webnovel

Orang Biasa

Aku orang biasa, memiliki kehidupan biasa, keluarga biasa, dan orang tua biasa. Namun segala sesuatu di dunia tidak ada yang biasa, selalu ada sisi gelap di baliknya. Apa sisi gelapku?

adimaspanji · Action
Not enough ratings
16 Chs

10 Perintah Tuhan

Clank, clank, clank.

Suara Pedang kami saling berbenturan terdengar di seluruh tempat latian. Aku memegang katana sederhana yang biasa di gunakan untuk berlatih. Di depanku ada Naula yang memegang pedang panjang dengan tatapan yang berubah 180' dari saat dia menjadi wasit.

Tatapannya saat ini sangat tajam, menusuk hingga ke kedalaman jiwa. Memang, saat ini kami tengah berlatih pertempuran menggunakan pedang. Jika sebelumnya aku berlatih dengan Paula menggunakan tangan kosong. Maka saat ini aku kembali berlatih dengan Naula menggunakan pedang.

Paula berspesialisasi dengan tangan kosong, sedangkan Naula menggunakan pedang dan senjata-senjata lain. Namun meski dia menguasai semua bentuk senjata, dia sangat ahli dalam permainan pedang, maka dari itu saat berlatih, dia selalu menantangku dengan permainan pedang.

Yah, untuk orang biasa sepertiku, mau memakai senjata apapun tetap akan susah mengalahkan orang berbakat sepertinya.

Tiba-tiba Naula mengeluarkan energi yang menjulang ke angkasa, energi itu terasa sangat tajam layaknya pedang yang menjulang tinggi.

'Sial, niat pedang' Fikirku.

Niat pedang adalah sebuah tehnik yang mana, orang yang melatih pedang dapatkan saat keterampilan mereka mencapai puncak ilmu berpedang. Niat tersebut menggambarkan pedang itu sendiri. Bahkan dalam buku legenda yang aku baca, seorang pendekar pedang dapat memotong apapun tanpa harus menarik pedangnya. Mereka bisa menggunakan apapun dan merubahnya menjadi pedang itu sendiri menggunakan niat pedang.

Maka dari itu, meski saat ini kami hanya berlatih tanding, aku tak bisa meremehkan Naula sedikitpun. Meski kami saat ini menggunakan pedang untuk berlatih, kenyataannya Naula seperti menggunakan pedang sungguhan.

Setelah mengeluarkan niat pedangnya, naula lalu melesat ke arahku dari depan, dia mengayunkan pedangnya ke arah pinggang dengan ayunan sederhana. Namun dari sisiku serangan itu terlihat mengarah ke segala arah di tubuhku membuatnya bahkan tak dapat menghindar kemanapun. Dan aura yang di bawa serangan itu begitu mencekik membuatku sulit bernafas. Aku perlu beberapa usaha untuk dapt menggerakkan tubuhku dan mengangkat katanaku untuk bertemu dengan pedang Naula.

Saat serangan kami bertemu, aku sengaja mengendurkan tenaga di pedangku, membuatku terlempar ke belakang yang menghentikan kombo yang akan di lakukan Naula. Melihat serangannya di batalkan dengan mudah, dan aku berhasil lari dari serangan selanjutnya tak membuat Naula panik. Dia dengan tenang memutar tubuhnya ke samping dan melesat lagi ke arahku. Namun saat tubuhku terpental kebelakang aku mengayunkan katanaku ke tanah membuatku terhenti di udara sebelum mencapai tempatku terjatuh seharusnya.

Lalu aku menghentakkan kakiku yang baru saja mencapai tanah ke arah Naula yang masih dalam proses memutar tubuhnya. Hentakan kakiku membuatku melesat ke punggung Naula yang tengah berputar, aku lalu merendahkan tubuhku dan menghantamkan bahuku ke arah punggung Naula membuatnya kehilangan keseimbangan. Saat Naula kehilangan keseimbangan dia melompat ke depan dengan rol berusaha untuk menghindari seranganku yang datang setelah tubrukan itu.

