2 Part 2

Kriinnnngggg!!!

Bel pulang berbunyi, guru yang tadi mengajar pelajaran terakhir telah meninggalkan kelas. Beberapa teman juga sudah lebih dulu pulang, aku sedang membereskan buku-buku ke dalam tas dan Revo sudah ada di depanku.

"Zi, duluan yah!" Sapa Dena dan teman lainnya saat hendak meninggalkan kelas.

Aku tersenyum seraya melambai pada mereka. Revo masih saja terus memandangiku seperti orang baru pertama kali melihat cewek cantik.

"Tatapan kamu mesum." Ucapku ketus.

"Kok mesum? Ini tatapan mesra penuh cinta Yang. Gimana sudah beres? Ayo aku antar pulang!" Ajaknya saat dia melihatku mengemasi tasku.

"Yuk!"

Kami berjalan menuju parkiran, Revo masih tak lepas menatapku. Anak rambutku yang seringkali terjatuh ke depan, sering membuat dia gemas ingin merapikannya. Sebentar-sebentar berhenti hanya untuk memberi tahu bahwa rambutku agak berantakan.

"Yang, rambut kamu." ucapnya.

Aku sudah mengerti maksudnya, aku pun merapikan rambutku dengan mengaitkannya ke belakang telinga.

"Nah, manis sekali." ucapnya tersenyum.

"Kamu bisa gak sih berhenti ngurusin rambut aku, memangnya apa yang menarik sih? Dari semua yang kupunya di badanku ini, kenapa mesti hanya rambut yang menarik perhatian kamu?"

"Rambutmu terurai begini sering membuatku gemas untuk menyentuhnya. Apalagi saat berantakan begitu karena tertiup angin atau karena kamu sedang merunduk dan rambutnya terurai ke depan. Aku tidak tahan untuk menyentuhnya."

"Ingat, tidak boleh ada kontak fisik."

"Iya ingat."

Dalam hati, sebenarnya aku merasa lucu saja melihat wajah Revo begitu aku mengingatkan soal peraturan yang paling penting saat pacaran. TIDAK BOLEH ADA KONTAK FISIK.

"Naiklah!" ucapnya sembari menyodorkan helm.

Aku pun segera naik ke jok belakang motornya. Sebenarnya aku tidak terlalu suka naik motor, bukan karena motornya tapi lebih karena Revo seringkali ngebut tanpa berpikir ada nyawa yang sedang dia bawa. Mungkin dia berpikir jika dia melajukan motornya maka refleks aku akan memeluk pinggangnya. Oh tidak bisa! Aku masih kuat dalam menempatkan aturan berpacaran yang telah disetujui bersama di depan para orang tua.

"Jangan ngebut-ngebut!" Pesanku pada Revo.

"Iyah sayang! Lagi pula percuma ngebut, kamu gak akan mau peluk pinggangku."

"Kamu suka ngeyel."

"Iyah tahu, ingat peraturan." Jawabnya mendengus agak kesal.

Motor melaju tenang, angin bertiup sepoi-sepoi membuat rambutku bergerak-gerak landai.

Satu-satunya yang kusukai saat naik motor berdua Revo adalah dapat mencium wangi parfumnya lebih lama. Parfum dari Calvin Klein yang legendaris karena sudah ada sejak tahun 1990, yaitu Eternity for Men. Perpaduan aroma lavender, lemon, dan jeruk menghasilkan aroma segar sekaligus maskulin.

Aromanya begitu segar dan bikin ingin dekat terus. Parfum tersebut pertama kali disukainya saat Tante Rosa memberikannya beberapa botol parfum dan disuruh memilih parfum mana yang disukainya. Pilihannya jatuh pada parfum Eternity for Men dari Calvin Klein tersebut.

Usai mengantarku, Revo tidak mampir katanya disuruh pulang cepat oleh Mamanya.

"Besok kujemput seperti biasa ya." Ucapnya sesaat hendak pergi.

"Baiklah. Kamu hati-hati."

"Iya Yang. Masuklah!"

"Kamu duluan!"

"Kamu masuk dulu baru aku akan pulang."

"Oke deh. Percuma juga berdebat kamu pasti selalu menang dari aku."

Dia tersenyum lalu aku masuk ke dalam rumah. Sesaat kemudian kudengar deru mesin motornya menjauh meninggalkan halaman rumah.

"Ma..." Panggilku sesaat masuk ke dalam rumah.

"Sudah pulang sayang. Revo mana?"

"Langsung pulang, katanya ada urusan."

