Malam ini adalah malam terakhir mereka di Bali, libur terasa begitu singkat. Jasmina sangat bersyukur bahwa keluarga Burnwood sangat baik dan menganggapnya seperti anak mereka sendiri selama 8 hari ini. Ini pertama kalinya Jasmina berlibur tanpa kak Gading, dan tanpa papa. Alih-alih kuatir dan kesepian, ia justru mendapatkan liburan terbaik! Tinggal di villa yang unik dan mewah, berjalan-jalan ke tempat instagramable, makanan lezat, serta mencoba aneka permainan-permainan outbound seru. Tentu saja yang paling berkesan adalah teman-teman berpetualangnya, Rania dan Devon Burnwood.
Saat ini Jasmina sedang mencoba memasukkan seluruh barang-barang yang telah ia beli di Bali. Belasan baju yang terdiri dari gaun ala Bali (bakal jadi daster sih ini) untuk ia dan teman-temannya, aneka kaos-kaos lutchuuu yang sebelumnya tidak akan pernah muat di tubuhnya, aksesories khas Bali, sampai pia kesukaannya.
Ia sampai harus membeli tas tambahan untuk memuat barang-barang tambahannya ini hihihi. Mumpung di Bali, dan ia tidak mengeluarkan sepeserpun untuk biaya hotel dan transportasi, tak mengapa berbelanja sedikit. Sang papa dengan baik hati memanjakan tuan putri dengan beberapa kali mengirimkan uang ke atmnya.
Ketika ia melongok ke ruang tengah, tampak keluarga Burnwood sedang berusaha bersesakan di sebuah sofa besar, saling menghibur. Mama Burnwood dan Rania sudah mulai meneteskan air mata, sementara papa Burnwood dan Devon bergantian memeluk para wanita ini. Ya, ini akan menjadi malam terakhir reuni antara mama papa Burnwood dan anak-anaknya. Esok hari, mereka akan melalui beberapa penerbangan untuk sampai ke Dubai. Jasmina benar-benar terharu dengan kedekatan mereka. Ada rasa iri namun sedih melihat suasana itu.
Jasmina sudah selesai berkemas, dan sepertinya untuk tetap tinggal dan mendengar lolongan tangis Rania, agak-agak depresif. Jasmina pelan-pelan berjalan sambil berjinjit keluar kamar. Ia berencana untuk keluar dari Villa dan menelfon kak Gading, agar sang kakak menjemput mereka tepat waktu besok.
Ketika ia bertatapan dengan Devon, Jasmina memberi isyarat tanpa suara "Kak Gading", sambil menunjuk Hp miliknya. Devon mengangguk pelan sambil tersenyum. Jasmina melanjutkan melarikan diri dari Villa 3 kamar itu dan menuju ke sebuah tempat ia bisa duduk dan menatap langit.
Jasmina sudah terduduk santai di salah satu kursi dengan pemandangan laut. Di atas hamparan permadani laut yang tampak gelap, sebuah bulan hampir bulat bersinar, sehingga bintang-bintang tampak kalah sinar olehnya. Sudah lama sekali rasanya Jasmina tidak merasa puitis seperti ini, sudah lama rasanya Jasmina terakhir berkomunikasi dengan batinnya. Terlalu sibukkah ia? Padahal untuk menjadi anggota OSIS adalah impiannya sejak kelas 7 SMP. Setelah terwujud, perubahan hidupnya bisa sedramatis ini ya?
"Kalau duduk sendirian, nanti di kerubuti nyamuk loh", tiba-tiba kak Miko datang. "Ikut aku yuk!", kak Miko tanpa menunggu persetujuan Jasmina, langsung menyeretnya. Jasmina sampai harus setengah berlari agar tidak terjungkal. Padahal ia sudah merasa kakinya cukup panjang loh! Akhirnya mereka sampai di restoran resort itu, tempat ia pernah makan malam dengan keluarga Burnwood.
"Let's order something Jasmina. Belum pernah nyobain seafood platter disini kan? Enak banget! Kemaren kita pesan antar ke kamar", kak Miko langsung memanggil sang pelayan restoran dan memesan sebuah seafood platter untuk berbagi, 2 jus jeruk dan semangkok es krim. "Yang es krim di keluarinnya 30 menit lagi ya mas", pesannya lagi.
Pada makan malam sebelumnya, ada iringan musik dari sebuah band yang membawakan lagu-lagu Amerika Latin yang merdu. Jasmina ingat, ia dan Rania begitu antusian mencoba menari salsa bersama beberapa tamu di restoran itu. Malam ini, ada penampilan seorang pianis yang membawakan lagu-lagu romantis nan lembut. Serasi sekali dengan pemandangan laut yang mereka lihat. Kak Miko memilihkan tempat yang tepat, atmosfirnya benar-benar luar biasa.
