkacak pinggang memelototi mereka yang sedang menunduk dengan hati yang melontarkan berbagai jenis umpatan. Dasar anak min akhlak.

"Tapi, Bun. Kita gak lakuin, mata kita aja yang nakal," imbuh Tara sambil mengedipkan matanya berulang kali.

"Eh goblok! jangan bawa kata KITA, lo yah yang mancing," sergah Wara tak mau disalahkan dengan menekan kata 'kita'.

"Lo kirain ikan, dipancing," balas Tara tak kalah tajam.

"Diam!" sentak Hebilla. "kalian kan yang suruh mata kalian untuk liat mereka?!" maki Hebilla sembari menunjuk Nala dkk.

"Otak yang suruh, Bun," bantah Tara pada pertanyaan yang lebih memaksa ke realita yang dilontarkan Hebilla.

"Ngejawab yah kamu." Hebilla seperti macan yang ingin menerkam mangsanya. Tara dan Wara sedikit dibuat takut.

Tara mengatur nafasnya perlahan. "Pak ustadz bilang, kalau orang lagi nanya harus dijawab." Tara semakin memancing amarah Hebilla, membuat sifat anggara Hebilla ingin keluar.

"Gas, bawa dia ke pemulung." Hebilla sudah tak sanggup dengan tingkah ajaib mereka. Ia menyuruh Bagas untuk menyerahkan Tara pada pemulung.

"Bunda mah gitu, Bunda kira Tara barang kiloan apa?"

"Buang ke kandang buaya aja, Bun. Biar ketemu sama kembaran dan ikut film keluarga cemarah, bhakhak!!!" timpal Wara terpingkal tertawa.

"Kamu juga sama, gak ada yang benar yah kalian!!!" maki Hebilla.

"Saya waras," ujar Buma yang sedari tadi diam tak berkutik.

Hebilla memicingkan matanya, memang Buma waras tapi dia bisa saja gila tak tau tempat.

"Masa?" tanya Hebilla

"Yaiyalah, Bun. Kan tadi Bunda bilang 'kalian gak ada yang benar yah' maka dari itu saya bilang saya waras, kan dari tadi saya gak jawab pertanyaan Bunda yang bisa dibilang pertanyaan bodoh." Bagas dan yang lain berusaha menahan tawa, Buma memang gilanya tak tau tempat dan waktu.

Hebilla merasakan dirinya mendidih.

"Kalian keluar dari rumah saya!!!" bentak Hebilla.

"Baik." mereka berempat hormat lalu pergi keluar rumah. Namun...

... tepat berada di ambang pintu rumah.

"Kenapa masih di sini?!"

"Kan Bunda suruh keluar, pertanyaan Bunda emang bodoh yah. Masa gitu aja gak tau, kita kan udah di luar rumah ini, Bun." Tara memukul pelan bahu Wara kemudian mereka tertawa bersama.

Hebilla mengetatkan rahang amarah sudah di ujung tanduk.

"Mainan tuh," bisik Nila pada Nala yang melihat kesempatan untuk berolahraga sedikit.

"Minta izin," kata Nala yang membuat Nila tersenyum senang lalu membisikannya juga pada Yara dan Runi.

"Oh ok," kata Yara dan Runi.

"Bun?" Yara mendekati Hebilla dan mengusap punggungnya menyabarkan.

Hebilla melihat dan menautkan alis sebagai jawaban.

"Kita aja yang balas gimana?" tanya Yara. Hebilla melihat Cira dan teman-teman Yara. Mereka mengangguk, saat Yara mendekati Hebilla, Runi menyakan perihal itu pada Cira.

"Kalau bahas pakai bahasa manusia mereka gak akan ngerti, otaknya pada tinggi semua euy," jawab Hebilla setengah percaya.

"Gak papa, Bun. Kita bakal lontarin jawaban yang lebih kena dari meraka." Yara meyakinkan. Hebilla nampak berfikir dahulu lalu memutuskan untuk mengiyakan.

Yara tersenyum puas dan licik lalu melirik para sahabatnya. Bagas dkk yang sedari tadi memperhatikan dibuat bingung, pada otak mereka yang licik telah memikirkan sesuatu ambigu.

"Mau ngapain mereka? harus hati-hati," kata Bagas mengingatkan.

"Bum, 4 sehat 5 sempurna," kata Tara, sepertinya itu teka-teki.

"Goblok, kita cuman berempat berarti 3 sehat 4 sempurna," jawab Buma. Tara tersenyum puas dengan jawaban Buma lalu menandakan ok menggunakan jari.

"Maksud lo?" tanya Bagas yang tak mengerti dengan pembicaraan mereka.

"Otak Buma udah rada-rada, mantep," bisik Tara, Bagas tersenyum senang mengangguk.

"Bunda bilang pergi dari rumah, dan kalian masih di teras yang menandakan masih di rumah, jadi pergi!!!" usir Yara memulai pertempuran mereka. Mereka berempat maju dengan langka angkuh di ikuti Cira dan Hebilla.

"Ok kita mundur." Bagas tersenyum licik mengikuti permainan mereka, lumayan untuk olahraga mulut.

"Dan apa tadi? lo manggil ibu gue dengan sebutan Bunda? sorry dia bukan ibu lo!" balas Bagas songong.

Hebilla sebenarnya ingin membalas, tetapi dicegat Cira, Cira paham pasti mereka bisa membalasnya.

"Bunda adalah panggilan seorang ibu, dan jika di definisikan panggilan ibu bisa ditujukan pada wanita yang lebih tua," jawab Nila yang tepat membuat mulut Bagas dkk terjahit.

Hebilla tersenyum senang bersama Cira.

"Lawan," Bagas menyenggol Tara.

