3 Anyelir dan Lavender

Setelah Raka keluar dari ruangannya, Ares pun masih diam dan mulai memikirkan perkataan sahabatnya itu, "mungkin ini waktunya", ucapnya pada diri sendiri.

Dengan perlahan membuka surat yang selama ini hanya bisa ia pandangi.

"One more time, One more chance", sebuah kalimat yang membuatnya tertegun.

.

.

.

.

.

.

Kedua indra penglihatannya tak henti-hentinya membola saat membaca dan mencoba mencari makna pada setiap kata yang ada pada surat itu. Dadanya terasa sesak, matanya terasa panas, semua rasa penyesalan itu kembali meluap, semua emosi yang selama ini dia tahan kini keluar tanpa diminta. Dia pun melipat kembali surat itu, sembari menghela nafas berusaha menetralkan kembali nafasnya yang sesak karena tangis yang berusaha dia tahan.

"Kau tahu, dia benar kau seharusnya tidak usah mempertahankan seseorang sepertiku dalam ingatan mu", ucap Ares lirih dengan isakan yang semakin mengeras. Mengingat kembali masa lalunya, saat dimana dia kehilangan kendali akan emosinya, saat dimana dia kehilangan sosoknya yang berharga.

#Flash back on.

"Apa!?, Apa yang akan kau jelaskan!?. Kau ingin aku memaafkan mu?", Ucapku pada gadis di depanku. Diapun mengangguk dengan ragu.

"Kalau begitu bisakah kau pergi. Aku tak ingin melihatmu lagi!", Ucapku disertai dengan emosi.

Tubuh gadis itu terhenyak mendengar ucapan ku, lalu tanpa berkata apapun dia berlalu dengan sebuah senyuman getir yang dia berikan padaku.

#Flash back off.

"Haha bodoh seharusnya dulu aku tak pernah menyuruh mu pergi, seharusnya dulu aku menahan mu untuk tetap disini", gumam Ares lirih disertai dengan isakan yang menyesakkan.

Setelah puas dengan tangisannya, Ares pun membuka jendela yang ada pada ruangannya. Menghirup banyak-banyak udara yang masuk, mengisi kembali kembali paru-paru nya dengan udara hangat musim semi.

"Tok..tok..tok..", suara ketukan pintu membuat Ares kembali tersadar. "Res, sudah waktunya kafe buka", ucap Raka dari balik pintu. Ares melihat jam yang ada ditangannya, "huft... Sudah jam sembilan ya", ucap Ares lalu pergi keluar untuk membuka kafe.

Gidae Kafe, kafe milik Ares yang tak terlalu besar namun cukup nyaman bagi para pengunjung. Dengan didominasi warna biru yang menenangkan dan jangan lupakan ada cukup banyak hiasan origami disetiap sudut kafe yang menambah kesan unik.

Pekerja di kafe pun tak banyak, hanya ada tiga orang termasuk Ares, sang pemilik kafe.

Sejak dibuka pukul 9 pagi tadi, Gidae kafe cukup ramai didatangi pengunjung, ramainya kafe mampu membuat Ares lupa sejenak akan rasa sesaknya pagi tadi.

Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 10 malam, suasana siang yang ramai berganti dengan malam yang tenang. Kafe sudah tutup sejak 1 jam yang lalu, namun masih terlihat didalam kafe ada dua pemuda yang tengah duduk berhadapan dengan tenang. Dinginnya udara malam tak mengusik perbincangan dua orang tersebut.

"Jadi apa yang membuat matamu sembab tadi pagi? Sungguh kau terlihat jelek sekali. Kekeke..." Tanya Raka diselingi candaannya memulai percakapan.

"Aku.... sudah membaca suratnya", ucap Ares dengan tatapan kosong seolah-olah mengingat kembali setiap kata pada surat yang dibacanya pagi tadi. Raka tak berkata apapun, dia hanya diam mendengarkan Ares melanjutkan ucapannya.

