17 Gairah Terpendam

Malam ini aku tertidur sangat pulas. Aku merasa telah bertahun-tahun tidak tidur dengan perasaan puas seperti malam ini.

Keesokan harinya aku bertemu Mike saat sarapan pagi. Dia berkata akan ada janji dengan temannya sehingga akan pulang lebih malam. Aku mengenal beberapa teman Mike sejak dia kecil. Dan aku tahu bergaul dengan teman-temannya akan membantunya mengatasi perasaan Mike saat ini.

Pada dasarnya aku bukan orang tua yang kolot. Aku tidak melarang Mike untuk keluar dengan temannya, sejauh tidak melebihi batas wajar.

Hari itu langit terlihat agak berawan sepertinya akan turun hujan hari ini. Seharusnya musim panas belum akan berakhir. Tapi memang kondisi iklim akhir-akhir ini sulit diprediksi. Perubahan iklim yang cukup ekstrim sering terjadi di beberapa daerah. Banyak yang bilang hal tersebut terjadi karena pemanasan global.

Aku bertemu Bob sesaat setelah sampai di kantor. Aku mengutarakan keinginanku untuk bercerai. Bob tampak tidak kaget. Dia hanya bertanya seputar kondisi finansial pribadiku dan merincikan padaku aset-aset kantor yang ada.

Bob berjanji akan segera menghubungi pengacara perceraianku untuk merincikan aset yang telah menjadi milik Lucy.

Ada yang berbeda dari diriku hari ini. Aku tidak tahan untuk segera menyelesaikan pekerjaanku dan melesat ke Star Noodle. Aku menyuruh sopirku untuk pulang lebih awal hari ini. Dia sudah banyak bekerja lembur menemaniku. Dan aku memilih untuk menemui Anne sendiri.

Berkali-kali aku melirik arlojiku. Pukul tiga tepat aku sudah memacu mobilku keluar dari kantor seperti anak remaja yang hendak kencan untuk pertama kalinya.

Awan-awan gelap sudah mulai mengumpul di langit. Dan matahari sudah mulai tidak tampak sinarnya walaupun waktu masih terlalu dini.

Aku bahkan mengecek cermin berkali-kali hanya untuk memastikan rambutku sudah rapi. Kemarin aku begitu terlena sehingga tidak bertanya nomor ponsel Anne atau alamat rumahnya.

Pukul tiga lebih empat lima aku sudah sampai di depan Star Noodle. Hatiku berdegup kencang saat akan turun dari mobil. Samar-samar terdengar suara petir di kejauhan. Seakan mengiringi suara degup jantungku.

Aku masuk ke dalam resto dan yang duduk di meja kasir masih tetap si Debby yang kakinya terkilir. Aku melihat ke sekeliling restoran dan kemudian Anne keluar dari dapur dan melepas celemeknya sambil meregangkan otot lengan dan pinggangnya.

Anne masih belum melihatku. Hari ini Anne tampak cantik dalam balutan kemeja biru muda berlengan sesiku dan rok selutut biru tua dan sneaker putih yang terlihat nyaman dan usang. Mukanya terlihat polos tanpa make up kecuali lipstik merah kesukaannya.

Anne tiba-tiba melihatku dan mukanya memerah karena menyadari aku pasti sudah lama berdiri mengamatinya meregangkan otot-ototnya. Dia tersenyum dan melambai, "Hai James. Kami sudah bersiap akan tutup sekarang."

"Aku bukan datang untuk makan hari ini Anne."

Anne tampak salah tingkah mendengar perkataanku. Aku yakin beberapa staf di dekat kami menguping kata-kataku. Mereka melihatku penuh penilaian. Mencoba menerka apa hubungan Anne denganku.

"Mereka bisa menutup resto sendiri kan? Hari ini aku khusus disini untuk mengantarmu pulang."

"Eh tidak usah repot James. Aku bisa naik kereta..."

Aku sudah menarik tangan Anne keluar dari ruangan sebelum dia menyelesaikan kalimatnya.

"Tunggu James… Tasku," lalu salah satu pelayan yang belakangan ku ketahui namanya Bella mengulurkan tas Anne kepadanya. Seakan mereka tahu kami sedang terburu-buru.

"Tidak apa-apa Anne. Kami bisa tutup sendiri kok. Sampai ketemu besok ya." Tukasnya cepat.

"Oh baik. Kalau begitu sampai ketemu besok ya." Anne melambaikan tangan ke arah mereka.

Kami telah sampai di dekat mobil. Aku membukakan pintu mobil untuk Anne. Dia terlihat was-was namun akhirnya masuk ke dalam mobil. Aku berjalan memutar dan masuk ke dalam mobil di sisi kursi pengemudi.

"Kamu pasti lapar. Mau makan dimana?"

"James tadi katamu kamu datang bukan untuk makan." Tangan Anne memegang erat tasnya seakan takut aku akan merebutnya.

"Bukan makan di tempatmu Anne. Tapi kita tetap perlu makan kan untuk kencan hari ini," godaku.

"Eh tapi… kupikir ini terlalu cepat James. Kita baru saja bertemu lagi.

