14 Love, Happy, and See You

"KAHIME!!!" sebuah teriakan dari dalam ruangan mengejutkan mereka semua, termasuk keluarga Shitou. Lalu seorang dokter dan beberapa perawat berlari terburu-buru, kemudian masuk ke dalam ruangan Kahime.

Kahime.

Kakak.

*****

"Saki! Apa yang sudah terjadi?!... Ha-ah?..." cetus Yuri segera menghampirinya dan langkahnya terhenti setengah jalan dari mereka. Mata coklatnya terbelalak dan tubuhnya bergemetar, membeku di tempatnya.

Tes...tes...tes...

Tangan Kahime menahan belati yang mau menusuknya sampai mengalirkan darah. Mereka pun terkejut.

"Apa-apa'an ini?! Siapa kamu?! Cepat panggil polisi!!" tegas dokter--Randi, ayah Saki.

"Percuma saja...tidak akan sempat. Aku...bisa mengatasinya. Kalian...tidak perlu ikut campur....termasuk kamu... Saki." ujar Kahime terbata-bata sambil menahan belati dari seorang berjubah hitam dan memakai topeng iblis. Saki tercengang karena tidak bisa membantunya.

"Kamu sudah membuat kesalahan besar. Menunjukkan identitasmu yang sebenarnya, bertemu keluargamu, mengatakan kebenaran, dan mencintai seseorang." kata orang bertopeng iblis itu sambil mendorong belatinya ke arah Kahime. Dia terkekeh dan tersenyum sinis.

"Huh? Memangnya kenapa kalau aku sudah melanggarnya? Mau aku menunjukkan identitasku yang sebenarnya sebagai anak tertua keluarga Shitou, Kahime Shitou. Mau aku bertemu keluargaku karena merindukan keluarga. Mau mengatakan kebenaran. Mau mencintai seseorang. Itu bukan urusan kalian lagi. Sudah cukup lama kalian membuatku menderita. Apa masih belum cukup kalian menyiksaku?" tanyanya dengan sedikit jeda. Lalu melompat ke belakang sambil menendang tangannya sehingga belati tersebut terlempar dan berpindah di tangan Kahime.

Ia tercekat dan mundur. "Bagaimana bisa kamu bisa bertahan dan semakin kuat?" tanya orang bertopeng itu heran.

Kahime lagi-lagi terkekeh, tapi kali ini dia terkekeh bahagia dan senyuman sinisnya semakin lebar. "Ternyata aku udah bikin kamu penasaran. Aku bertahan demi orang-orang yang kusayangi, karena merekalah yang bisa membuatku bertahan sampai sekarang. Aku semakin kuat demi melindungi mereka yang lemah, walaupun aku sudah membunuh dan menindas para gangster yang lemah. Dan sekarang adalah waktunya membalas kalian." jawabnya enteng.

"Kahime kamu sebaiknya jangan melawannya, lukamu belum sembuh." ujar Saki cemas.

"Aku nggak apa-apa. Aku sudah mempersiapkan diri. Luka ini masih belum seberapa, daripada luka di dada ini." balasnya enteng sembari menyobek pakaian rumah sakit yang dia pakai, dan itu membuat mereka semua terperangah.

Ternyata dia sudah memakai sebuah baju yang telah dilengkapi senjata sederhana, dengan model desain yang cocok untuk petarung perempuan. Karena desainnya mengikuti bentuk tubuhnya, meskipun tidak terlalu ketat. Hal itu membuat mereka kaum adam langsung terperangah lebar, termasuk adiknya Mitsuho. Kedua orang tuanya segera menutup mata empat anak laki-laki mereka.

"Putri kita sudah jadi gadis yang kuat ternyata." kata Kaname senang.

"Iya. Sepertinya aku sudah kalah sama putriku kalau adu kekuatan." celatuk Watari blak-blakan.

Orang bertopeng tersebut terkekeh dan melepas topengnya. "Cocok sekali dipakai oleh gadis petarung Naga Hitam yang sekarang sudah berani memberontak. Kamu pikir aku takut, justru sebaliknya aku semakin ingin bertarung denganmu." cetus pemuda berambut hijau dan bermata kuning.

"Terima kasih atas pujiannya, tapi sekarang adalah 'waktunya'." balasnya berbalik menghampiri dan mendekati Saki.

Saki termangu memandang dirinya dan dikejutkan olehnya.

"Saki." panggilnya lembut.

"Ya?" Saki membalasnya dengan melempar pertanyaan sederhana.

Dia memeluk Saki dan memegang kedua tangannya, sehingga mereka saling bergandengan tangan.