"Kau tahu Ka, setelah membacanya rasa penyesalan ku semakin menjadi, semua hal tentangnya seakan-akan berlomba-lomba memasuki otakku kembali....", Ares diam sejenak, memberi sedikit jeda pada ucapannya berusaha menetralkan emosinya kembali. "Dan yang paling membuatku sesak adalah senyum terakhirnya, langkahnya yang menjauh karena aku yang meminta. Aku yang membuatnya pergi, seharusnya saat itu aku mendengarkan semua..... Haha aku memang bodoh", lanjut Ares merutuki dirinya sendiri. Raka hanya bisa terdiam, dia hanya mampu mendengar apa yang Ares katakan.

Ares kembali menangis, mencoba meluapkan rasa sesak yang ada pada dadanya.

"Res tak apa, itu semua bukan sepenuhnya salahmu. Bahkan kau selalu mengirimi nya bunga kan", ucap Raka mencoba menenangkan sahabatnya.

Arespun mengusap air matanya, ia kembali teringat akan rutinitasnya selama dua tahun belakangan ini. Ya, dia harus segera memesan sebuket bunga lalu "mengunjungi" tempat gadis itu.

Dia pun segera bergegas pergi meninggalkan kafe dan tentu saja meninggalkan Raka juga disana.

"Aishh... Malang sekali nasibku, menjadi tempat curhat sampai larut malam lalu ditinggal begitu saja, dasar Ares", ucap Raka sedikit kesal namun disertai dengan senyuman lega.

Ares pun bergegas meninggalkan kafe tak memperdulikan Raka yang masih ada didalam kafe.

Dia bergegas menuju halte bus terdekat sembari melihat jam ditangannya. "Yakk... sial sudah tengah malam", rutuknya pada diri sendiri.

Walaupun toko bunga yang dia tuju buka 24 jam namun tetap saja dia nanti akan pulang larut dan tidak cukup istirahat.

Tak menunggu lama bus telah berhenti tepat didepan Ares, Ares pun menaiki bus tersebut. Hanya butuh waktu 20 menit Ares telah sampai tempat tujuannya. Dia pun turun dari bus tersebut lalu segara memasuki toko bunga itu.

"Krincing...", Bunyi lonceng pada pintu toko bunga itu menandakan ada seseorang yang masuk.

"Selamat malam, selamat datang, ada yang bisa saya bantu", sambut penjaga toko bunga ramah.

"Ha..ha.. tak perlu terlalu formal padaku, tolong buatkan sebuket bunga seperti biasanya Mala", jawab Ares dengan tawa bersahabat.

"Yakk.. ku kira tadi bukan kamu Res", ucap Mala sedikit kesal. "Lagipula aku harus ramah pada siapapun pelangganku" tambahnya lagi.

Ares hanya tersenyum mendengarnya.

Mala pun dengan cekatan mengambil beberapa tangkai bunga Anyelir merah dan Lavender, lalu merangkainya menjadi sebuket bunga yang cantik.

"Ini sudah siap", ucap Mala sembari menyodorkan buket bunga itu pada Ares.

"Terimakasih", ucap Ares mengambil buket bunga dan membayarnya.

"Kau akan mengunjunginya tengah malam begini?", Tanya Mala.

"Ya" jawab Ares singkat. "Hanya ini yang bisa kulakukan saat ini", tambahnya lagi.

"Jangan terlalu banyak menangis disana tak ada yang mau memapah mu pulang kalau kau kehabisan tenaga karena menangis. kekeke...", Ucap Mala disertai dengan candaan, namun terlihat tatapan iba yang dia berikan pada Ares.

"Tidak akan", jawab Ares dengan senyum getirnya. "Aku pergi", tambahnya lagi sembari melangkah keluar dari  toko bunga itu menuju "tempat" gadis itu.

.....

"Untuk saat ini hanya memberimu sebuket bunga Anyelir merah dan Lavender yang bisa kulakukan untukmu.

Kau tahu, Anyelir merah mempunyai makna aku tidak akan pernah melupakan mu, dan Lavender memiliki makna kesetiaan, kuharap kau suka". ~ZianAres

avataravatar
Next chapter