3 Padmarini?

"kalian habis ngapain!!!" baru saja datang. Bagas, Wara, Tara dan Buma sudah disugi suara melengking milik Hebilla, Ibu dari Bagas.

"Habis ambil posisi, bunda kayak gak tau aja," ujar Bagas dengan cengirannya, mereka telah terbiasa dengan hal seperti ini.

"Santuy dong,Bun." mereka masuk dan duduk anteng seperti tidak ada yang baru terjadi.

"Santuy, santuy! kamu kira kayak di pantuy!" Hebilla melotot tetapi masih tetap bercanda.

"Karnaku selow sungguh selow sangat selow, santuy, santuy." Tara menggoyangkan pinggulnya, melupakan bercak darah yang telah menempel dan luka lebam di sekujur tubuh.

"Kalian ini!"

plak! plak! plak! plak!

Hebilla menampar mereka satu persatu. "Udah berapa kali Bunda bilang! jangan berantem!" nafas billa tak beraturan.

"Bunda jangan ngomong gitu, kalau bunda struk gimana," kata Bagas dengan tampang tak berdosanya.

plak!

"Kamu yang paling tua! kenapa bawa mereka ke jalan sesat!" maki Billa pada putra sulungnya itu.

"Kayak lirik lagu." Bagas menatap Tara da Wara sambil menaik turunkan alisnya.

Mereka berlari lalu naik ke atas kursi karna ukuran meja yang tidak mendukung. Mereka mengangkat tangan bersiap untuk menyanyi.

"One, two, three!!!" teriak Tara.

"Aku tersesat dan tak tau arah jalan pulang!!!" nyanyi mereka bertiga.

"Aku tanpamu butiran..."

"Aku tanpamu butiran..."

"Aku tanpamu butiran..."

"Hujan..." kata mereka bertiga dengan mengganti lirik terakhir.

"Butiran debu!!! sejak kapan jadi butiran hujan?!" tanya Billa yang bodohnya menanggapi para Anak kadung dan sahabat anaknya yang telah di anggapnya sebagai anak kandung.

"Kan hujan jatuh, Bun! makanya kita ganti hujan," jelas Bagas membodohi Billa, sungguh berdosa dirimu nak.

"Iya juga yah." Billa menggaruk tengkuk kebingungan.

"Kamu kok diam saja?" kata Hebilla berusah mengalihkan topik, ia merasa sedang di bodohi olah anak gilanya itu.

"Malas bergaul dengan orang gila!" kata Buma lalu mencomot kue yang ada di toples.

Hebilla memang meletakkannya sebagai pemanis, ditambah para anak angkatnya itu sangat suka ngemil. Herannya mereka tetap kurus dan bahkan memiliki roti sobek di bagian perut.

"Udah! mandi kembang tujuh rupa sana! bau bangke tau kalian!" sindir Hebilla, sudah letih menasehati tinggal tungguh mati.

"Si bunda kalau ngomong nyesek banget!" kata Tara lalu berjalan ke kamar Bagas di ikuti yang lainnya. Sebelum Buma ikut pergi, Hebilla mencekal tangannya.

"Sesat loh ikut mereka, gak mau ganti Abang apa?" kata Hebilla mencoba memengaruhi Buma.

"Mereka pasti masuk panti sosial khusus orang gila kalau gak ada saya." Hebilla membeku mendengar penuturan Buma.

"Benar juga," gumamnya setelah kepergian Buma.

♧♧♧

"Bang, main ps kuy!" ajak Tara pada Wara

"Siapa berani?!" kata Wara lalu ikut duduk di karpet kengambil stik ps.

"Bang!!!" rajuk Tara.

"Iya curut! baperan banget sih," ujar Wara yang membuat Tara sumringah.

"Main apa ini?"

"Main gitar hero!" seru Tara semangat.

"Yaudah, kuy!" mereka berdua kini meluncur ke alam lain. Badan telah wangi, tak ada bau darah lagi. kalau soal gank Jizga? entahlah, pasti anggota mereka yang selamat membawa ke rumah sakit.

"Abang!!!" teriak seorang gadis dari luar kamar Bagas

"Apa!!!" Teriak Bagas sambil melirik ke arah pintu yang terus digedor oleh sang Adik.

"Bukain!!!" Teriak gadis itu.

Ceklek!

"Kenapa?" tanya Bagas sambil berkacak pinggang.

"Mau curhat," kata gadis itu dengan mata memohon.

Bagas menaikan sebelah alisnya, pasti telah terjadi hal aneh. Bagas menghela nagas sebentar.

"Sini peluk, Abang." Bagas merentangkan tangannya lalu mendekap sang Adik. ia tau bahwa Adiknya itu sungguh rapuh.

"Kenapa?" tanya Bagas begitu lembut.

"Aku ... aku dikatain cewek gak bener, setiap malam keluyuran, padahal kan aku bawain brownis buat Abang kalau Abang lagi nginep di markas, apa aku salah yah, Bang? Aku salah kalau perhatian sama Abang?" Tangis gadis itu begitu menyedihkan.

"Siapa yang bilang gitu? hem?" tanya Bagas sangat tenang, membuat sang Adik bisa sedikit meredakan isakannya.

"Teman, katanya aku cewek gak bener, hue..." tangis gadis itu kembali pecah.

"Mau Abang hajar teman kamu, biar dia minta maaf?" Bagas menangkut wajah adiknya.

"Gak usah!" kata gadis itu.

"Yaudah. sana masuk, Cira udah di cariin sama Abang Tara." Gadis yang bernama Cira itu langsung sumringah. ia menerobos masuk dan menghambur dipelukan Tara.

"Abang Tara!!!" katanya sambil berlari.