Secara refleks aku mencium Anne, sudah lama aku membayangkan hal ini terjadi. Aku melumat bibirnya seperti orang kelaparan. Bibir Anne lembut dan penuh. Anne meronta. Dia mendorong bahuku pelan dan tidak yakin.

Aku memiringkan wajahku dan menemukan posisi yang amat nyaman untuk menciumnya. Dan saat aku menggigit bibir bawahnya, Anne mulai mendesah. Dia tidak lagi mendorong bahuku. Tangannya turun memegang dadaku meremasnya pelan.

Seakan mendapatkan persetujuan, lidahku menyerbu masuk dan menemukan lidahnya. Kami saling berpagut seperti telah bertahun-tahun tidak melakukannya. Pada kenyataannya ciuman ini adalah ciuman pertama kami. Ada rasa rindu yang sangat dalam tergambar di ciuman kami.

Aku memegang buah dadanya dan meremasnya pelan. Anne seakan-akan baru saja disiram air dingin. Dia buru-buru menegakkan duduknya dan menghentikan ciuman kami.

Kami terengah-engah untuk sesaat. Tapi aku merasa yakin dengan responnya tadi bahwa Anne juga memiliki perasaan yang sama denganku.

Anne membenahi rambutnya dengan canggung, "James… aku tidak tahu apakah kita boleh melakukan hal ini. Kalian masih… masih berstatus suami istri kan."

"Perceraianku sudah akan diproses Anne. Tapi kami sudah lama tidak berhubungan seperti suami istri."

"Oh… maaf aku tidak bermaksud…" mukanya memerah.

"Aku tahu kamu merasa seperti simpanan kan?"

Dia mengangguk pelan.

"Kamu bukan wanita simpanan Anne. Bahkan kamulah yang seharusnya mendampingiku sebagai istri."

Aku menyalakan mesin mobil dan lalu mengarahkannya ke restoran italia kira-kira lima belas menit jaraknya dari restoran Anne.

Restoran itu selalu penuh di jam-jam makan. Tapi saat kami sampai, mejanya belum penuh terus karena masih terlalu sore untuk makan malam. Kami memesan satu pizza berukuran besar dan dua pasta untuk kami masing-masing serta sebotol besar cola dingin.

Pastanya lembut dengan aroma keju dan rempah yang kuat. Dagingnya dipotong kecil-kecil dan empuk. Dalam waktu singkat, pastaku telah habis. Piring Anne juga sudah hampir kosong. Aku menyukai wanita yang makannya lahap.

Selama makan kami tetap berbincang-bincang ringan tapi ada ketegangan di antara kami yang menyesakkan. Ada sesuatu yang harus kami selesaikan saat ini juga.

Kami hanya bisa menghabiskan separuh pizza yang telah dipesan. Sisanya telah dimasukkan ke dalam kotak untuk kami bawa pulang.

Hari mulai gelap, aku mengantarkan Anne pulang. Anne memberikan alamat rumahnya. Aku menyetir dengan amat cepat. Rumah Anne ada di pinggiran kota, sepertinya orang tua Anne bukan orang berada. Rumahnya adalah bangunan tua yang terdiri dari dua tingkat, yang sudah puluhan tahun menerima cobaan dari musim yang silih berganti.

Cat bagian depannya sudah banyak mengelupas dan lampunya pun seperti segan menyala. Aku memarkir mobilku di depan rumahnya dan kemudian mematikan mesin mobil, sementara Anne membuka pagar rumahnya.

Setelah pagarnya terbuka, Anne berkata, "terima kasih James sudah mengantarku pulang. Hati-hati…"

Aku menarik tangannya dan berjalan masuk ke dalam rumahnya. Saat Anne memutar kunci pintu rumahnya, aku mendorongnya masuk dan menarik lehernya mendekat ke arahku.

Aku menciumnya dengan sangat intens hingga Anne kehabisan nafas. Aku tidak sadar telah melucuti pakaian Anne. Aku menarik roknya ke bawah dengan mudah. Dan membuka kancing-kancing bajunya dengan cepat dan melepasnya.

Anne dengan gemetaran berusaha membuka kemejaku. Aku merasa tidak sabar dan menarik lepas kemejaku melewati kepalaku. Sepertinya aku mendengar ada suara beberapa kancing yang lepas tapi aku tidak peduli. Aku membuka sabukku dengan tidak sabar.

Saat tubuh kami bersentuhan, pikiranku serasa melayang. Dua puluh tahun aku merindukan aroma tubuh yang sama. Hari ini aku akan mendapatkan apa yang aku mau.

Aku menggelitik ringan dadanya. Aku menikmati keindahan yang ada di depanku.

"James… oh Jangan James." Pinta Anne.

"Jangan apa?"

"Jangan berhenti James… ahhh." Anne memekik pelan saat aku menciumi leher dan bahunya. Lalu aku tak tahan lagi. Aku mendorong Anne keatas sofa di ruangan tengah dan menyatukan tubuh kami. Tubuh kami bergerak seirama dan Anne menahan teriakannya dan menggigit bahuku.

"Oh… Anne… I really miss you." Lalu aku pun mencapai puncak dan menjatuhkan tubuhku ke atas tubuhnya.

avataravatar
Next chapter