webnovel

Cantik sekali

New York

Suara tembakan dari pelatuk senapan yang baru saja ditarik oleh jemari tangan seorang pria dengan rahang tegas dan dilengkapi pahatan sempurna yang membuat para kaum hawa terpesona saat melihatnya. Pria dengan badan tegap yang semakin membuatnya gagah, dibalut kemeja berwarna biru yang sudah terbuka 2 kancing kemeja bagian atasnya, serta lengan pakaian yang sengaja digulung hingga ke siku.

Dengan wajah yang dipenuhi kilatan api terpancar dari netra kebiruan seperti air laut yang mampu menghanyutkan semua orang, tengah fokus menatap ke arah sosok pria yang terlihat sangat mengenaskan di atas lantai dingin yang ada di penjara bawah tanah. Suara dari ledakan pistol sebanyak tiga kali, berhasil membuat darah mengalir dari tubuh yang sudah tidak bernyawa tersebut.

Sementara itu, beberapa pengawal yang ada di sekitar pria yang tak lain adalah Axel Alcatraz, calon penerus dari sang kakek yang menjadi ketua mafia di New York, hanya diam saat menatap perbuatan bos mereka yang tidak pernah mentolerir sebuah pengkhianatan.

Seolah mereka saat ini tengah menahan napas, agar tidak sampai terdengar oleh bos mereka yang tengah turun tangan sendiri untuk membereskan seorang mata-mata yang menyusul dalam kelompok mafia yang ia pimpin.

Hingga suara bariton dari bos mereka, tertangkap indera pendengarannya dan membuat jawaban lolos dari mulut mereka.

"Cepat buang mayat pengkhianat ini ke kandang harimau yang ada di belakang!"

"Ok, Boss."

Tanpa membuang waktu, para anak buah tersebut sudah mengangkat tubuh bersimbah darah itu keluar dari ruangan pengap dan agak gelap yang bahkan banyak debu dan membuat orang sesak saat bernapas di dalam sana.

Pria yang tak lain adalah Axel Alcatraz, kembali memasukkan senapan jenis Dessert Eagle Mark XIX yang menjadi favorit para pemain Counter Strike, karena mampu membunuh seseorang dalam sekali tembakan. Akan tetapi, ia selalu merasa puas jika melakukan tembakan sebanyak tiga kali. Karena ingin meluluhlantakkan tubuh para pengkhianat yang berani macam-macam padanya.

Axel Alcatraz berjalan menyusuri penjara bawah tanah yang gelap itu menuju ke arah pintu keluar dan berhenti sejenak saat sudah berada di luar ruangan pengap tersebut. Karena indera pendengarannya menangkap suara ponsel pintar yang ada di dalam saku celana panjang miliknya yang berwarna hitam. Tanpa membuang waktu, jemari tangan dengan buku-buku kokoh itu sudah menggeser layar ponsel miliknya.

"Ya, Ayah. Ada apa?"

"Besok, kita akan pergi ke Indonesia untuk meninjau lokasi hotel yang akan kita bangun)"

"Baik, Ayah."

Sambungan telepon yang sudah terputus, membuat Axel menatap ke arah ponsel Android keluaran terbaru berwarna hitam miliknya. Jari telunjuknya sudah mencari di mesin pencarian dengan kata kunci Jakarta Indonesia.

Karena ia ingin mencari tahu tentang negara yang menjadi asal dari ayahnya tersebut, agar membuatnya mengerti tentang seluk beluk dari negara yang terakhir kali dikunjunginya saat berusia 15 tahun dulu ketika mengunjungi salah satu teman baik orang tuanya yang tinggal di Jakarta.

Netra sejernih air laut itu kini tengah fokus menatap ke arah layar ponsel yang menjelaskan tentang negara yang sudah lama tidak dikunjunginya.

"Indonesia. Apakah aku bisa menemukannya? Bahkan kata-katanya masih terngiang di telingaku."

Indera pendengaran Axel menangkap suara raungan dari harimau peliharaannya yang bisa diketahuinya telah menikmati menu makan siangnya, yaitu mayat penghianat yang menyusup di dalam istananya untuk mencoba mencari kelemahan yang dimilikinya. Agar ia tidak bisa menjadi penerus dari sang kakek yang ingin menyerahkan semua bisnis gelapnya padanya.

Namun, sebelum itu, sang ayah yang akan memperluas bisnisnya di negara Indonesia, menyuruhnya untuk membantu mengawasi rencana pembangunan hotel yang didalamnya akan ada sebuah restoran mewah, pusat kebugaran, club', fasilitas spa, hingga ruangan perpustakaan dengan deretan buku dari berbagai macam negara dan terakhir adalah ruangan khusus untuk bermain piano.

*******

Indonesia

Suasana di Bandara internasional Soekarno Hatta terlihat penuh beberapa calon penumpang yang terlihat sabar menunggu penerbangan. Sementara itu, di terminal kedatangan, terlihat dua pria yang berbeda generasi, tetapi terlihat sangat tampan dengan wajah khas Indonesia, yaitu Arman Permana. Sedangkan putranya yang mempunyai wajah blesteran dari sang istri yang asli New York.