"Katakan sesuatu yang ingin kau katakan padaku dari dalam lubuk hatimu." jawabnya sembari menyandarkan kepalanya di dada bidang Saki.

"Aku tidak mau mengatakannya, jika aku mengatakannya kau pasti akan pergi meninggalkan kami." balasnya lirih.

Kahime tersenyum simpul dan menoleh padanya menunjukkan senyuman. "Dasar, cowok brengsek." gerutu Kahime yang perlahan menciumnya. Dia mempertemukan bibirnya dengan bibir Saki.

Ia terbelalak dan menatap sendu, lalu menerima ciuman itu. Ciuman lembut yang sesaat terasa hangat, akan tetapi begitu lepas terasa menyesakkan di dada.

"Kahime, aku benci kamu." kata Saki pelan terus menatapnya tanpa memalingkan wajahnya yang agak merona. Wajahnya pun ikut merona dan tersenyum kecut agak memiringkan kepalanya ke kanan. "Pembohong, bukan itu yang ingin kudengar dan kata hatimu." sahutnya menatap Saki sendu.

Saki menggigit pelan bawah bibirnya ketika tangan penuh noda darah itu membelai wajahnya.

"Kumohon, ucapkan tiga kata itu untukku. Aku ingin mendengarnya darimu dan dari lubuk hatimu yang terdalam." pintanya lembut.

"Aku tidak mau." balas Saki dingin.

"Baiklah, aku beri kamu satu pertanyaan? Kalau kamu menjawabnya dengan cepat aku tidak akan meninggalkanmu, tapi sebaliknya juga kalau kamu tidak langsung menjawabnya." desahnya putus asa. Akan tetapi, ia hanya diam.

"Apa kamu suka aku?" tanyanya pelan.

"Aku suka kamu." jawab Saki cepat.

Kahime melempar senyum dan menghilang secepat kibasan angin bersama pemuda berjubah hitam tadi.

"Kahime." gumamnya pelan dan memeras baju bagian dada kirinya.

*****

Sebelum Kahime menghilang.....

"Maaf, aku harus segera mengakhiri pertarungan ini demi kalian semua. Katakan pada keluargaku kalau aku menyayangi mereka. Dan juga Yuri, katakan padanya bahwa aku sangat senang bisa berteman dengannya. Selain itu,..kalau pengen tahu jawabanku untukmu, tunggulah sampai aku mengajakmu ke suatu tempat, dimana keluarga kita bisa melihat jawaban yang kuberikan padamu."

*****

"Tekadnya sudah bulat, sungguh gadis yang luar biasa." kata Vincent mengisi keheningan ruangan tersebut dan melangkahkan kakinya menghampiri Saki.

"Vincent Yamato, apa kau sudah tahu tentang ini?" tanya Saki dingin penasaran.

"Yang aku tahu, dia akan menjawab semua pertanyaanku dan kembali pada keluarganya. Kalau yang tadi itu, diluar perkiraan kalau ada serangan kecil dan dia akan pergi melawan mereka. Kamu nggak perlu khawatir, lukanya sudah sembuh dan tenaganya sudah pulih total. Dia hanya pura-pura lemah didepan kita, sepertinya dia sudah mengetahuinya." jelasnya enteng.

"Kenapa kamu sama sekali tidak memberitahu kami?" Saki mengepalkan tangan kirinya berusaha menahan kekesalannya.

"Karena aku sendiri baru menyadarinya, kamu beruntung sekali bisa mengenal gadis yang luar biasa seperti dia." tuturnya menepuk pelan bahu kanan Saki. "Sebaiknya kita harus berharap pada yang di atas agar dia kembali dengan selamat dan tanpa luka." sambungnya menghilang dalam sekejap bersama Refan.

"Saki, kita harus mengantarkan keluarga Shitou pulang ke rumah mereka." tutur Yuri pelan.

"Baiklah." balasnya dingin acuh tak acuh berbalik badan memunggungi mereka.

*****

Malamnya di markas Naga Hitam...

Cipratan darah di ruangan gelap terus terdengar, setelah tiga kali tebasan barulah suaranya tidak terdengar lagi. Rambut putihnya penuh noda darah, begitu juga di seluruh tubuhnya. Napasnya terengah-engah diselingi seringai di wajahnya.

"Hah...haha...sudah tidak ada lagi yang tersisa, pemimpin kalian sudah kubunuh...hah...hah...begitu juga kalian...hah..lihatlah kepalanya... Kini berada di tanganku." katanya bahagia enteng, terkekeh keras sampai menggema. Lalu terdiam dengan wajah tanpa ekspresi dan tatapan kosong.

