16 Pembebasan belasan anak

"Ih gak seru mah, kalian dibantuin," rajuk Cira tak terima bahwa para Abangnya mendapat bantuan.

"Kok gitu, kamu suka yah kalau Abang menderita!" Bagas berkacak pinggang di hadapan Cira.

"Bodoamat!" Cira memutar bola mata malas kembali melihat brownies yang telah tertata rapi di meja taman halaman belakang rumah Cira. Kali ini mereka tengah duduk rapi ingin menikmati angin sepoy sambil memakan kue buatan sendiri.

"Gue mau balik!" Yara mengambil jaketnya lalu ia sampirkan ke bahu, ingin beranjak pergi.

"Lah, Kakak kok udah mau pulang? temenin Cira di sini lebih lama lagi," rajuk Cira menahan lengan Nala agar tak pergi. Nala menatap Cira datar.

"Gak bisa, Nana udah turutin kemauan kamu buat bantuin mereka. Nana mau pulang, jangan halangin!" Nala melepas tangan Cira dari lengannya lalu benar-benar pergi meninggalkan mereka semua dengan tatapan tak percaya akan sikap Nala pada Cira yang agak sedikit melembut.

"Nana?" heran Bagas meminta jawaban pada Cira.

"Itu nama panggil Kak Nala dari aku," ujar Cira dengan nada sewotnya.

Melihat keadaan yang tak kondusif ditambah Nala telah pergi, akhirnya Yara Dkk mau tak mau harus pulang juga.

"Sayang, Kakak pulang dulu!" pamit Yara pada Cira, mengusap puncuk kepalanya sayang.

"Yaudah, Cira anterin kedepan," ujar Cira ingin bangkit tetapi segera ditahan oleh Nila.

"Gak usah, makan! kita yang buat," ucap Nila melarang dan malah menyuruh Cira untuk memakan brownies.

Cira mengerucutkan bibir sebagai bentuk tak terima.

"Jangan!" Runi menimpal, dan mau tak mau Cira harus menuruti mereka.

"Hati-hati." putus Cira mengalah.

"Kalian gak mau kita anterin?" Tawar Bagas sok dekat.

"Jangan SKSD! gue jijik!" sarkas Nila tak ada hati.

"Gue bukan cewek lemah!" ujar Runi dengan menekan kata 'lemah'.

"Jangan sok iye!"

Bagas DKK menganga tak percaya akan penuturan mereka. Ditambah Yara yang juga menjadi judes.

Cira menahan tawa akibat hinaan yang dilontarkan para Kakaknya, puas dengan ini semua. Kini para Abangnya tak punya topeng untuk menutupi muka.

"Kita pulang, Cir!" pamit mereka bertiga. Cira mengangguk. Mereka bertiga melangkah meninggalkan para lelaki dengan Cira. Bagas dan yang lain terus memandang mereka hingga hilang ditelan pintu.

"Kok lo nyuruh mereka buat bantuin kita bikin kue? bukannya tadi lo marah yah kalau kita dapan bantuan." Bagas tak habis fikir dengan adiknya ini. Tadi bilangnya tak setujuh jika mereka dibantu, eh ternyata dia yang buat mereka mendapatkan bantuan. Maunya apasih?

"Cira gak sejahat itu!" Cira mampu membuat para Abangnya terdiam seribu bahasa dengan kalimatnya yang tergolong singkat. Sesayang itukah Cira pada para Abangnya? bahkan setiap kali mereka menginap di markas selalu dibuatkan kue brownies.

"Kuenya Cira bawa, mau Cira makan. Kalau Abang mau nanti Cira buatin lagi." Cira bergegas pergi ke kamarnya dengan piring yang berisikan brownies yang sudah dipotong dengan sedemikian rupa.

"Ternyata dia sayang banget sama kita," ujar Tara yang masih setengah kaget.

"Ya begitulah. Jika cewek udah suka sama seseorang," timpal Wara segera menyadarkan dirinya.

"Kuenya dibawa, padahal gue mau makan," ujar Buma. Mereka terdiam sebentar kembali mengingat ucapan Cira jika ia membawa semua kue.

"Astaga Cira!!! Abang juga mau makan!!! itu bikinan Abang sama calon!" teriak mereka bersamaan yang tak sengaja menyebut kata 'calon'.

"Lah calon?" Mereka saling tatap sebentar.

"Saya khilaf!!!" teriak mereka sekali lagi lalu lari entah kemana.

♧♧♧

"Sekarang ada kerjaan apa?" Mereka tengah bersiap untuk malam ini. Pekerjaan sebagai seorang agend tak bisa dihindari dari mereka.

"Penculikan anak telah terjadi selama dua hari, dan korbannya telah mencapai belasan." Nala dengan santai menjawab itu semua sembari terus melihat ponselnya.

"Wow, dua hari dan udah banyak yang diculik." Yara agak kaget dengan penuturan Nala. Memang itu terlalu banyak jika jangka waktunya hanya 2 hari saja.

"Rencana!" ujar Nila tak sabar. Mereka berunding sebentar, menambahkan strategi yang telah diatur Nala agar lebih maksimal mengingat bahwa lawan mereka sudah dipastikan handal.

"Gimana?" tanya Nala setelah perundingan mereka selesai dan memutuskan untuk bermain cantik dengan memberikan bumbu kejutan sedikit.