Seranganku meleset melewati punggung Naula yang merunduk ke depan. Setelah rol ke depan dia kembali berdiri dan menyiapkan kuda-kuda untuk menyerangku lagi. Sedangkan aku, yang serangannya meleset hanya bisa melompat ke belakang dan memasuki keadaan bertahanku lagi. Argh sangat susah menghadapi orang ini sungguh, bagaimanapun kau menyerangnya dia akan selalu bisa menghindari seranganmu, entah itu menusuk, menebas, atau apapun. Namun memang ada sedikit kelemahan dalam seni berpedangnya dan itu adalah saat ini.

Naula melesat ke arahku dari bawah, dia menekuk tubuhnya menjadi setengah tinggi tubuhnya membuat kecepatannya meningkat tajam. Aku juga kesusahan akibat dari gerakannya ini, namun inilah kesempatan yang aku dapatkan untuk mengalahkannya.

"Seni berpedang Harimau putih gaya pertama menantang surga" Naula bergumam dan menebas pedangnya dari bawah ke atas mencoba menjadikan tubuhku dua bagian.

Jhoniku yang berada di bawah merasakan perasaan merinding yang sangat tidak menyenangkan. Bagaimana itu bisa tetap tenang saat itu menjadi bagian yang akan terkena pertama jika serangan itu berhasil terhubung?

Saat itulah aku memusatkan energi dari dantianku ke telapak kaki dan dengan paksa mendorong kakiku ke belakang, hal itu membuat tubuhku ikut bergeser kebelakang. Pedang Naula melesat di depan tubuhku dengan jarak hanya beberapa senti, aku bahkan dapat merasakan hembusan angin saat melewati depan mataku. Setelah menghindari serangan Naula aku mengendalikan energi yang ada di kakiku untuk menggeser salah satu kakiku ke depan, dan mengayunkannya ke tubuh Naula yang ada di bawah.

Namun Naula dengan sigap menghindari tendanganku ke samping, namun aku sudah mengetahuinya. Tanganku yang bebas sudah menunggunya datang. Dengan sigap aku memegang bahunya dan memutarnya ke arahku membuat kami berpelukan. Aku tak membuang kesempatan dan menempatkan katanaku ke lehernya sembari memeluk tubuhnya dari belakang.

"Kau kalah" Kataku berbicara di telinganya. Wajah Naula terlihat memerah saat aku melihatnya dari belakang, tubuhnya juga sedikit bergetar karena aku memeluknya dari belakang.

Paula yang menjadi juri lalu menyudahi pertandingan dan mengumumkan aku menjadi pemenangnya. Setelah pengumuman itu aku langsung melepaskan Naula yang masih aku peluk. Dia lalu berlari dan menoleh ke arahku dengan wajah merahnya. Nafasnya bertambah cepat dan terengah-engah. Aku berpura-pura mengalihkan pandanganku ke arah lain mencoba menjadi tak bersalah di situasi ini.

"Suatu saat aku pasti mengalahkanmu" Gumam Naula pelan yang hampir lolos dari pendengaranku. Aku hanya bisa menghela nafas mendengar gumaman Naula yang masih terengah-engah itu.

Paula lalu menghampiri Naula dan bertanya kepadanya dengan khawatir.

"Kamu tak apa?"

"Ya, aku baik-baik saja" Jawab Naula sambil menghela nafas.

"Aku heran, saat memasuki ujian sekolah kau mendapatkan skor yang biasa-biasa saja. Namun kenapa sangat susah mengalahkanmu?" Tanya Paula dengan wajah marah ke arahku yang masih duduk di tanah.

"Mana aku tau?" jawabku yang merasa di tindas.

Paula lalu memelototiku dan menarik Naula pergi.

"Wanita memang aneh.." Gumamku rendah.

"Bukan wanita yang aneh, tapi kau" Tiba-tiba suara wanita yang terdengar manis muncul di samping telingaku. Aku terkejut dan berbalik menemukan Diana di sebelahku.

"Kenapa itu menjadi aku?" jawabku polos.

"Kau tau? mereka berdua adalah juara dunia di antara usia mereka. Namun di sesi latihan bodoh ini kau berhasil mengalahkan mereka dengan mudah" Jawab Diana membentakku.

"Mudah katamu? Aku hampir benar-benar mati kau tau? Lagi pula ini hanya berlatih. Aku tau mereka tak mungkin mengeluarkan seluruh kemampuan mereka kan?" Jawabku santai, meski sebenarnya aku tau alasan sesungguhnya kenapa aku mengalahkan mereka berdua tapi aku tetap menyangkalnya di depan Diana ini.

