webnovel

Sebuah Kesalahan

Mentari mulai menampakkan dirinya di ufuk timur. Memancarkan cahaya kemilau terang benderang yang menyapu kulit wajah mulus Wilona.

Perlahan wanita itu mengerjapkan matanya ketika terkena terpaan sinar yang tepat mengenai wajahnya.

"Selamat pagi, Nona!" sapa seseorang yang suaranya tak asing di telinga Wilona.

Wilona melebarkan pupil matanya, mencoba melihat siapa gerangan pagi-pagi begini masuk ke dalam kamarnya tanpa izin.

"Siapa kau?" Pertanyaan itu lolos dari bibir mungil Wilona. Tubuhnya refleks untuk duduk dan bersandar di kepala ranjang king size tersebut.

Ekor mata Wilona mengelilingi setiap sudut ruang itu. Sangat asing. Ia tak bisa mengenalnya meskipun tak dalam kondisi yang seratus persen sadar. 

Semakin Wilona mencoba mengingat apa yang terjadi kemarin. Semakin terasa sakit kepalanya. 

"Jangan mendekat!" Wilona membentang tangannya untuk menghentikan langkah pria tersebut yang mencoba menghampirinya.

"Saya asisten pribadi Tuan Robert. Sekarang Anda berada di salah satu apartemen milik Tuan Robert, Nona. Jangan takut, ini semua telah disetujui oleh Orangtua Anda." Ken terus menjelaskan semuanya agar tak terjadi perselisihan di antara mereka.

Sempat beberapa kali Ken menunduk lantaran saat memandangi bibir ranum mungil Wilona, ia teringat kejadian kemarin malam. Memori Wilona mengecupnya tersemat di dalam benaknya.

"Orang tua?" Wilona tercengang. 

Wilona terlahir dari pasangan yang memang dari keluarga yang raya. Namun, sang Mama telah pergi meninggalkannya untuk selama-lamanya. Setelah itu, tak butuh waktu lama sang Papa menggandeng wanita baru untuk masuk ke dalam rumah mereka.

Sempat terbesit dalam benak Wilona jikalau ini semua direncanakan oleh Ibu tirinya sendiri. Berusaha menyingkirkan Wilona yang bisa menjadi penghalang untuk melancarkan rencananya.

Ya, Wilona seolah sudah tahu niat busuk Ibu tirinya yang ingin menguasai harta keluarganya.

'Aku berjanji akan mengusirmu dari rumah itu,' batin Wilona masih geram. Ia tak setuju dengan Randy—sang Papa yang sangat cepat mencari pengganti Mamanya.

"Nona!" Panggilan itu seketika membuyarkan lamunan Wilona.

"Lalu apa aku tinggal disini selamanya? Pakaianku bagaimana? Barang-barangku semuanya masih di rumah. Apa aku boleh keluar dari sini kapanpun yang aku mau?" Berbagai pertanyaan terlontar dari bibir Wilona.

"Sudah saya ambil semuanya, Nona. Dan sebagian pakaian baru juga sudah tersusun rapi dalam walk in closet."

Wilona menganggukkan kepalanya. Bukan tak ingin kabur dari sana hanya saja ia merasa perlu pergi untuk sementara waktu sebelum mengambil alih semuanya. Wilona tak akan pernah sudi jika seluruh harta milik Orangtuanya diambil orang yang baru saja menjadi penguasa di rumahnya.

"Silahkan, Nona." Ken membentangkan tangannya sambil membungkukkan badannya ketika Wilona lewat di hadapannya.

"Tidak usah seperti itu. Bersikap biasa saja padaku." Sambil menghentikan langkahnya Wilona berkata demikian lantaran ia tak nyaman dengan situasi sekarang. 

Entah mengapa hatinya merasa ada yang tak beres saat melihat manik milik Ken.

"Apa kita pernah bertemu sebelumnya?" Pertanyaan yang kembali diajukan Wilona. 

'Rupanya dia lupa dengan kejadian kemarin malam. Sungguh terlihat jelas perbedaan Wilona kemarin dan hari ini,' kata Ken dalam hatinya.

"Kemarin malam saya membawa Anda dari klub hingga kesini," terang Ken yang membuat mulut Wilona menganga. 

Wilona menggigit bibir bawahnya. "Apa aku melakukan sesuatu padamu? Terkadang saat aku mabuk, aku selalu mengatakan hal-hal yang tidak aku sadari."

"Tidak ada, Nona. Jangan khawatir. Setelah Anda mandi, Tuan Robert mengajak Anda untuk sarapan bersama."