"Tua? tapi Bunda gak kumisan dan jenggotan, rambutnya juga masih item," balas Tara tak kalah ngaco teresenyum senang. Bagas dkk menyoraki. Permainan terasa lebih panas.

"Noh,bener tuh! hayolo, jawab! jawab!" kata Wara memanasi.

"Diam kan, bales tuh sampai bibir doer, sok soan lawan otak semut!" timpal Bagas.

"Jangan jadi patung." Entah mengapa Buma hari ini menjadi terbawa virus para Abangnya.

"Ekhm!" Runi mengatur suara, kini ia yang akan membalas.

"Dia lebih tua dari lo?" Runi bertanya pada Tara, sementara yang ditanya menjadi bingung tetapi dengan bodohnya menjawab.

"Iya, Bang Bagas lebih tua dari gue, lo kenapa jadi nanya? mau kita nikahin? bhakhakhak!" Bagas dkk tertawa sinis.

"Cie minta dinikahin, dah kebelet Neng?" pancing Tara.

"Nahan pipis kali ah!" timpal Buma. "bhakhakhak"

"Dia lebih tua dari lo?" perjelas Runi menunjuk Bagas yang dikatai lebih tua dari Tara

"Iya!" balas Tara malas.

"Tapi dia gak kumisan, jenggotan dan rambutnya masih hitam. kok lo bilang tua? seharusnya ngelak dong kalau gue bilang dia tua."

Jleb!

Tara dkk ternganga sementara Runi dkk tertawa sinis.

"Otak lo lagi konslet?" tanya Runi menyungging senyum.

"Iya, lagi ada PLN yang benerin, bener gak?" timpal Yara yang membuat mereka semakin terdiam dan malu.

"Temen kamu boleh juga," bisik Hebilla pada Cira.

"Iya dong, Bun!" kata Cira menaik turunkan alis, mereka berdua terkekeh bersama.

Tara berfikir keras, menormalkan detak jatung. "Iya bener, kok lo bisa tau sih? oh iya, kan lo ada di pikiran gue," balas Tara tatkalah heboh.

"Huh! gas! gas!" Wara kembali semangat saat Tara berhasil menjawab.

"Cie eneng digoda, huhuhu." kata Bagas menggoda.

"Pada jadi kepiting rebus tuh," timpal Buma, sedangkan Nala dkk menatap datar lalu memiringkan kepala.

Mulut mereka sudah tak kuat untuk melontarkan kata-kata menusuk.

"Perkataan menyambut harsa tatkalah yang datang hanyalah gundah," sergah Yara menyungging senyum.

"Sudah rasakan kekejaman? jika belum, kau adalah penyecut!" Nila meludah.

"Lisan tak seindah tulisan," ucap Runi dingin. Aura mereka menjadi menyeramkan.

"Pandang rendah, padahal kau yang lebih rendah." Nala ikut meludah. Mereka sudah seperti pembunuh, bahkan Hebilla dan Cira kaget dengan aura mereka.

"Bodoh, kita lupa siapa mereka," bisik Tara pada Bagas yang berada di sampingnya.

"Gak, ingat janji kita buat bawa mereka rasain sedikit dunia ini, setidaknya tadi mereka telah merasakannya," imbuh Bagas.

"Kenapa diam?" tanya Yara.

"Gak, kita ngaku kalah," pasrah Bagas, setidaknya mereka bisa lebih banyak berbicara dan melakukan pendekan pada Nala dkk. Sambil menyelam menim air. Rencana mereka berhasil. Semuanya akan bagus jika sudah terikat batin.

"Yey!!!" seru mereka berempat. Nala merasakan hatinya merenggang karena permainan bodoh ini.

"Kita menang, kita menang." Yara membelakangi Bagas DKK lalu menepuk-nepuk bokongnya meledeki. Sementara Runi yang selalu menjulurkan lidahnya.

"Mereka lucu," gumam Bagas terkekeh.

"Iya," jawab mereka bertiga.

"Hukumannya kalian harus bikinin kita brownis," Ujar Cira tiba-tiba. Hadiah pelototan diberikan padanya.

"Kenapa?" bingung Cira.

"Nanti Oven Bunda rusak," tolak Hebilla.

"Tenang, Bun. Uang Abang banyak. Iya kan, Bang?" Cira menaik turunkan alisnya lalu mengambil langkah seribu masuk ke rumah.

"Cira!!! Kiki Abang bolongin yah!!!" teriak Bagas membawa celengen ayam Cira.

"Bagus, kalau perlu rusakin aja peralatan Bunda, tapi nanti beli yang baru yah." Hebilla mengedipkan mata lalu ikut masuk menyisahkan mereka berdelapan.

"Iya, Bun." kata Bagas.

"Bang, lo gimana sih? gue gak punya duit," rengek Tara.

"Gampang, tinggal nyuri punya Ayah." Tara mengangguk semangat akan perkataan Bagas. Maaf Bapak Yastana, kali ini black cardmu beralih tangan lagi.

"Kalian gak ikut masuk? beneran suka sama kita yah? sampai nunggin." Buma menaik turunkan alisnya tersenyum genit.

"Murahan!" cibir Nala lalu pergi masuk ke dalam rumah.

"Gatel!" bentak Nila.

"jijik," kata Runi lalu meludah, sangat kejam.

"Em, Maafin mereka." Yara menunduk.

"Gak papa," Bagas DKK tersenyum.

"Tapi kata mereka benar. Murahan! gatel! jijik," ujar Yara mengulangi semua kata yang dilontarkan sahabatnya lalu dengan langkah angkuh ia masuk kembali ke rumah Cira.

Bagas DKK mengusap dada sabar. "Emang kejam!" sentak mereka bersamaan.

*TBC*

avataravatar
Next chapter