"Abang, Cira kangen," katanya kembali menangis.

"Loh, kok Cira nangis? bukannya semalem nganter brownis, kok gak masuk markas?" Cira memang sering mengantarkan brownis buatannya kepada para Abang.

"Iya, tadi malam juga Abang nerima dari tukang ojek online," timpal Wara.

"Dia dikatain cewek gak bener, keluyuran tengah malam," kata Bagas kembali duduk di samping Buma.

"Gak usah dipikirin, mereka emang gitu." Tiba-tiba Buma bersuara.

"Abang kok bilang gitu?" heran Cira.

"Anak seumuran lo emang gitu,'kan? gak pernah cari tau dulu," kata Buma bijak

"Tapi ... " Cira menunduk.

"Bilang aja sama, Abang!" kata Tara sambil mengusap pucuk kepala Cira.

"Mereka ...," para Abang masih sabar menunggu lanjutan Cira.

"Mereka tampar aku!!!" kata Cira kembali memeluk Tara.

"Hiks,Hiks. Mereka jahat, aku hanya bawain kue buat, Abang. Emang salah? Aku dipukul, dijambak, bahkan aku ditampar!" para Abang mengetatkan rahangnya menahan amarah sekaligus sedikit meringis saat mendengar bahwa Cira dijambak. kalau ditampar dan dipukul mereka telah terbiasa.

"Sakit Abang!!! rasanya kepala Cira udah mau pecah! hiks hiks." Cira terisak dipelukan Tara. sedangkan Tara terus mengusap kepala Cira sambil melirik sahabatnya.

Mereka bertiga yang dilirik seperti itupun mengangguk seolah tau arah pikiran Tara, apalagi Bagas yang sebagai kakak kandungnya.

"Sini!" Bagas mengambil Cira dari Tara lalu mendekapnya, mencium pipi dan kening Adik yang lebih muda 2 tahun darinya. Usia Cira masih menginjak 15 tahun.

"Tapi,Bang!" Cira melepas pelukan Bagas lalu menghapus jejak air matanya.

"Ada cewek yang nolongin aku! dia tampar balik cewek yang udah tampar aku, terus mereka bawa aku ke ruangan tersebunyi, mereka nanya ke adaan aku. Pokoknya mereka baik banget," jelas Cira menatap satu persatu Abangnya.

"Kamu sekolah di mutiara 10 kan?" tanya Bagas, bukannya lupa. Namun, ia hanya memperjelas, ditambah gank padmarini yang katanya bersekolah di mutiara 10 juga. Sangat mengganggu pikiran.

"Iya, Emang kenapa?" Heran Cira.

"Gak! Cira tidur sanah! jangan pernah berhenti buatin kita brownis, soalnya bikinan Cira mantep banget," ucap Bagas sambil membelai rambut adiknya. sesekali ia mencium pucuk kepala adik kesayangannya itu.

"Yaudah," kini Cira telah bisa tersenyum. Para Abang akan bersikap normal pada Cira, mereka sangat menyayangi gadis kecil itu.

"Sini salim Abang dulu," kata Tara.

Cira mengangguk lalu menyalimi para Abangnya. setelah itu ia keluar.

Kepergian Cira, suasana kamar Bagas menjadi senyap, sampai Wara membuka pembicaraan.

"Siapa?" tanyanya pada mereka bertiga.

"Gak tau." Tara mengindikkan bahu. lalu Wara menatap Buma meminta jawaban yang dihadiahi gelengan.

"Lo tau gak, Bang?" tanya Wara pada Bagas. Namun, Bagas tak meresponnya.

"Bang?!" tetap tidak ada sautan.

"Abang!!!" sentak Wara.

"Hm?" gumam Bagas menatap Wara.

"Lo tau gak?"

"Gak!" jawab Bagas singkat.

"Tumben lo gini, Bang. Apa soal Cira?" tanya Tara yang keheranan dengan perubahan sikap Bagas.

"Si Zafa tadi bilang ke gue, 'kalau kalian berani, lawan gank padmarini yang bersekolah di mutiara 10' gue baru dengar nama gank itu," jelas Bagas.

"Lah? kok gue baru dengar ada nama gank begituan?" tanya Tara.

"Mana saya tau, saya kan bukan diri anda!" jawab Wara nyolot. lagian Tara mengapa menanyakannya pada orang lain.

"Ada apa dengan gank itu?" tanya Bagas, mereka berfikir keras. ini memang ada yang janggal.

"Jangan di paksain otaknya gak muat!" peringat Buma

"Lo kalau ngomong sama Abang yang sopan dikit napah!" greget Tara.

"Cuma beda setahun doang, lagian kalian bertiga juga cuma beda 1 sampai 3 bulan doang," jawab Buma malas.

"Jangan dingin dingin. Ntar gak punya cewek loh," goda Wara.

"Gue ganteng!" kata Buma lalu menidurkan dirinya di ranjang Bagas.

"Dasar Adik bontot biadap!" maki Wara. Namun, Buma tak menghiraukannya.

"Udah. Sabar Bang!" kata Tara. "Makhluk halus emang gitu, tidak berperasaan!"

Wara mengusap dadanya sabar, ia kembai menatap Bagas yang masih bengong. "lo kenapa sih,Bang? gak usah dipikirin, besok kita bakal cari tau tentang gank itu!" kata Wara tersenyum pada Bagas.

"Yaudah! gue mau tidur! kalau mau main ps jangan ke malaman." Disinilah sisi ke abangan Bagas terlihat.

"Siap laksankan!" Wara dan Tara kembali melanjutkan permainan mereka. Sedangkan Bagas berusaha menghilangkan sebentar semua dugaannya.

*TBC*

avataravatar
Next chapter