1 1 Keinginan Leon

Warning: BL, Future Content, and totally fiction

.

Check It out!

.

.

Pagi.

Kalau enam tahun lalu seorang Alex akan bangun kapanpun seenaknya, maka beda lagi dengan sekarang.

Dia bukan lagi mahasiswa kluntrang-kluntrung yang sering menganggur atau nongkrong di program enicchisai. Dia juga bukan tukang sebar-sebar feromon cinta kepada teman-teman seangkatannya.

Waktu adalah misteri. Dan hal itu ternyata sudah merubahnya. Walaupun dikecualikan pada satu hal, yaitu eksistensi Leon. Panda-nya. Satu-satunya.

💌Maaf, semalem abis nugas. Aku ketiduran di depan leptop sayang :(

💌 Maaf ya

Alex menghela napas panjang melihat WA-nya hanya bertanda cawang dua tanpa cahaya biru. Dia menggaruk kepala. Bingung baru bangun tidur sepagi ini.

Angka 04:03 a.m tertera jelas di pojokan ponsel. Dan layar leptop masih menyala terang. Belum mati dari tadi malam.

"Ah... mungkin dia masih tidur," katanya pelan.

Hape dicas. Leptop dimatikan. Baru saja mau masuk kamar mandi hape sudah mengeluarkan bunyi notifikasi WA masuk.

Dari keset kamar mandi, Alex langsung putar balik ke dinding stopkontak.

Pola kunci hape digeser tiga kali sangking semangatnya. Salah, geser lagi. Salah, geser lagi. Salah, geser lagi baru benar.

Dikiranya dari pacar kesayangan, eh ternyata dari Prof. Ari.

WA yang tadi masih centang dua tanpa cahaya biru.

💬Aelx, ini saya. Maaf kalau saya ganggu kamu pagi-pagi begini. Saya ada permintaan, selama dua hari ini jam saya tolong kamu isi ya. Saya ada halangan. Hari ini saya harus ke pengadilan untuk membereskan masalah rumah tangga saya.

Tolong ya.

-Prof. Ari-

"Ya ampun, kukira apa," desah Alex. "Tapi kasian juga Pak Ari. Bisa-bisanya di umur segitu digugat cerai. Ada-ada aja deh."

💬 Iya pak. Saya usahakan.

-Alex-

Hape dicas lagi, Alex lalu menyeret kaki ke kamar mandi. Mood menjadi malas-malasan karena kenyataan barusan memang di luar ekspektasi.

"Missed call sampai lima kali gitu," gumam Alex. "Kuharap dia gak ngambek aja hari ini."

Ratusan butir air shower menghujani dirinya setelah itu.

.

.

.

Pukul 06:30 a.m. Hape yang sudah dicas penuh tergeletak di atas meja makan mini. Tepat di samping secangkir kopi hangat dan kotakan fastfood pesan antar.

Alex berdiri di depan cermin lemari setinggi badan dan menyimpulkan dasi. Sudah rapi. Sudah wangi parfum dan deodoran mahal. Tapi tak lama kemudian terdengar bunyi memalukan dari perutnya.

Kruuuk

Seketika mood bagus kembali hilang.

"Ck. Iya-iya aku sudah selesai. Dasar tukang protes," dumalnya pada perut sendiri.

Memang unik, tapi itu sudah jadi kebiasaan karena bertahun-tahun hidup merantau sendirian.

Duduk.

Baru saja mau membuka sendok plastikan mendadak notifikasi bernada khusus bunyi.

"Dia online?"

Hape dibuka seketika.

Dan memang iya, karena sudah kapok tak ingin terbodohi lagi.

Notifikasi bernada khusus yang barusan dia setting benar-benar dari orang yang diharapkan.

💌Iya. Aku gak papa.

💌 Cuma mo ngingetin aja. Ntar abis kuliah kamu harus ngosongin jadwal. Udah janji kan mo nemenin aku ke galeri seni?

Alex tersenyum tipis.

💌Iya sayang

Belum ada lima detik balasannya sudah muncul di permukaan.

💌Kalo sampe gak dateng kutonjok... yang di bawah :(

Seketika Alex ingin ngakak, tapi entah kenapa juga ingin ia tahan.

💌Iya... Iya... Iyaaaaaa... sayaaaang...

WA yang terbaru hanya dibaca.Tanpa balasan.

Alex tahu kenapa anak itu agak memaksa hari ini. Sebab kalau melihat kalender meja, tanggal 15 Juli memang sudah ia tandai dengan spidol merah setahun lalu.

Notabene yang tertulis begitu singkat: Our Sixth Anniversary. Happy Sweetversary for us

Sejak seminggu lalu si Panda sudah memintanya memeriksa jadwal kuliah, janji-janji penting dan lain sebagainya harus dibatalkan-katanya. Padahal biasanya dia tidak suka melakukan hal-hal ribet semacam itu. Penasaran sedikit membuatnya memeriksa alarm kegiatan di kalender ponsel.

Karena itulah bisa ditebak segala sesuatunya.