"Argh kau fikir kau bisa membohongiku? ahh sudahlah aku capek berdebat denganmu" Jawab Diana dengan kesal, dia lalu kembali ke lokasi dimana buku-buku berkumpul dan membaca kembali buku-buku itu.

"Ahh mereka bertiga sangat aneh" Gumamku dan akupun berdiri dan berjalan ke arah rumah.

Setelah tiba di dalam Rumah aku melihat ibu tiriku yang tengah sibuk di dapur untuk membuatkan kami makanan, meski sebenarnya keluarga kami bisa memesan makanan yang akan tiba di rumah dengan sangat cepat, tapi ibu selalu bersikeras untuk memasak sendiri yang membuatnya tambah sibuk. Harus memasak untuk kami berlima dan mengurus pekerjaannya setiap hari, pasti ibu memiliki mental yang sangat kuat.

Setelah aku memasuki rumah, alarem di jam tanganku berbunyi dan mengeluarkan cahaya merah. Aku lalu mematikannya dengan menekan tombol lalu sebuah suara di transmisikan ke telingaku.

"Tuan, aku menemukan data-data yang kau butuhkan" Jelas suara itu dengan penuh nada penghormatan.

"Oh ya? oke aku sebentar lagi akan kesana" Jawabku dengan tenang.

"Buu aku akan keluar sebentar" Teriakku sembari mengambil jaket yang ada di gantungan.

"Cepat kembali, makanannya hampir selesai" Jawabnya.

"Oke"

Aku lalu keluar rumah dan berlari ke suatu arah.

Tanpa aku sadari, dari lantai atas ada dua pasang mata yang tengah mengawasiku meninggalkan rumah.

"Kau fikir kemana dia akan pergi?"

"Aku tak tau, sejak kita di rumah ini. Dia dipenuhi dengan misteri. Meski di permukaan sepertinya dia sangat terbuka dengan kita semua, namun aku merasa dia menyembunyikan sesuatu"

"Ya aku juga merasa begitu"

Sementara itu aku yang berlari di pinggir jalan berusaha secepat mungkin untuk sampai ke lokasi yang di tunjukkan oleh orang yang menghubungiku. Saat di jalan, aku tak lupa mematikan pelacak yang di tempatkan ibu di smartphoneku yang mana dia tak tau bahwa aku bisa mematikan dan menghidupkannya semauku.

Setelah yakin bahwa pelacak yang ada di smartphoneku mati aku melanjutkan perjalanan melewati perumahan mewah yang berjejer sepanjang jalan aku menuju. Sejujurnya di sekitaran wilayah rumah tempatku berada hanya rumahku yang memiliki desain paling kuno, setiap rumah yang ada di sekitar kami sudah di perbarui dengan desain yang terbaru jadi tak usah kaget jika rumah kami terlihat paling usang.

Setelah melewati beberapa gang lagi, aku lalu masuk ke sebuah gang sempit yang sedikit kumuh, hingga sampai ke sebuah pintu yang memiliki penampilan usang. Pintu itu terbuat dari kayu logam yang berwarna keabu-abuan terlihat seperti diberi pewarna pada kayu itu. Aku lalu mengulurkan tangan kananku dan mengarahkan pergelangan tanganku ke arah gagang pintu itu. Dari pergelangan tanganku keluar cahaya biru yang menscan gagang pintu yang membuatnya mengeluarkan sebuah suara 'clik' lalu dari balik pintu terdengar suara.

"Siapa"

"Aku orang biasa" Jawabku dengan tenang.

"Masuklah tuan" Balas suara itu dengan lembut.

Aku lalu membuka pintu kayu logam itu dan memasuki ruangan itu. Saat aku masuk, aku di sambut oleh 10 Wanita yang berbaris saling berhadapan satu sama lain dan membungkuk menyambutku.

"Sepuluh perintah tuhan, menyambut kembali tuan" Kata mereka sembari sedikit membungkuk.

"Ya, Silahkan bangkit" Jelasku.

"Berikan aku laporan yang aku minta untuk kau selidiki" Perintahku ke salah satu orang yang berada paling dekat dengaku.