2 BAB 2

Risa baru saja keluar dari kelas menyusul Adel yang lebih dulu keluar, kuis yang diberikan Yusuf bukan main - main, bahkan mata pria itu terlalu tajam untuk membiarkan para mahasiswa saling memberi jawaban dan Adel berkali-kali mendapatkan teguran karena ulah Risa yang terus memanggil namanya.

"Gimana dong ini, Adeeel?! Kepalaku terasa mau pecah!" keluh Risa yang dari tadi kalang kabut. Mengingat mata Yusuf yang selalu melihat ke arahnya, membuat Risa yang akan meminta tolong kepada Adel-pun tidak bisa.

"Ma'af ya, Risa sayang. Makanya belajar! Kamu ini mahasiswa, kerjaannya seharusnya belajar bukan main game setiap hari!" jawab Adel sambil mendorong kening Risa dengan jarinya.

"Iiih.... Adel! Tega kamu ya! Aku kan main game untuk membuat pikiran aku biar bisa fresh kembali." Sangkal Risa sambil mengejar Adel yang berlari lebih dulu, mereka berdua tertawa cukup keras, Rusa selalu menggunakan alasan yang sama saat Adel menyuruhnya belajar dengan baik.

Adel dan Risa berjalan beriringan menuju kantin dengan tenang, tetapi ada sepasang mata yang mengamati mereka sambil tersenyum tanpa mereka sadari. Sepasang mata yang menyimpan kekaguman kepada wanita cantik yang sedang berjalan menuju kantin.

"Ternyata benar apa yang kamu katakan, Dim. Dia sosok yang sangat ceria, cerdas dan juga cantik. Terimakasih sudah memperbolehkan aku untuk mendekatinya, dan aku berjanji untuk selalu membuat dia bahagia, menghapus air matanya dan mempersatukan keluarga kalian kembali." Pria itu berjanji dengan berguman pelan, masih dengan mata yang mengamati Adel dan Risa berjalan ke arah kantin.

"Selamat siang, Kak." Yusuf tersentak kaget saat ada mahasiswa yang menyapanya. Dengan cepat dia menetralkan wajahnya untuk menyembunyikan senyuman Yusuf. Mata Yusuf memicing melihat ada wanita di depannya dengan pakaian super ketat membungkus tubuhnya.

"Selamat siang. Ada yang bisa saya bantu?" tanya Yusuf basa - basi.

"Iya kak, boleh aku kenalan sama kakak? Namaku Rania." Gadis yang mengaku bernama Rania itu menyodorkan tangannya, menunggu Yusuf membalas uluran tangannya. Yusuf tersenyum dan membalas uluran tangan Rania,

"Saya Yusuf." jawab Yusuf dengan sopan.

"Kakak baru ya di kampus ini? Sepertinya aku belum pernah melihat wajah kakak di kampus ini?" tanya Rania dengan genit membuat Yusuf semakin merasa tidak nyaman dengan tingkah Rania.

Yusuf lagi dan lagi hanya tersenyum sopan, dia tidak mau membuat wanita di depannya ini menilai dirinya angkuh.

Senyuman dari si tampan Yusuf membuat para gadis di kampus itu berteriak histeris karena kagum. Yusuf memang sangat tampan, postur tubuhnya yang tegap dan atletis terlihat sempurna sebagai seorang pria.

"Kamu semester berapa?" tanya Yusuf kepada Rania.

"Semester terakhir, Kak." jawab Rania sambil tersenyum dan dia berusaha menampakkan wajah cantiknya untuk menarik perhatian Yusuf.

"Oh, benarkah? Berarti kamu temannya Adel?" Wajah Rania langsung berubah datar saat Yusuf bertanya tentang Adel.

"Adel? kakak kenal dengan Adel?" Tanya Rania balik kepada Yusuf.

"Tidak juga. Saya baru saja mengisi kelasnya untuk kuis menggantikan profesor Burhan dan sepertinya dia mahasiswa yang cukup pandai karena dia yang paling awal mengumpulkan kuis dan setelah saya koreksi jawabannya hampir sempurna, sangat menakjubkan." Rania mengangguk kaku, meski wajahnya menampilkan wajah yang datar tetapi hati Rania terasa panas, dia marah. Lagi - lagi Adel mendapat pujian. Rania membenci Adel karena Adel selalu menghalangi usaha Rania dalam segala hal.

"Bagaimana kalau kita pergi makan siang, Kak? Di kantin kita banyak makanan enak lo!" Ajak Rania yang berusaha menyeret lengan Yusuf menuju kantin, meski Yusuf berusaha menghindar.

"Benarkah? Boleh juga." Yusuf mengangguk sambil berusaha melepaskan tangannya dari Rania. Mereka berdua akhirnya berjalan menuju kantin yang ada di dalam kampus setelah Yusuf berhasil melepas tangannya dari pegangan Rania.

Yusuf dan Rania berjalan bersama menuju kantin, mereka berdua menjadi sorotan seluruh pengunjung kantin. Rania yang dikenal dengan ratu kampus berjalan bersama pria yang tampan dan baru kali ini mereka lihat.

"Kita duduk di sana saja, Kak!" Rania menunjuk bangku yang memang masih kosong. Rania tersenyum saat Yusuf mengangguk dan menuju bangku yang di tunjuk Rania.