Axel Alcatraz memiliki ketampanan paripurna yang merupakan perpaduan dari wajah tampan daddy dan mommy-nya, serta bisa membuat kaum hawa yang memandangnya langsung terpesona begitu menatapnya, sehingga tidak sulit baginya untuk membawa semua wanita yang diinginkan olehnya ke atas ranjang.

Namun, ia tidak pernah memakai hati saat menghabiskan malam panjang dengan para wanita yang tergila-gila padanya. Karena hatinya yang dingin, sama sekali tidak pernah tersentuh oleh satu wanita pun yang selama ini memuaskan hasratnya.

Axel melepaskan kacamata hitamnya dan mengamati suasana di depannya. "Apakah kita akan langsung ke perusahaan sahabat Daddy? Atau ke hotel dulu?"

Arman melirik sekilas ke arah putranya dan mulai menanggapinya, "Tidak, kita tidak akan ke sana. Karena Daddy ingin menemui seseorang dulu." Meraih ponselnya dan langsung menghubungi seseorang. Begitu sambungan telepon tersambung, ia mulai mengeluarkan suara baritonnya.

"Halo, kamu di mana? Aku sudah tiba di Jakarta."

"Arman, selamat datang di Jakarta. Datanglah ke butik. Aku sedang membantu seseorang untuk memilih gaun pernikahan."

"Oke."

Arman mematikan sambungan telepon dan memasukkan ke saku celananya, "Kita ke butik dulu." Menepuk bahu kokoh putra kesayangannya dan menyuruhnya untuk berjalan.

Axel hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah sang daddy yang ia ketahui mempunyai masa lalu dengan wanita yang baru saja dihubunginya tersebut. "Jika grandfather tahu apa yang daddy lakukan pada putrinya, mungkin kali ini nyawa langsung melayang.

Arman hanya terkekeh menanggapi kalimat bernada sindiran dari putranya, "Daddy tidak mungkin macam-macam di depan penerus ketua mafia. Tenang saja, Boy."

Tanpa menanggapi perkataan dari daddy-nya, Axel sudah masuk ke dalam mobil dan sudah duduk di sebelah pria yang terlihat bersandar di punggung jok mobil dengan sesekali memijat pelipisnya. Hingga suara bariton dari pria yang sangat disayanginya tersebut sudah memecahkan suasana penuh keheningan di dalam mobil mewah dengan interior indah tersebut.

"Oh ya, Boy. Daddy lupa mengatakannya padamu."

"Apa, Dad?"

"Kemarin daddy Roy mengatakan bahwa arsitek dari hotel yang akan kita bangun adalah seorang wanita muda. Jangan sampai kamu macam-macam pada gadis Indonesia. Karena di sini bukan di New York. Gadis di Indonesia sangat berpegang teguh pada adat ketimuran. Mereka selalu menjaga kesuciannya pada pria yang akan menjadi suaminya. Jadi, pesan daddy, jangan merayunya atau meniduri wanita itu, oke!"

Seringai jahat yang terpancar dari wajah dengan rahang tegas itu, kemudian Axel menunjuk ke arah wajahnya, "Daddy lihat ini? Tanpa aku merayu pun, semua wanita menyerahkan tubuhnya padaku. Jika arsitek itu menyerahkan dirinya padaku, tidak mungkin aku menolaknya, bukan?"

"Astaga, sifatmu ini ...." Arman tidak melanjutkan perkataannya karena sudah dipotong oleh putranya.

"Sifatku ini adalah sifat Daddy saat muda dulu. Jadi, jangan pernah menyalahkan anak yang menuruni sifat orang tuanya," sarkas Axel dengan tersenyum smirk.

Tidak ada jawaban dari Arman, karena ia pun membenarkan semua yang dikatakan oleh putranya. Akhirnya ia hanya diam dan sibuk memijat kepalanya yang terasa pusing karena efek melakukan perjalanan yang melelahkan di udara selama lebih dari 20 jam.

Tiga puluh menit kemudian, mobil yang mereka tumpangi sudah berbelok ke area butik. Tanpa membuang waktu, Axel turun dari mobil begitu mesin sudah mati. Diikuti oleh sang daddy yang sudah berjalan ke arahnya.

"Mommy Laila seperti apa sekarang?" tanya Axel yang tersenyum ke arah daddy-nya.

"Kita lihat saja nanti," ucap Arman yang sudah mendorong pintu kaca di depannya dan melangkah masuk ke dalam butik. Mengedarkan pandangannya untuk melihat ke segala arah, mencari keberadaan dari seseorang yang dicarinya. Hingga suara dari pegawai butik yang menghampirinya.

"Dengan Tuan Arman?" sapa pegawai wanita yang sekilas tersenyum ke arah pria tampan di sebelahnya.

"Iya."

"Nyonya Laila sudah menunggu Anda di dalam. Mari ikut saya."

"Baiklah."

Axel berjalan mengekor daddy-nya dengan mengedarkan pandangannya di ruangan dengan banyaknya aneka pakaian yang tergantung rapi. Hingga saat ia berada di sebuah ruangan khusus, yang di dalamnya ada beraneka ragam gaun pengantin, membuatnya mengerutkan kening.

Kini, suara dari seorang wanita yang baru saja keluar dari ruangan ganti, membuatnya mengalihkan pandangannya pada wanita yang saat ini tengah memakai gaun pengantin.

"Luar biasa, wanita itu cantik sekali. Siapa dia?"

TBC ...

Next chapter