Akhirnya, semua pertarungan dan perjanjian bodoh ini berakhir di tanganku. Akhirnya aku bisa pulang ke rumah dan berkumpul bersama keluargaku lagi. ---pikirnya senang, kemudian segera pergi meninggalkan ruangan yang dipenuhi mayat yang tersungkur di lantai yang basah karena genangan air merah.

Suara percikan air dari langkah kakinya perlahan hilang, membekas, meninggalkan jejak kaki kecilnya dan hilang oleh aliran air.

"Aku sudah berhasil, aku akan pulang dan kembali pada keluargaku. Terima kasih, kalian sudah mengajarkan banyak hal padaku selama empat setengah tahun betapa pentingnya kehidupanku. Maaf, aku membalas kebaikan kalian dengan membunuh." gerutunya di balik bayangannya yang tersorot lampu kecil.

Sudah waktunya pulang ke rumah.

*****

Keluarga Shitou sampai di rumah Kahime dan masuk ke dalam rumah dengan diantar Yuri.

"Sebaiknya, keluarga Shitou menunggunya kembali di ruang tamu ini. Ruangannya cukup besar untuk acara reuni keluarga besar 9 turunan." tuturnya lembut, lalu berjalan menuju kulkas dan mengambil beberapa makanan ringan dan minuman. Kemudian dijamukan pada keluarga Shitou dan dia juga mengambil jatahnya.

"Terima kasih, Yuri. Tidak disangka rumahmu sangat bagus." ucapnya kagum sembari melihat sekitar dari tempat duduknya. Yuri terpekik dan gugup.

"Eh?!... Mmm, sebenarnya ini rumah putri sulung keluarga Shitou." celatuknya gugup, membuat mereka terkejut, melihat beberapa figura sedang yang terpampang di dinding. "Sepertinya aku kurang sopan karena sudah memasuki rumah orang lain tanpa permisi dan memakai perabotan di sini seenaknya." sambungnya cengengesan sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.

Mereka semua hanya diam menatapnya.

"Aku pulang." kata seorang gadis yang berlumuran noda darah dengan lesu mulai memasuki ruang tamu.

Perhatian mereka pun teralihkan oleh suara itu, begitu juga Yuri.

Adik laki-lakinya-Mitsuho, Usuga, Shiradj, dan Rydja langsung berlari memeluknya

"Horee~~!!! Kakak sudah pulang, selamat datang~. Kakak cepat sekali pulangnya, kami lega dan senang sekali. Kakak kembali dengan selamat dan bersih." celatuk Usuga girang tanpa memperdulikan penampilannya yang berantakan dan kotor oleh noda darah.

"Kahime! Kamu sudah pulang dengan selamat dan tidak terluka sama sekali, tapi kamu dipenuhi noda darah." sahut Kaname menghampirinya dan menutupinya dengan handuk besar agar tidak terlihat menyeramkan. Lalu melempar senyum simpul pada putrinya.

Dia terkejut dengan mata berkaca-kaca, tanpa diduga ibunya tersenyum padanya walaupun pulang dipenuhi noda darah di seluruh tubuhnya.

"Ibu... Aku pulang. Hehe..." katanya membalas senyuman Kaname dengan tersenyum hampir menangis seperti anak kecil.

"Selamat datang, putri kecil Kahime." balas Kaname riang.

"Kahime, selamat datang kembali." sambung Watari-ayahnya tersenyum tipis penuh bangga.

Dia menoleh dan menunjukkan senyuman yang sama, senyuman yang hampir menangis seperti anak kecil. Disamping kebahagiaan keluarga Shitou, Yuri ikut bahagia karena sahabatnya-Kahime Shitou yang ternyata menyamar sebagai Kahime Murasaki, telah kembali mendapatkan kebahagiaan yang sebenarnya.

Syukurlah, sekarang kamu sudah bertemu dan berkumpul lagi bersama keluargamu Kahime. ---batin Yuri membisikkan sebuah senyuman padanya.

"Kahime, kamu sebaiknya ke atas membersihkan dirimu. Setelah itu kita makan malam bersama di sini. Kali ini aku akan memasak untuk keluarga Shitou, sebagai perayaan telah kembalinya dirimu pada keluarga dan sudah mengakhiri kejadian ini." kata Yuri berseri-seri.

"Kalau begitu, ibu juga akan membantu Yuri membuat makan malam." balas Kaname lembut.

Dia mengangguk pelan dan beranjak dari tempatnya, menaiki anak tangga menuju kamar.

Senang sekali bisa berkumpul dan bersama keluarga lagi. Apalagi disini, dirumah ini. Sekarang aku tidak kesepian lagi.

