2 One More Time One More Chance

Pagi menyapa, membuat setiap orang mulai melakukan aktivitasnya. Jalan-jalan mulai ramai, banyak kendaraan berlalu-lalang, suara klakson kendaran-kendaraan yang bising terdengar nyaring ditelinga.

Namun kebisingan itu tak mengganggu tidur seorang pemuda yang masih nyaman dengan dunia mimpinya.

Hingga tepat pukul tujuh suara alarm membangunkannya.

Kriingg....kriingg...kriingg....

Dengan setengah sadar pemuda itu mematikan alarmnya lalu berjalan gontai menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya.

Setelah 15 menit membersihkan dirinya dan memakai pakaiannya pemuda itupun keluar dari rumahnya dan bergegas pergi.

"Bising sekali", gumamnya sembari memasang aerphone pada telinganya dan berjalan menuju sebuah kafe yang tak jauh dari tempat tinggalnya.

Tak membutuhkan waktu lama, 15 menit berjalan pemuda itu sampai didepan sebuah kafe yang ia tuju.

"Gidae Kafe", nama kafe yang dituju pemuda itu.

Diapun langsung membuka pintu dan memasuki kafe itu. Tempatnya masih sepi, suasananya masih tenang hanya terlihat ada 2 orang yang tengah bersiap untuk membuka kafe tersebut.

"Pagi Res", sapa salah seorang tersebut dengan senyum ramahnya.

"Pagi", balas pemuda itu singkat sembari berjalan pergi menuju sebuah ruangan yang ada di kafe tersebut.

Zian Ares atau sering dipanggil Ares, pemuda pemilik "Gidae kafe". Seorang pemuda yang ramah namun juga keras kepala.

Setelah memasuki ruangannya, Ares langsung mendudukkan dirinya pada sebuah sofa kecil yang tak jauh dari jendela.

Ruangan yang didominasi warna biru Dongker itu terasa sangat nyaman baginya. "Kamu apa kabar?", ucapnya lirih entah pada siapa. Pandangannya pun tertuju pada lipatan origami burung yang tergantung indah disudut ruangannya lalu beralih pada sebuah surat yang terbingkai indah di atas meja kerjanya. Surat yang selama 2 tahun ini disimpannya.

"Res!?, Ngelamun aja masih pagi nih", ucap Raka karyawan Gidae Kafe sekaligus sahabat Ares.

"Ketuk pintu dulu sebelum masuk, gini gini juga aku Bos kamu ya Ka disini", ucap Ares sedikit kesal.

"Sudah ya, bahkan itu pintu sampai hampir berlubang saking lamanya aku ketuk dan gak ada jawaban", jawab Raka dengan sedikit candaannya.

"Ada apa?", Tanya Ares tak menanggapi candaan Raka.

"Gak ada apa-apa hehe", jawab Raka dengan cengiran khasnya. "Nih sarapan, kamu pasti belum sarapan kan" tambah Raka sembari menyodorkan roti dan juga sekotak susu pada Ares.

"Perhatian amat kayak pacar aja hahaha", canda Ares sambil menerima roti dan susu yang diberikan Raka.

"Idih, aku masih normal ya", jawab Raka dengan wajah yang dibuatnya seolah-olah jijik.

"Ha...haha...haha...."

Merekapun tertawa bersama-sama.

Lelah tertawa Ares mulai memakan roti yang diberi Raka padanya sembari sesekali melihat kembali surat yang dua tahun ini tak berani dibacanya.

"Berhenti jadi pengecut Res", ucap Raka tiba-tiba. Yang hanya dibalas dengan raut wajah seolah-olah bertanya pada Raka.

"Berhenti jadi pengecut dan lari dari kenyataan, sudah dua tahun kan?" Ucap Raka yang seolah-olah tahu kebingungan Ares.

Ares hanya diam tak menjawab, matanya masih tertuju pada surat yang entah sejak kapan ia genggam.

"Baca suratnya!, Itu akan membuatmu lega", ucap Raka lagi.

"Aku takut Ka", jawab Ares lirih dengan tatapan sendu nya.

"Dia bahkan tak mengucapkan apapun saat itu" tambah Ares.

"Maka dari itu baca suratnya, kasihan itu tinta bulpoin kebuang sia-sia", jawab Raka dengan sedikit candaannya.

"Nanti", jawab singkat Ares dengan sedikit tersenyum.

"Ruanganmu juga, suram amat suasananya Res, ganti aja warnanya" ucap Raka lagi berusaha mengalihkan pembicaraan.

"Gak akan!" Jawab Ares cepat.

"Kenapa?, Daripada terjebak masa lalu lama-lama. Bahkan kau masih menyimpan 100 origami burung itu, yang kau tau sendiri itu akan menyakitimu setiap kau melihatnya", ucap Raka sedikit meninggikan suaranya, merasa kesal juga dengan sifat keras kepala sahabat sekaligus bosnya itu sembari menunjuk ke pojok ruangan Ares.

"Bahkan disetiap sudut kafe ini juga banyak lipatan origami, padahal setelah kejadian itu kau sendiri tak menyukai origami lagi", tambah Raka dengan nada kesalnya.

"Aku memang tak menyukai origami lagi Ka, namun dengan adanya origami-origami itu aku bisa selalu mengingat nya. Itu benar-benar terasa menyesakkan sekaligus melegakan untukku", jawab Ares dengan tersenyum getir.

"Hah, terserah kau saja Res, ingat baca itu surat sudah dua tahun hanya kau pandangi saja. Jangan tenggelam dalam penyesalan", ucap Raka merasa prihatin dengan sahabat nya itu lalu pergi meninggalkan ruangan Ares .

"Raka!", Panggil Ares sebelum Raka sampai di dekat pintu. "Terimakasih".

Raka pun hanya membalas ucapan Ares dengan anggukan dan tersenyum tipis lalu pergi keluar ruangan Ares.

Setelah Raka keluar dari ruangannya, Ares masih diam dan mulai memikirkan perkataan sahabatnya itu,

"Mungkin ini waktunya" ucapnya pada diri sendiri, dengan perlahan membuka surat yang selama ini hanya bisa ia pandangi.

~One more time One more chance

Sebuah kalimat yang membuatnya tertegun.

~ORIGAMI.

Haii...šŸ‘‹šŸ‘‹

I'm back hehe, Terimakasih sudah mau mampir.

Jangan lupa tinggalkan jejak ya, minta likešŸ‘, komenšŸ“£ dan kritik yang membangun.šŸ’¬

sampai bertemu di chapter selanjutnya

avataravatar
Next chapter