"Halo, Adel!" Sapa Rania dengan senyum bangga memamerkan diri karena bisa berjalan dengan Yusuf. Adel yang dari dulu tidak menyukai sifat Rania hanya menaikkan alisnya.

"Rania kepentok kepalanya ya, Del? Tumben dia lihat kalau ada kita disini." Risa yang dari tadi heran melihat Rania mulai bersuara.

"Boleh saya duduk di sini?" Yusuf tiba - tiba ada di depan Adel dengan senyum tampannya.

"Oh? Eh, silahkan." Adel yang kaget menjadi tergagap. Dia tidak pernah berfikir kalau pria yang sejak tadi dia sumpahi kini berada di depannya membuat Adel merasa salah tingkah karena merasa dipergoki.

Risa yang dari awal kagum dengan ketampanan Yusuf menatap Yusuf dengan penuh minat sedangkan Rania melongo. Dia yang mengajak duduk berdua kenapa Yusuf malah duduk bersama Adel dan Risa?

"Kak, kita duduk disini saja. Disini sempit." Yusuf melihat datar ke arah Rania. Wanita yang dari awal mempunyai rencana lain dan sudah diketahui oleh Yusuf.

"Saya mau duduk bersama tunangan saya." Adel tersedak mendengar perkataan pria di depannya ini. Bakso yang dia makan tiba - tiba masuk ke dalam kerongkongannya tanpa permisi membuat kerongkongannya sakit.

"TUNANGAN??!!!" Seluruh penghuni kantin berteriak. Adel pun ikut melihat ke arah Yusuf dengan tatapan heran.

"Ya. Wanita di depan saya ini adalah tunangan saya." Adel menunjuk dirinya sendiri karena hanya Adel saat ini yang berada di depan Yusuf.

"Siapa? Aku?" Yusuf menganggukkan kepalanya dan mengedipkan sebelah matanya.

"Del, benar itu? Kamu bertunangan dengan pria tampan ini? Kenapa aku tidak tau?" Tanya Risa beruntun, dia masih tidak percaya dengan apa yang di dengarnya dan berita ini membuatnya tidak bisa berkata apa-apa. Mendengar sahabatnya bertunangan tapi dia sama sekali tidak mengetahui kabar ini.

"Gila kamu ya? Kapan aku bertunangan? Ganteng tapi gila!" Adel berdiri dan langsung menarik tangan Risa untuk segera meninggalkan kantin. Tatapan tidak percaya seluruh penghuni kantin saat ini membuatnya tidak nyaman apalagi tatapan Rania kepadanya membuat Adel yakin jika musuhnya yang satu itu akan semakin menaruh rasa benci kepadanya.

"Del, Del! Tunggu!" Risa menahan tangan Adel yang menarik tangannya.

"Apa sih, Ris? Buruan!" Kesal Adel karena Risa menghambatnya untuk segera keluar dari area kantin.

"Kamu ini ada cowok ganteng naksir, kamu-nya nggak mau." Tanya Risa heran.

"Ganteng sih tapi kalau agak gila seperti itu ya mending nggak ditaksir deh. Kenal aja baru tadi, tiba - tiba dia ngomong kalau aku pacarnya, eh bukan. Dia bilang aku tunangannya, TUNANGAN!" Adel menggerutu selama perjalanannya keluar kantin, tapu Risa malah senyum-senyum sendiri.

"Jadi kamu mengakui kalau saya ganteng?" Adel kaget saat tiba-tiba Yusuf sudah berada disampingnya.

"Ish... Anda salah dengar kali! Singkirkan tangan anda! Saya mau pulang." Adel berusaha melepaskan tangan Yusuf yang merangkul pundaknya tapi susah. Tubuh tegap Yusuf dan tangan yang berotot merangkul pundak Adel dengan erat.

"Saya antar kamu!" Putus Yusuf sepihak. Yusuf tidak mau menerima penolakan dari Adel karena memang dia ingin semakin dekat dengannya. Yusuf mengetahui semua sifat Adel dari informannya sehingga Yusuf harus terus mendekati Adel bagaimanapun caranya agar hati Adel luluh dan bisa menerima pendekatannya.

"Oh tidak bisa! Saya harus pulang dengan Risa. Iya kan, Ris?" Tolak Adel sambil mengedipkan matanya berulang-ulang memberi tanda kepada Risa agar Risa bisa diajak bekerja sama.

"Hah? Bukannya kamu bilang mau pulang ke rumah orang tua kamu?" Adel melotot, Rusa tidak mengerti tanda yang diberikan kepadanya dan malah membocorkan kemana dia akan pergi.

"Aku salah ya? Perasaan tadi pagi kamu bilang kalau mau pulang ke rumah, karena Bunda kamu meminta kamu untuk pulang karena ada sesuatu hal yang harus dibicarakan, benar tidak? Atau aku salah?" Adel memejamkan matanya. Temannya satu ini benar-benar kelewat polosnya dan sangat susah diajak bekerja sama disaat yang dibutuhkan, ingin sekali Adel memberi dia kopi dengan campuran sianida.

"Oke Risa. Terimakasih atas informasinya."

avataravatar
Next chapter