4 Mutiara 10

"Bunda kita berangkat," Pamit Bagas dan tiga sahabatnya pada sang Bunda.

"Iya! kalau pulang bonyok lagi bunda suruh tidur di luar!" kata Hebilla mengancam.

"Kan ada markas," ujar Tara menaik turunkan alisnya dengan semangat seperti biasa.

"Bunda gak bodoh lo, ini apa?" kata Hebilla sambil menunjukan kunci yang menaut di jari lentiknya. Yang tak lain adalah kunci markas, mereka semua lupa untuk membuat kunci serep dan hanya mempunyai satu kunci.

Mereka menutup mulut tak percaya sambil menggelangkan kepala.

"Bunda sangat kejam pada kami berempat yang tampan ini," kata Wara sambil terus menggelengkan kepalanya.

"Kamu gak usah sok! rempahan rengginang aja bangga," ujar Hebilla.

"Au ah. aku ngambek." Wara memalingkan muka sambil memanyunkan bibirnya.

"Terserah! masa bodoh!" kekeh Hebillah.

"Bunda gaul euy, bahasanya udah go international," ujar Tara.

"Iya dong. Bunda gituloh," ujar Hebillah sambil mengibaskan rambutnya.

"Sudah kalian sana pergi!" usir Hebilla.

"Tungguin Cira dulu, Bunda hara!" ujar Bagas.

"Oh yaudah!" ujar Hebilla lalu pergi ke dapur.

"Si Bunda belum berubah yah! masih cerewet aja," kata Tara.

"Iya," kata Bagas lemas.

"Sabar, Bro!" kata Tara memukul pelan bahu Bagas.

"Alay!" sindir Wara.

"Abang!!!" teriak Cira berlari menuruni tangga.

"Dek, jangan lari-lari!" peringat Bagas.

"He he he," cengir Cira setelah sampai di depan kakaknya.

"Cira sama Abang atau mereka?"ujar Bagas melihat ketiga sahabatnya.

"Cira mau sama Abang Buma saja!" katanya sambil menggandeng tangan Buma.

"Yaudah, misi! orang waras mau lewat!" kata Buma menerobos Abangnya. sedangkan mereka menahan kesal.

"Siapa yang adik siapa yang kurang ajar!" kesal Tara.

"Makanya, jangan gila!" ucap Bagas lalu ikut Pergi. Tara dan Wara saling tatap sebentar lalu saling menguatkan.

"Emang kita gila?"

"Gak tau, terserah mereka saja!" lalu mereka berdua ikut pergi. Untuk hari ini mereka akan bolos dan mengintai gank padmarini. Selain itu mereka juga akan menjaga Cira.

♧♧♧

Sesampainya di sekolah Cira, pekikkan dari siswi SMA MUTIARA 10 terdengar karena datangnya 4 pria tampan.

"Astaga saha ie teh, ganteng pisan euy"

"Abang, boleh minta nomor hp gak?"pekik seorang cewek menyodorkan handphonenya. Namun, tak digubris sama sekali.

"Yah, Bang!" gadis itu mundur manahan malu.

"Makanya jangan jelalatan!" kata Seorang siswa di parkiran.

"Eh, tapi liat deh. Itu kan Cira," kata seorang gadis pada temannya.

"Eh iya! itu Cira. Ngapain dia sama cowok ganteng, pasti dia jual ..." belum sempat gadis itu melanjutkan perkatannya, Bagas telah berada di depannya.

"Apa lo bilang? coba ulang sekali lagi!!!" bentak Bagas pada gadis itu.

"Bilang!!!" sentak Bagas.

"Udah, Bang!" kata Wara.

"Ini sekolah, Bang!" kata Tara ikut menahan Bagas.

"Lepasin! dia ... " tunjuk Bagas pada gadis itu.

"Dia udah tuduh adik gue jadi jalang tau gak?!" bentak Bagas.

"Dan sekarang, gue akan balas semuanya lebih kejam!!! paham?!" kata Bagas pada gadis itu. semua orang yang berada di parkiran diam tak berkutik. Tak ada yang berani melerai, bahkan bodohnya ada yang sampai merekam.

"Abang!" Cira mencengkram lengan Buma.

"Gak papa," ucap Buma menenangkan.

"Ayok!" kata Bagas pada ketiga sahabatnya

Gadis yang dibentak Bagas melihat Cira sinis.

"Awas lo Cira. Ini baru di mulai. Jangan pernah mau bermain dengan seorang Nacaya Fanandra." Batin gadis itu.

Di sepanjanh lorong kelas pekikkan para gadis terus terdengar. Mau bagaimana lagi, nasib pria tampan.

"Denger gak, Bang? gue tuh emang ganteng!" kata Tara.

"Iya! ganteng kayak curut!" sinis Bagas.

"Ye, sirik aja lo, Bang," ujar Tara.

"Dek?" panggil Bagas. Bagaimana bisa dia lupa jika ini bukan sekolahnya.

