8 Pengecut

Aku sampai dirumah sekitar pukul tiga dini hari. Aku mengutuk diriku yang selalu terbawa suasana. Tapi hal-hal seperti ini hampir selalu ada dalam setiap pertemuan bisnis di malam hari. Berkali-kali aku mencoba berhenti namun aku tahu hanya aku yang bisa melakukan hal ini karena akulah ujung tombak perusahaan. Aku memiliki tanggung jawab untuk meneruskan perusahaan ini. Dan tidak semua bisnis bisa dilakukan di siang hari.

Aku teringat saat aku harus terbang ke luar negeri dalam rangka bisnis. Pesta-pesta liar yang tak terkendali yang diadakan partner bisnisku. Aku tak kuasa menolaknya. Dan kalau boleh jujur, aku membiarkan diriku terbawa suasana supaya aku tidak memikirkan apa yang ada di rumah.

Aku memang pengecut sejati. Aku menerima begitu saja apapun yang dilakukan istriku supaya tidak berlanjut ke konfrontasi. Aku juga tidak mencari penjelasan dari ayahku karena aku tidak menghendaki konfrontasi. Disaat aku ingin melindungi beberapa orang, aku tahu harga dari itu semua adalah diriku sendiri.

Saat mobilku masuk ke tempat parkir, aku melihat ada sebuah mobil asing yang belum pernah kulihat sebelumnya. Aku punya dugaan siapa pemiliknya, karena hal ini sering terjadi sebelumnya.

Aku masuk ke dalam rumah dan hendak naik ke kamar kerjaku, saat aku melihat ada gerakan di kolam renang. Aku menoleh secara refleks dan melihat siapa yang ada di sana, dan aku tidak kaget. Aku berjalan menuju pintu geser kaca yang menghubungkan ruang keluarga dan kolam renang.

"Wah sepertinya kalian sedang asyik, tolong kecilkan suara kalian."

Lucy ada di ujung kolam dengan seorang laki-laki yang kira-kira masih berumur dua puluhan. Mereka tampak sedang asyik bercumbu sambil cekikikan layaknya anak muda yang sedang kasmaran. Lucy mengenakan bikini merah yang sangat minim. Saat Lucy melihatku, dia berenang pelan ke arahku berdiri. Gerakannya mantap dan luwes. Saat sampai di depanku, kepalanya menyembul keluar, "James, aku tidak tahu kamu pulang. Mau ikut?" Tantangnya sambil menaikkan salah satu alisnya yang terukir sempurna

Aku tidak suka dengan cara Lucy mengejekku seperti itu, tapi aku tidak terpancing, "Lucy, Mike sudah dewasa, tolong perhatikan kegiatanmu. Pakai otakmu"

"James… James" Lucy mendesah lalu tersenyum. "Justru karena Mike sudah dewasa. Dia akan lebih mengerti." Lalu dia berenang kembali ke kekasihnya yang tersenyum-senyum seperti orang bodoh.

Aku tidak tahu bagaimana cara Lucy mendapatkan kenalan seperti mereka. Yang kutahu, laki-laki simpanan seperti mereka biasanya memiliki tampang lumayan kalau tidak tampan. Badannya pun kekar berlawanan dengan ukuran otaknya yang kecil seperti burung. Dan Lucy memelihara beberapa dari mereka sekaligus.

Ada yang menjadi pelatih yoganya, pelatih renangnya, sekretarisnya, tukang kue ataupun tukang kolam. Pendek kata mereka tidak keberatan dipelihara bersamaan sekaligus karena itulah pekerjaan mereka. Bahkan aku tahu Lucy mengeluarkan banyak uang untuk membelikan mereka barang-barang. Namun saat Lucy sudah bosan. Jangan harap ada ampun.

Miris hatiku saat mengetahui betapa Lucy bisa memanjakan simpanannya. Sedangkan anakku Mike, yang berada di rumah yang sama hampir tidak pernah berada diruangan yang sama dengan ibunya selama ini. Dia pasti sangat kesepian.

Aku yakin Lucy tidak memiliki setetes pun darah keibuan di dalam darahnya.

Aku melangkahkan kakiku naik ke lantai dua, kamar kerjaku yang kini juga merupakan kamar tidurku telah menanti.

****

Keesokan harinya aku terbangun tepat pukul enam lebih tiga puluh. Mungkin ini adalah efek mulai berumur. Ada hal yang selalu bertambah namun tidak bisa berkurang. Usia.

Pukul berapa pun aku tidur, aku selalu bangun di jam yang sama setiap harinya, kecuali bila aku mabuk berat. Namun setelah bertahun-tahun, alkohol tidak lagi cukup kuat untuk membuatku mabuk. Butuh berbotol-botol minuman keras untuk bisa membuatku mabuk.

Setelah mandi dan bersiap-siap, aku turun dan sarapan pagi sudah tersedia di atas meja. Piringku terisi dua telur rebus setengah matang dengan roti dan bacon panggang yang dioles margarinp harum dengan taburan potongan daun parsley. Di sebelahnya ada sekeranjang roti-roti manis kecil yang masih hangat. Ada beberapa pilihan selai di pojok keranjangnya.