"Oh! Kamu ganti baju dulu, makan habis itu temani Mama keluar sebentar ke Supermarket."

"Yah Mama, Zi baru pulang Ma, capek!"

"Baiklah Mama pergi sendiri. Kamu baik-baik di rumah."

"Maaf ya Ma."

"Tidak apa-apa sayang. Istirahatlah, jangan lupa kerjakan PR kalau ada."

"Baik Ma. Hati-hati ya Ma."

Mama mengecup keningku sebelum pergi. Aku pun masuk ke kamar dan berganti baju. Hari ini aku cukup lelah, sebaiknya aku tidur dulu.

***

Malamnya aku membuka media sosial milikku lewat laptop. Mama belum memberikan izin memakai ponsel, padahal aku sudah SMA. Orangtuaku dan orangtua Revo sepertinya kompak tak memberi izin pemilikan ponsel pada anak-anaknya. Saat kutanya alasannya apa? Mama dan Papa cuma bilang, belum waktunya sayang. Kamu akan dapat izin pemilikan ponsel saat lulus SMA.

Aku buka akun Facebook milikku. Baru dibuka sudah banyak sekali pemberitahuan yang masuk. Kebanyakan notif like pada foto yang kuunggah beberapa hari lalu. Tidak ada yang istimewa. Membosankan.

Baru saja mau menutup akun tersebut, tiba-tiba notif messenger menyala. Aku penasaran dan lekas membukanya. Pesan dari Dena.

"Zi, lagi ngapain?"

"Lagi rebahan. Ada apa Na?"

"Eh Sabtu malam besok jalan yuk! Bosan aku di rumah terus."

"Aku izin Mama dulu ya."

"Iya. Yang penting pacar posesif kamu itu tidak ikut. Bisa panjang urusannya nanti. Ha ha..."

"Gimana bisa? Dia pasti akan terus bertanya dan memaksa jika aku melarangnya ikut."

"Yah, gak seru ah!"

"Mau gimana lagi. Dia memang harus ikut, kalau gak ikut, artinya aku gak boleh pergi."

"Ishh... Ya sudahlah tidak apa-apa, asal dia tidak rese' aja."

"Ha ha, gak janji. Kamu gak senang banget ya dia ikut?"

"Jelaslah! Kita kan jadi tidak bisa melakukan hal-hal yang cewek-cewek sebaya kita lakukan. Misalnya kebebasan dalam berbelanja dan memilih barang. Kebebasan masuk toko satu dan toko lainnya, kebebasan ke salon dan masih banyak lagi. Pacar kamu gila! Kalau aku yang jadi pacarnya mungkin aku sudah dibuat gila saking pusingnya menghadapi tingkah dia yang posesif itu."

"He he... Untung pacarnya aku ya? Ha ha..."

"Iyah."

"Besok aku kabarin ya Na."

"Siap."

Baru saja selesai ngobrol dengan Dena sebuah pesan masuk lagi. Isinya bikin alisku naik sebelah.

"Yang, habis ngobrol sama siapa? Kamu sudah online dari lima belas menit yang lalu."

Jika isinya seperti ini sudah pasti dari Revo. Siapa lagi.

"Aku ngobrol dengan Dena."

"Tentang apa?"

"Dena ngajak jalan besok malam."

"Aku ikut."

"Hanya untuk perempuan Yang."

"Tidak bisa. Aku mesti ikut. Tidak ada kata 'hanya untuk perempuan' pokoknya aku harus ikut."

"Iyah. Kamu ikut."

"Gitu dong Yang. Lagi pula aku tidak mau jatah mengajak kamu jalan diambil orang lain."

"Iyah."

"Yang, kamu sedang apa?"

"Lagi meladeni pacar posesif yang hobinya ikut mulu urusan cewek."

"Kamu jawabnya gitu."

"Iya maaf."

Lagi-lagi aku yang harus minta maaf. Apa di kamus dia tidak ada rasa bersalah dan stok perkataan maaf ya? Susah banget mengucapkan satu kata itu.

"Aku tidur ya Yang, bye!"

Laptop aku matikan dan memilih tidur. Biarkan dia kesal sendiri di sana, aku sedang membayangkan wajahnya yang kesal karena aku tiba-tiba keluar dari akun Facebook dan mengabaikan obrolannya. Dia pasti kesal sekali. Hihi.

Aku menatap langit-langit kamar, kemudian tak lama setelah itu mataku terlelap menuju peraduan mimpi yang kuharap tetap indah.

Bersambung....

avataravatar