"Kamu gak papa kan?" tanya Bagas, ia berhenti sebentar memandang Cira teduh.

Cira tersenyum. Namun, genggamannya pada Buma masih sangat erat. "Gak kok!" kata Cira

"Gue bakal anter dia!" kata Buma yang di angguki ketiga Abangnya.

"Jagain!" peringat Bagas. Buma mengangguk lalu pergi ke kelas Cira dengan keadaan Cira yang masih mengeratkan genggamannya.

"Yang mana kelas kamu?" tanya Buma menunduk melihat Cira yang berada di sebelah kirinya.

"Kelas X Ipa1," katanya sambil menunjuk ruang kelas yang tepat berada di depan.

"Yaudah, Abang anterin sampai ke dalam kelas yah!" kata Buma sambil mengacak gemas rambut Cira, membuat Cira terkekeh mengangguk lucu. Buma semakin gemas dengan adiknya yang satu ini

Mereka berdua berjalan ke dalam kelas Cira. keadaan murid yang sebelumnya tenang kini menjadi ricuh.

"Astaga ganteng banget! aw!" pekik seorang gadis, teman sekelas Cira.

"Jidatnya uwow!"

"Hidungnya mancung banget!"

"Putih banget, kek susu!"

"Matanya astaga, jantung gue gak kuat!"

Seperti itulah kira-kira pekikkan mereka. Namun, Buma yang memang telah dingin dan telah terbiasa seperti itu, ia biasa saja.

"Abang gak papa di godain gitu?" kata Cira pelan.

"Gak! duduk!" suruh Buma.

"Abang tinggal?" tanyanya pada Cira. Cira melirik sekitar lalu mengangguk.

"Jangan takut, kalau mereka perlakuin kamu kejam, lapor sama Abang atau Abang yang lain," kata Buma mengusap rambut Cira. Cira tersenyum lalu mengangguk.

Selepas kepergian Buma, teman Cira khususnya cewek mendekatinya dan menanyakan siapa seorang cowok ganteng tadi.

"Cir, itu siapa? ganteng banget!" kata seorang gadis.

"Abang!" kata Cira malas.

"Kenalin dong!" ujar gadis itu memohon.

"Tampar dong!" kata Cira melihat gadis yang pernah menamparnya itu.

"Gue minta maaf!" kata gadis itu songong.

"Munafik!" kata Cira lalu keluar kelas. Beruntung karna ini hari sabtu, jadi guru jarang masuk.

♧♧♧

"Gimana? aman?" tanya Bagas pada Buma yang baru saja sampai.

"Hm," gumam Buma.

"Pesan apa sonoh!" suruh Bagas pada Buma. Mereka saat ini telah berada di kantin. Mereka belum memesan karena menunggu Buma.

"Apa?" tanya Buma singkat.

"Mie ayam sama es teh, samain aja!" kata Bagas. Buma mengangguk lalu pergi memesan makanan.

"Eh, Nak Buma. Tumben ke sini, mau pesan apa?" kata seorang penjual.

"Bik Jum, Mie ayam 4 dan es teh 4," kata Buma.

"Tunggu yah Nak," kata Bik Jum.

Para penjual memang telah mengetahui mereka, mereka juga bebas keluar masuk sekolah Mutiara 10 karna mereka bekas murid di sekolah itu. Mereka memang terkenal nakal. Namun, mereka pernah mendapati atau menyelidiki kejanggalan dari kepala sekolah. Mereka telah banyak menjobloskan baik guru maupun kepala sekolah ke penjara karna kasus koropsi.

Karena itulah mereka bingung dengan gank padmarini, mereka tak pernah mendengarnya. padahal baru satu tahun mereka pindah. Bosan dengan sikap guru yang sok berkuasa padahal ujung-ujungnya tak lebih baik.

"Ini, Nak!" kata Bik Jum.

"Makasih, Bik. Ini uangnya," ujar Buma menyodorkan selembar uang 100k.

"Gak usah," tolak Bik Jum.

"Gak papa," kata Buma tersenyum sopan.

"Makasih ya, semoga kalian selalu sehat. sering-sering datang!" kata Bik Jum ikut tersenyum, ia mengelus singkat kepala Buma.

"Iya, Bik," ujar Buma lalu pergi membawa makanan untuk Abangnya.

"Ini!" katanya meletakkan nampan di atas meja.

"Makasih!" kata mereka bertiga.

"Hm," gumam Buma.

"Jadi gimana?" tanya Tara mulai membahas gank padmarini.

"Laper, bentar. Keburu siswa- siswi ke kantin juga. Bengkak telinga gue dengar suara melengking mereka!" kata Bagas.

Mereka mengangguk menyetujui lalu melanjutkan santap pagi. Salahkan Hebilla yang lambat memasak.

"Resiko cowok ganteng!" kata Tara.

*TBC*

avataravatar
Next chapter