"Bagus!" ucap Yara yang diangguki Nila dan Runi.

♧♧♧

Kini mereka tengah berada di markas lawan yang diyakini sebagai tempat anak-anak itu disekap.

Mereka membagi menjadi dua kelompok. Yara dan Nala bertugas mengawasi sekitar sedangkan Runi dan Nila akan menyelamatkan anak-anak.

"Sepertinya mereka ada di ruang bawah tanah," ujar Nala memberikan informasi letak anak-anak itu berada

"Yah, kita bakal terus ngawasin dari belakang. Kalian juga jangan lengah," peringat Yara pada Nila dan Runi.

Mereka berjalan dengan mengendap-endap. Jarak antara Kelompok 1 dan 2 agak jauh karena tak ingin terlihat nyata jika mereka sedang bersama.

saat sedang mengendap-entap, Nala seperti mendengar sesuatu.

Dor!

Bruk!

Lawan mereka tumbang. Nila, Runi dan Yara kompak menoleh ke arah Nala yang hanya menatap datar.

Yara menajamkan penglihatannya dan benar saja ada musuh yang tengah mengarahkan pistolnya untuk menembak Runi.

Dor!

Brak!

Sekali tembakan Yara bisa meruntuhkan orang itu sebelum ia menembak Runi.

Suara tembakan memang tak terdengar. Namun hembusan saat peluru meluncur begitu teresa karena mereka memang telah melakukannya sejak lama.

"Cepat, mereka akan semakin banyak!" perintah Nala.

Mereka berlari tanpa suara. Beruntung sepatu mereka telah didesain khusus agar tak mengeluarkan bunyi berlebihan.

Sempat salah beberapa ruangan kini mereka telah menemukan keberadaan para anak itu. Jumblahnya sangat banyak. Ini membuat kesulitan semakin tinggi.

"Kalian bebasin lalu giring mereka keluar, kita akan berlari sepanjang hutan jika berhasil. Aku dan Yara akan selalu menjaga kalian," ujar Nala yang diangguki mereka bertiga.

"Hay dek?" anak-anak itu agak terkejud dan takut saat pertama kali melihat datangnya Padmarini. Namun disinilah sisi lain Padmarini diperlihatkan.

"Hey jangan takut, kita bakal bebasin kalian. Mau kan pergi sama Kakak?" ujar Nila begitu lembut. Nala dan Yara sibuk mengawasi keadaan sekitar. Penjaga anak-anak itu telah berhasil mereka tumbangkan dan sekarang tergeletak di lantai tak berdaya.

"Kita bakal pergi dari ruangan bau ini, kalian jangan takut," timpal Runi berusaha mendapatkan kepercayaan anak-anak itu.

"Mereka datang," bisik Yara pada Nala yang disetujui. Nala juga mendengar langkah kaki menuju mereka.

Nala membuka maskernya tersenyum pada anak-anak. Mereka memang menggunakan masker agar identitas semakin terkunci rapat.

"Kalian nanti Kakak pulangkan pada orang tua kalian, pasti kalian rindu kan?" ujar Nala begitu lembut seraya menampilkan senyum tulusnya.

Yara dan yang lain menatap Nala terharu. Sisi lain Nala yang bisa ia gunakan sebagai senjata ataupun sebagai penenang.

Semua anak itu mengangguk. Kini mereka telah bisa tersenyum, seolah Nala baru saja menghipnotis mereka semua.

Nala menyerahkan anak-anak itu untuk digiring oleh Nila dan Runi.

Yara dan Nala semakin menajamkan pendengar dan penglihatan mereka kerena mereka menjaga belasan anak kecil yang sudah pasti akan sangat sulit.

"Hawa di sini sangat dingin, waktu kita tidak lama. Pasti ini sudah hampir pagi. Kita harus cepat menyelesaikan ini. Kalau tidak mereka akan segera mengetahuinya," Bisik Yara. Nala tak berbicara apapun. Namun ia segera menemui anak-anak yang tengah digiring Nila.

Nala berusaha berbincang lagi pada anak-anak. Ia memberitau dengan perkataan yang sangat halus. Anak-anak itu terbawa dan mengangguki semua ucapan Nala. Mereka sedikit mempercepat langkah.

Kini Nala seorang diri yang menggiring anak-anak. Nila, Runi dan Yara sangat sibuk menembaki lawan mereka.

Nala terus berbicara dan menampilkan senyum hangatnya pada anak-anak agar mereka tak merasa ada yang aneh. Anak-anak itu hanyut dalam senyum dan setiap perkataan Nala.

"Kita akan segera keluar dari sini, kalian akan bertemu lagi dengan orang tua masing-masing. Bahagia bukan?" kata Nala seraya terus tersenyum. Anak-anak itu terus mengangguk. Merasakan hawa hangat yang diberikan oleh Nala. Sangat menenangkan.

Setelah perjuangan panjang, akhirnya mereka berhasil keluar dari markas tempat anak-anak disekap. Nala dan yang lain bernafas lega walau agak sulit menggiring belasan anak kecil. Jika diingat yang mereka lakukan bisa dibilang mustahil untuk membebaskan belasan anak. Namun mereka adalah agend handal yang bahkan pernah mengalami masa yang lebih sulit dari ini.

*TBC*

avataravatar
Next chapter