"Kamu yakin mau pulang besok?", tanya kak Miko.
Jasmina bingung, lah memangnya harus pulang kapan? Toh tiket yang dipesan Rania adalah two-way ticket, datang dan pulang. Namun Jasmina tidak menjawab. Ia hanya mengangguk beberapa kali sambil tersenyum manis.
"Ini masih hari Sabtu Jez, sekolah kita juga liburnya masih lama kok. Baru masuk sehari setelah tahun baru. Aku sama mama baru akan pulang Minggu sore. Gimana? Mau pulang bareng kita aja gak? Lumayan besok kita bisa jalan-jalan sehari lagi. Pastiiii ada tempat yang belum kamu datengin kan?", tanyanya lagi.
Ya iyalaahh pasti masih ada. Lagian Jasmina baru juga 8 hari di Bali. Bahkan Jasmina pun yakin, penduduk Bali sendiri pasti belum khatam sama seluruhhhhhh spot-spot yang ada di Bali. "Masih ada next time kok kak. Besok aku pulang pesawat jam 8, kak Gading yang akan jemput kami", jawab Jasmina.
Kak Miko terdiam. Tatapannya serius menatap laut dan langit secara bergantian. Suasana di meja mereka sunyi untuk sekitar 3 menit, hanya alunan piano yang sedang memainkan lagu "because of you". Lagu itu seakan membangkitkan begitu banyak emosi, Jasmina kuatir akan perubahan topik pembicaraan.
Ia segera mengeluarkan HP miliknya dan mengetik chat ke kak Gading. Ia mengirimkan foto tiket pesawatnya dan instruksi penjemputan. Jasmina pura-pura super sibuk dengan HP.
"Jasmina... aku kehilangan buku itu... kamu tau kan? Buku kesukaanku itu...", cerita kak Miko.
Jasmina pura-pura bengong dan tidak paham. Padahal ia tauuuu banget apa yang dibicarakan kak Miko. Yes, buku "Last destination: 5 ways to your heart".
"You were right Jasmina. Harusnya buku itu aku beli aja! Bego banget yah aku. Aku selalu berharap, buku itu selalu ada untukku tiap kali aku dateng kesana. Aku selalu berharap, tidak akan ada yang mau mengambil buku itu. I mean, dari ratusan mungkin seribuan buku yang ada di toko buku itu, gak mungkin ada beberapa orang yang menginginkan buku yang sama kan? Padahal setiap habis aku baca, aku selalu sembunyiin loh, hihihi", kak Miko tertawa sambil merebahkan punggungnya ke kursi dan menyisir rambutnya dengan kesepuluh jari tangannya.
"Itu toko buku kak, bukan perpustakaan. Memang buku itu buku bekas, covernya udah jelek dan isinya tidak seputih kertas baru. Tapi ia tetap sebuah buku yang bagus, siapa aja berhak memilikinya, bukan?", Jasmina bertanya retorik sambil menatap kak Miko dengan tajam. Begitukah kak Miko menganggap Jasmina selama ini? Sebuah buku second yang dapat ia datangi kapan saja? Dan ketika buku itu telah diambil orang, iya merasa kehilangan?
"Kemaren tuh aku kesana, bener-bener niat mau beli buku itu. Ga tau ya, tiba-tiba aja, aku ngerasa takut kehilangan buku itu. Selama ini aku udah banyak kehilangan, tapi buku itu... dan kamu Jaz, adalah sesuatu yang pengen aku simpen, selamanya", kata kak Miko dengan hati-hati.
Jasmina tidak menjawab. Sebenarnya hati Jasmina ciut. Apa yang akan terjadi bila kak Miko tau kalo buku itu ada dengannya? Eh lebih tepatnya sekarang ada di tangan Bagas. Waduh jangan sampe si Bagas membocorkan soal keberadaan buku itu.
"Apa yang kakak kangenin dari buku itu? Udah baca sampe BAB mana memangnya?", tanya Jasmina. Kebetulan banget nih dia uda hapal matiiii ama buku itchuuuu.
"Uda hampir 75% sih bacanya, tapi aku belon tau endingnya kayak apa. Tapi yang jelas, aku mau beli buku itu karena pengen banget ngasiin ke kamu Jaz. Kamu tau gakkkk. Aku tuh sampe mau pesen online, tapi ternyata buku itu terbatas banget, atau gak begitu terkenal. Jadi aku ga bisa nemuin online. Sayang banget", sesal kak Miko.
Makanan dan minuman telah datang, mereka berusaha makan dengan tenang dengan membicarakan hal-hal lain. Hal-hal netral lainnya. Mulai dari udang di piring yang besar, jeruk yang terlalu manis, atau mayones yang enak. Kak Miko memberikan isyarat kepada para pelayan agar segera mengeluarkan eskrim.