Ahh... Dasar Panda. Pakai alasan minta ditemani ke galeri segala. Minta kencan langsung seperti biasanya apa susahnya sih, pikir Alex.

Yah walaupun... bisa dibilang Alex sudah terbiasa dengan tingkah tsundere-nya. Jadi biarlah. Kadang-kadang sifat seperti itu justru malah menggemaskan baginya.

💌Tapi kalo ngaret sedikit gak bakal kena tonjok kan?

Balas Alex sekali lagi. Mendadak ingin iseng mengusili.

💌Justru bakal kupotong habis :(

Balasan terbaru membuat Alex tak bisa menahan tawanya lagi.

"Astaga anak ini.... hahahaha... Dasar gila..."

Leon mendengus.

Rama, si teman sekamar di asrama menoleh heran.

"Kenapa lagi Leon? Kok kelihatan bete gitu?" tanya Rama.

Leon melempar ponselnya begitu saja ke atas kasurnya.

"Nggak. Cuman lagi sebel aja." Jawabnya asal-asalan.

"Sebel? Sama siapa emang?" tanya Rama lagi.

"Cuma orang gila yang lagi kehabisan obat," jawab Leon dengan nada meninggi.

"Oh... pasti Kak Alex kan?" tebak Rama.

"Nggak. Kubilang Cuma orang gila juga." Tegas Leon lagi.

Dia lalu berjalan dengan langkah menghentak. Persis seperti sedang latihan Pramuka sebelum paskibra.

Masuk kamar mandi. Banting pintu.

Brakh

Rama Cuma tersenyum tipis melihat itu.

Dia tahu.

Dia bisa mengerti kalau Leon sudah seperti itu.

Brakh

Mendadak pintu kamar mandi terbuka lagi. Dan Leon buru-buru keluar dengan kaos terbalik asal-asalan.

"Loh kenapa keluar lagi?" tanya Rama penasaran.

Leon langsung menyasar handuk di gantungan dan putar balik lagi ke lamar mandi.

"Nggak. Cuman lagi pengen nonjok ni handuk. Pake ketinggalan segala sih. Ck."

Brakh

Bantingan pintu edisi tiga.

Dan tawa Rama pun pecah seketika.

"Ampun deh... Leon... Leon... kayak cewek lagi dapet aja hahaha..."

.

.

.

Di kampus, Alex biasanya memilih jalan memutar demi melewati koridor yang lumayan sepi. Sebab para mahasiswi yang menyukainya bisa jadi bergerombol untuk mencegatnya sepagi ini.

Bukannya narsis. Tapi sejak dirinya menjadi AsDos memang hampir selalu begini setiap hari. Ada yang pake alibi mau minta bimbingan lah. Ada yang minta bantuan bikin skripsi lah.

Pasti ada-ada saja.

Walaupun kadang satu-dua mahasiswi tetap saja tak bisa ia hindari.

"Hai Kak Alex!!" sapa mereka.

"Iya, hai juga kalian..." sapa Alex balik. Dia melambaikan tangan sambil memasang senyum lima jari.

Mereka terlihat senang seolah dirinya benar-benar memberikan simpati, padahal begitu masuk ke ruang kerja Dosen... senyum itu langsung dibumbui dengan rasa kecut tumpukan berkas di atas meja.

"Jadi AsDos kayaknya keren..." gumamnya sendirian. "Padahal jadi malah sibuk gini..."

Duduk dan menggerutuk jari, Alex bersiap menjalankan tugas sembari menunggu Windows komputer menyala.

Baru saja mau menyentuh mouse, mendadak ponselnya berdering tanda panggilan masuk.

Haris, calling...

"Oh, tetangga sebelah. Kukira siapa," gumam Alex. Lalu mengangkat telponnya. "Halo, ini Alex?"

"Oi tetangga rese, barusan tidur gua keganggu tukang kirim paketan, tahu," protes Haris dari sebrang sana. "Lagi-lagi manfaatin gua deh. Dasar..."

Alex meringis. Ekspresi muka tanpa dosa. "Ahahaha.... maaf banget deh ya. Soalnya kamu kan yang sering di rumah..." katanya. "Ngerti kan aku gak bisa nerima barangnya dengan aman kalo kutulis alamat apartemen sendiri. Hehehe..."

"Iya aja, tapi traktir makan buat besok lu." Kata Haris. "Lu kan ngerti, abis ngetik-ngetik gini, editor kayak gua bakal gampang laper."

"Iya deh," jawab Alex. Santai.

"Mau apa aja boleh kalau besok. Yang penting sekarang tolong taroh tu paketan di bufetku oke. Kayak biasanya...."

"Ck. Okelah."

Alex pun tertawa kecil. "Makasih ya tetangga terbaikku, Hahah..."

"Diem lu bacot."

Tuuuut.... tuuuut....

"Ahahah... dia emang baik banget. Semoga makin betah aja jadi tetanggaku... Hahah..." tawa Alex. Lalu menghela napas panjang lagi.

"Dengan begini hadiah buat Anniversary-nya beres... perfect." katanya pelan.

avataravatar
Next chapter