Pemandangan indah yang sempat hilang beberapa minggu, kini dapat Reva saksikan lagi. Tangan Reva terulur menyentuh pipi pria di depannya. Tanpa sadar, sudut bibir Reva terangkat dengan sempurna. Tampan, tapi menyebalkan, itulah Sean di mata Reva.
Selain lelah menuruti nafsunya, semalaman juga Reva lelah marah dan berakhir nangis tersendu-sendu. Bagaimana Reva tidak menangis, Sean kembali ingkar janji karena tidak membawanya pulang. Bukannya tidak senang ada di sini, Reva hanya takut dengan Ayu. Telat pulang saja diomelin, apa lagi semalaman tidak pulang?
Mati sudah.
Akan tetapi, mau bagaimana lagi? Semua sudah terlambat, hari pun sudah pagi. Ya sudah, nanti Reva tinggal menerima batunya dari Ayu. Menyingkirkan masalah rumah, Reva kembali menatap pria di depannya.
"Ini gimana ceritanya ya? Aku berdiri diantara tiga orang. Ibu, kamu, Jihan. Dari kalian bertiga, tentu aku aku pilih Ibu. Aku siap relain kamu sama Jihan daripada kehilangan Ibu. Tapi nyatanya, kamu terus dateng."
Support your favorite authors and translators in webnovel.com