Semangkok eskrim ukuran sedang dengan topping beraneka buah dan coklat. Satu mangkok dan 2 sendok saja. Seketika Jasmina ingat Bagas, sebuah dejavu. Kak Miko mulai melahap es krim itu. "Ayo Jaz, enak banget nih", ajak Kak Miko.
Jasmina memakannya dengan enggan. Bukan hanya karena ini akan mengacaukan dietnya lagi, tapi seakan-akan kak Miko sedang mengejeknya. Apa kak Miko melihat postingan Jasmina di restoran pizza itu? Apakah ia tau kalo Jasmina dan Bagas telah putus? Tunggu dulu! Sejak kemaren kak Miko ga ada tuh bahas soal Gianni! Mana gadis centil itu?
Sudah beberapa hari mereka ada di Bali bersama, dan kak Miko somehow bisa menempel ke Rania, Jasmina dan Devon tanpa perlawanan. Mulai dari sarapan, aneka kegiatan, sampai berpisah setelah makan malam. Mereka selalu bersama, baik Devon dan Rania tidak keberatan. Tapi Jasmina selalu berusaha untuk menghindari percakapan tentang kejadian di lapangan tanah merah, atau tentang Gianni, apalagi tentang Bagas. Mereka semua berusaha untuk netral dan bersenang-senang. Tapi kali ini Jasmina siap. Ia siap blak-blakan.
"Apa aku seperti buku itu kak? Sebuah buku bekas nan lusuh yang sepertinya tidak mungkin akan dibeli orang lain? Sebuah buku yang kakak sembunyikan dari orang-orang? Apakah aku seperti William kak?, tanya Jasmina. Kak Miko jelas kaget. Bagaimana Jasmina tau tentang William? Apakah dia membaca buku itu juga?
"Kalau dipikir-pikir, kakak tuh mirip banget sama Bridgette. Selalu galau dan merasa gak puas dengan situasi di sekitarnya. Ia selalu merasa bisa mengontrol alam semesta beserta isi dan orang-orangnya agar mengikuti kemauannya. Kakak tau? Keegoisannya menyakiti banyak orang. Menyakiti cowok-cowok yang bersamanya selama beberapa bulan dan beberapa tahun. Dan tentu saja, menyakiti seorang William, yang selalu setia menunggunya di tiap fase dalam hidupnya", jelas Jasmina lagi.
Kak Miko makin terkejut. Ia mulai berhenti memakan es krim dan menyeka bibirnya dengan tisu. "Jasmina, apa kamu yang membeli...", kak Miko belum sempat meneruskan kalimatnya...
"Kakak mau tau endingnya? Apa kakak pikir mereka eternal love? Apa kakak pikir cinta William yang begitu kuat mampu bertahan sampai Bridgette bosan berpetualang? Nope kakak. Bahkan seorang William berhak mendapatkan cinta yang lebih besar dari cintanya kepada Bridgette. Michelle menemukannya. Sudah baca sampai situ belum?", tanya Jasmina. Kak Miko menggeleng...
"Seorang Michelle mungkin tidak secantik, sekaya dan sepintar Bridgette. Tapi ia memiliki hati yang tulus dan itikad baik untuk mencintai William. Bahkan William merasa, cinta yang diberikan Michelle lebih besar dari cinta William ke Bridgette. Michelle membuat cintanya begitu fleksibel dan memahami William di tiap fase hidupnya, sehingga cinta mereka bertahan lama. Pada akhirnya, 1 hati kita hanya akan menemukan 1 hati lainnya. Sebuah eksperimen hidup untuk menemukannya. Ada jatuh, bangun, terluka, bahagia, hancur dan bahagia lagi. Proses ini yang harus kita lalui untuk menemukannya", jelas Jasmina.
Kak Miko paham sekarang. Buku itu ada dengan Jasmina. Jasmina yang membeli buku itu! Wow! Ia tidak menyangka gadis itu berani dan… cukup licik sih. Ia benar-benar mengangap Jasmina naif dan tidak berani bertindak "out of the box" bila menyangkut perasaannya.
Kak Miko tersenyum. Entah kenapa perubahan Jasmina akhir-akhir ini membuatnya lebih cantik dan menarik. Tapi peralihan ia menjadi gadis kuat dan misterius seperti ini, membuat kak Miko menjadi lebih bergairah. "Who is this girl, and why she's becoming more attractive", batinnya. Semakin kuat ia ingin mempelajari Jasmina lagi, semakin ingin ia memilikinya.
"Bagaimana jatuh bangunmu dengan Bagas? Sudah selesai proses belajarnya? Kakak denger kamu udah putus", tanya kak Miko dengan tatapan datar dan sedikit jahil, Ia kembali merebahkan tubuhnya mengikuti kursi santai itu, dan merapatkan kesepuluh jarinya. Ia sedang menginterogasi dengan intimidatif.