"Aku belum siap bertemu dengannya. Bisakah sarapan disini saja?" Wilona memberi penawaran. Tak pernah terbayangkan jika secepat ini bertemu dengan Robert yang semestinya akan menjadi suaminya nanti.

"Tuan Robert tak menerima penolakan. Jadi permudahkanlah tugas saya, Nona." 

Robert bukan tipe orang yang bisa dibantah apalagi ditolak. Ia tak segan-segan melukai bahkan menyakiti orang yang tak mau menuruti perintahnya.

"Hem ... Baiklah. Apa kau ikut?" Nara memukul-mukul kepalanya kemudian setelah mengutarakan pertanyaan yang tak menggambarkan dirinya seolah sedang berharap pada Ken untuk hadir bersamanya juga disana.

"Saya akan mengantarkan Anda kesana. Untuk sarapan saya tidak akan ikut. Apa ada pertanyaan lain?" Ken mengernyitkan dahinya melihat mimik wajah Wilona yang tampak lesu.

"Aku pikir kau juga ikut. Aku takut jika dia akan memarahiku atau melakukan sesuatu padaku. Aku dengar-dengar jika ia berusia 33 tahun sedangkan aku masih berusia 23 tahun. Terlalu jauh perbedaan usia kami, lalu bagaimana denganmu? Berapa usiamu? Apa kau sudah memiliki kekasih? Atau sudah menikah?" Wilona tak berhenti bertanya sampai Ken memotong pertanyaannya.

"Apa ini tidak terlalu pribadi, Nona? Saya rasa hubungan kita hanya sebatas bawahan dan atasan. Saya bekerja pada Tuan Robert dan mendapat perintah untuk menjaga serta membantu Anda dalam segala hal mulai dari sekarang. Jadi, semua pertanyaan itu tidak bisa saya jawab kecuali hal yang tak berkaitan dengan informasi pribadi." Ken memutar langkahnya untuk pergi dari sana. Membiarkan Wilona untuk mandi.

Wilona masih terpaku di tempatnya. Menatap bayang-bayang kepergian Ken dari hadapannya.

"Sombong sekali," gumam Wilona kesal dengan cara Ken menjawab ketus padanya.

"Apa dia teramat sempurna sampai-sampai tidak mau menjawab pertanyaan itu padahal tidak sulit. Tinggal jawab saja." Wilona masih bergerutu di dalam kamar mandi. Terngiang-ngiang wajah Ken saat air shower mengguyur kepalanya.

Satu persatu memori tentang kejadian kemarin malam terpampang di ingatan Wilona. 

"Astaga!" Ingatan yang sangat jelas ketika ia membelai pipi serta mengelus lengan Ken kemudian dilanjutkan dengan bibirnya yang menyentuh bibir Ken.

"Argh! Aku benar-benar gila!" teriak Wilona keras hingga Ken lari kocar-kacir menghampiri kamar mandi.

Tubuh Wilona merosot ke lantai. Sorot matanya sulit dimengerti. Kedua tangannya saling bertaut, meringkuk di atas kakinya.

"Apa yang terjadi, Nona?" tanya Ken kemudian. 

Tak ada suara. Ken mulai kebingungan harus melakukan apa untuk mencari tahu yang terjadi di dalam kamar mandi.

Tak ada pilihan lain selain mendobrak pintu kamar mandi. Dengan menggunakan tubuh bagian sampingnya, Ken mengeluarkan tenaganya yang besar hingga akhirnya berhasil.

Langkahnya perlahan menyusuri kamar mandi tersebut. Tak ada lagi suara yang terdengar setelah teriakan terakhir.

"Apa yang kau lakukan disini?" Suara itu sontak saja membuat tubuh Ken terkesiap. 

Ken seketika membalikkan tubuhnya refleks melihat Wilona yang terkulai di lantai dengan tubuh tanpa busana.

"Maaf, Nona. Saya kemari karena mendengar suara Nona. Keamanan Nona sudah menjadi tanggung jawab saya. Oleh sebab itu, saya mendobrak pintu dan masuk tanpa izin terlebih dahulu." Dalam hatinya, Ken merutuki sikapnya yang sudah melewati batas kewajaran.

"Saya permisi," tambah Ken kemudian pergi dari sana.

"Bisa-bisanya aku mencium pria itu," kata Wilona setelah Ken menghilang dari pandangannya.

Wilona terus mengumpat dan merutuki kebodohan yang dilakukannya. Ia khawatir jika Ken akan mencapnya wanita yang buruk.

Next chapter