Di samping jus semangka, ada cangkir keramik dari Cina yang motifnya berbeda dari kemarin. Aku tidak tahu kami memiliki berapa set, tapi aku yakin pasti lebih dari sepuluh. Lucy benar-benar tahu cara menghambur-hamburkan uang.

Aku menuangkan kopi yang telah disiapkan di dalam teko keramik, lalu aku menambahkan satu kotak gula ke dalamnya. Aku mulai memeriksa jadwalku hari ini yang telah dikirimkan sekertarisku kemarin malam. Aku perlahan mempelajarinya dan otakku mulai mempersiapkan hal-hal yang perlu kulakukan hari ini. Aku teringat ada beberapa mesin yang memerlukan perawatan berkala, aku mengirimkan pesan singkat ke sekertarisku untuk menjadwalkan kunjungan mekaniknya.

Lalu aku mulai menyeruput kopi untuk meredakan rasa kantuk karena hanya tidur beberapa jam saja. Aku hampir-hampir tidak bisa tidur semalam karena Lucy. Secara logika aku ingin segera mengakhiri hubunganku dengan Lucy, tapi secara emosional aku tidak ingin anakku merasa kehilangan ibunya. Belum pikirku. Sekarang belum waktu yang tepat.

Hari ini adalah ulang tahun Mike yang kedelapan belas, aku ingin mengucapkan selamat sebelum aku ke kantor. Dan aku sudah merangkai kata-kata yang tidak akan menimbulkan masalah. Aku hanya ingin tahu Mike tahu betapa aku sangat menyayanginya. Aku melirik arloji emasku, hadiah dari ayah tahun lalu, jarum menunjukkan pukul tujuh lebih empat lima dan belum ada tanda-tanda kehadiran Mike.

Aku menghela nafas sekali lagi. Aku terpaksa harus menunda ucapan selamatku hingga nanti malam. Karena pagi ini ada meeting dengan para manajer di kantor.

Sesampainya di kantor suasana hiruk pikuk langsung menerpaku. Beginilah kondisi di kantor. Aku merasa sangat nyaman di sini. Betapa tidak aku telah berada di kantor ini sejak awal aku memasuki dunia perkuliahan.

Ada bau harum kopi di udara bercampur dengan bau kertas yang sangat khas. Ada bunyi telepon berdering dan suara-suara orang berbicara. Mereka semua sangat bersemangat dan semangat itu menular. Aku masuk menuju kantorku dengan optimis.

Ruangan kantorku tidak besar namun nyaman. Ada meja kayu mahoni tua serta kursi berwarna coklat tua nyaman di baliknya. Disampingnya ada lemari kayu tempat aku menaruh buku-buku cetakan awal yang telah kami terbitkan sejak awal perusahaan ini didirikan. Beberapa di antaranya telah dicetak ulang beberapa kali.

Ada foto-foto penghargaan serta foto ayahku dengan beberapa penulis atau investor yang mendampingi kami selama ini pada dinding di sebelahku.

Di depan meja kayu ada sofa panjang besar dengan meja persegi di depannya. Sofa itu cukup besar untuk menampung sepuluh orang. Biasanya aku menggunakannya untuk meeting kecil.

Ponselku tiba-tiba berbunyi dan mengagetkanku. Kulihat nama yang tertera di layarnya. Reynald. Aku otomatis tersenyum. Sepupuku, walaupun tindak tanduknya berlawanan denganku, namun aku menyukai semangatnya. Mengingatkanku betapa hidupku sangat membosankan.

"Yes, Rey?" Jawabku cepat, karena sebentar lagi para manajer akan mulai mengisi sofa di depanku untuk meeting mingguan kami.

"James, nanti malam ada waktu? "

"Hari ini ulang tahun Mike, Rey. Aku harus pulang cepat malam ini. Kenapa Rey?"

"Kalau siang ini bagaimana?" Tukas Rey cepat.

Tidak seperti Rey, biasanya Rey akan langsung menutup telepon dan mengajak lain kali, "Well… siang ini aku tidak ada janji. Kamu mau kemana?" Aku buru-buru menentukan janji bertemu karena aku mendengar suara ketukan di pintu.

Pintu kantorku dibuka dan sekertarisku masuk, "Pak, semua sudah datang, boleh saya persilahkan masuk?"

Aku mengangguk cepat ke arah sekretarisku.

"Nanti kita bertemu disana ya James, kukirimkan alamatnya ke ponselmu. Salam buat keponakanku yah." Lalu Rey langsung memutuskan hubungannya.

Itulah Rey, dia selalu impulsif, bersemangat dan tidak mudah sakit hati. Karena itulah aku menyukai sepupuku. Kami sangat bertolak belakang, tetapi justru itu yang membuat kami dekat satu sama lain.

Di umurnya yang sudah hampir mencapai setengah abad, Rey lebih tua lima tahun dariku. Tapi penampilannya sangat berbeda dari masa mudanya dulu. Perutnya yang sixpack telah berganti menjadi one large pack. Rambutnya mulai ditumbuhi uban. Dan rambutnya yang dulu ikal dan tebal kini sudah mulai menipis.

avataravatar
Next chapter