Jasmina mencoba berfikir cepat. "Ya, memang sudah ga ada apa-apa lagi antara aku sama Bagas. Pada dasarnya memang kami lebih cocok menjadi teman, tetangga dan rekan di OSIS. No hard feeling kok", jawab Jasmina santai.
"And how do you feel about me then?" tanya kak Miko menyelidik. Ia memajukan badannya hingga membentur meja, menopangkan tangannya di atas meja, menyanggah wajah tampannya. Seakan ingin memamerkan dan mengkonfirmasi kepada Jasmina. Apakah ia layak untuk diperhitungkan?
"About you? How bout Gianni kak? Tumben gak nempel kayak prangko?", tanya Jasmina sarkastis. Kak Miko tertawa. "No comment", jawabnya masih mengikik. Jasmina jelas-jelas berani sekarang. Dulu aja, mana pernah ia berani bertanya tentang kisah asmara Miko.
"I must say, I once adore you. I once liked you. I once wanted to be by your side. Once. Pernah loh ya. Semuanya PAST TENSE. Kalo sekarang sih, aku gak ngerasa gitu lagi ya. Mungkin perasaan yang sama dengan yang William rasakan. Lelah menunggu mungkin?", jawab Jasmina.
"Kamu gak pernah bilang kamu nunggu aku Jas, kalau aja kakak tau...", sanggah kak Miko. Jasmina tertawa.
"Pak Slamet aja mungkin tau aku tuh suka ama kakak", Jasmina mulai tertawa jahil. Kak Miko bingung antara mau tertawa atau nyengir. Maksudnya apa? Miko bohong sih, dia tau. Dia tau banget kalo Jasmina suka sama dia, bahkan sejak mereka baru berkenalan. Dia adalah salah satu fans yang paling setia, paling nurut, paling buta malah. Jasmina selalu silau akan pesonanya.
"Tapi ya sudahlah kak, hidup masih panjang. Toh aku juga masih 17 tahun gitu loh kak. Ngomongin soal eternal-eternal love gini mahhh kayanya masih terlalu dini yah. Lulus aja belon, kuliah aja belon, belon tentu dapet kerja hihihihi", canda Jasmina.
"Kalau Devon gimana Jas?", tanya kak Miko penasaran.
"HAH? Devon? Napa anak itu?", tanya Jasmina bingung.
"Iyaaa Devon, udah sampai mana hubungan kalian?", kak Miko mulai memasang tampang detektif swasta.
"Devon kakkk?? Devon yang ituuuu?", Jasmina menunjuk arah villa. "Kenapa dengan Devon? Kami tuh...", Jasmina mencoba mendeskripsikan hubungannya dengan Devon, tapi kata-katanya masih beterbangan di kepala. Tangannya ia jentik-jentikkan seakan-akan mencoba mencari kata-kata yang tepat.
"He likes you... alot. Mungkin bahkan udah lama", jawab kak Miko mantap.
"Whhttaaaaa!!! That's Crazy!", jawab Jasmina sambil melotot dan menggeleng kuat. Melotot tapi matanya mulai bergoyang ke kiri dan kekanan, seakan-akan mencoba mencari jawaban, mencoba mencari pembenaran. Benarkah? Devon menyukai Jasmina?
"Masa kamu ga bisa liat? Dia posesif banget Jasmina. Coba kamu pikirin, siapa yang selalu ada untuk kamu selama ini? Rania, and Devon? Benar kan?", tanya kak Miko lagi.
"Iya sih.... tapi... hemmm...kami tuh bukan begitu kak. Kita tuh udah kayak...apa ya. Sodara mungkin ya. Kita tuh saling bantu, apalagi tetangga gini, dan mereka suka kelaparan, jadi kita suka undang mereka makan dirumah hihihi", gelak Jasmina.
"Think again, gadis pintar. Think think think! Ga silau apa kamu deket-deket ama cowok cakep begitu? Gak ada perasaan sedikit pun sama Devon, huh?", tanya kak Miko lagi.
"Hah... perasaan ke Devon, yang benarrr aja kakkk. Aku tuh baruuu aja putus dari Bagas, baru move on dari kakak juga. Masa iyaaa…..?", Jasmina tiba-tiba dilanda panik. Selama ini, ia benar-benar belum pernah mempertimbangkan Devon menjadi seseorang dalam hidupnya other than teman dan tetangga. Hidup mereka udah fine-fine aja dengan hubungan simbiosis mutualisme ini kok.
"What if Devon really likes you, would you like him back?", tanya kak Miko mantap.
Jasmina tercekat. "Will I like him....",
Hemm... percakapan macam apa ini? Apakah ini akan membuka pikiran Jasmina tentang perasaannya saat ini? Sudahkah ia move on dari Bagas? Sudahkah ia move on dari kak Miko? Sudahkah ia memiliki perasaan dengan Devon?