*****

POK

"Ya~! Kita akan buat makan malam istimewa untuk merayakan ini semua. Ayah dan anak-anak, bisa membuat hidangan minumnya." ujar Kaname sembari membantu Yuri memakai celemek.

"Okay dokey!" sahut mereka serempak.

Mereka pun segera bergerak mempersiapkan makan malam yang istimewa ini.

*****

Ceklek

Pintu kamar terbuka dan dia segera masuk, lalu tersentak oleh sosok yang berdiri tegap di samping pintu. Wajahnya pun mulai merona sambil mengalihkan pandangannya dari sosok tersebut dan masih diam di tempatnya.

Kemudian sosok pemuda yang berdiri tegap di samping pintu dalam jarak yang cukup dekat dengannya mulai mendekatinya. Kakinya perlahan melangkah mundur ke belakang dan seketika dihentikan pemuda itu, dia ditarik ke dalam dekapannya.

"Aku mengkawatirkanmu, syukurlah kamu kembali dalam keadaan baik-baik saja." ucapnya lirih, lalu melepas dekapannya, kemudian menggendongnya ala bridastyle.

"E-e-eh!... Mau ngapain kamu?! Turunin aku, kalau enggak aku bakalan mukul kamu! Cepetan turunin aku!!" sentaknya dengan wajah merona. Ia mendekatkan wajahnya sehingga jarak wajah mereka tinggal 5 cm.

"Aku nggak akan nurunin kamu dari gendongan lagi, kalau sekarang bisa mukul kenapa kamu cuma ngelihatin aku sampe merah gitu. Huh?" timpalnya menggoda Kahime yang memang mulai merah dan kesal. Dia tampak memayunkan bibirnya dan memalingkan wajahnya.

Setelah itu, ia mendorongnya ke atas kasur dan menindihnya. Ia diam menatapnya secara intens dengan mata biru sebiru lautan samudra.

"Saki! Lepasin a-....mmm..lupwasim waku(lepasin aku)." umpatnya meskipun mulutnya di bungkam oleh Saki. Sehingga sekarang wajahnya sudah semerah tomat, karena tanpa sengaja melihat pahatan sempurna tubuh seorang pemuda yang merupakan temannya sendiri. Dia segera memalingkan wajahnya dan membenamkan kedua matanya.

Ia menyadari reaksinya dan menyeringai, lalu sengaja menjatuhkan dirinya, mendekatkan bibirnya dengan telinga Kahime. "Kamu agresif banget, baru lihat gitu nggak bisa nahan. Padahal kamu ini masih muda, masa' udah gak tahan lihat gitu." bisiknya sehingga deru napasnya dapat dirasakan Kahime.

Berbahaya! Ini bahaya banget!

"Hmph! Lepasin aku! Kamu pikir aku ini mikirin hal yang aneh kayak kamu?! Ya enggaklah!.... Justru kelihatan malu-malu'in banget tahu!!" sergah Kahime kesal dan mendorongnya, kemudian berlari masuk ke kamar mandi.

Cowok itu. Dia kesambet apa sih, sampe tingkahnya aneh?

Kahime merasakan sesuatu yang aneh di kedua tangannya dan itu seperti lendir. Lalu, dia melihat kedua tangannya tidak lagi memakai handshock dan luka di tangannya telah beperban. Dia tersenyum tipis dengan mata berkaca-kaca.

Pakai cara yang aneh buat ngobatin luka sampe bikin orang salah paham. Dasar licik!

*****

Makan malam...

"Waaahh~, keluarga Saki juga datang. Semakin ramai semakin baik, silahkan masuk." ucap Kaname girang mempersilahkan mereka masuk dan ikut duduk bersama di ruang tamu untuk makan malam.

"Terima kasih." balas Hana melempar senyum.

Dari kejauhan Kahime menatap lurus ke arah Saki. Ia hanya tersenyum tipis saat ditatap olehnya. Akan tetapi, tidak ada reaksi selain tatapan datar darinya walaupun dia sudah tersenyum membalas tatapannya.

"Silahkan duduk, jangan sungkan. Kalau mau tambah bilang saja, tadi ini kelebihan memasak. Untung saja kalian datang. Hahaha... " kata Kaname asal ceplos.

"Ibu, kamu terlalu berlebihan. Kita memang buat makan malam banyak dan aku mengundang mereka untuk merayakan kembalinya aku, sekalian memperkenalkan kalian dengan keluarga temanku." sanggahnya datar.

"Kahime, calon menantuku ternyata sangat sensitif. Khu khu khu...persis dengan apa yang dikatakan Saki." celatuk Hana melambaikan tangan kirinya sambil terkekeh pelan.

Kahime yang masih sendirian menunggu di meja makan, terpekik sampai air putih yang dia minum tersembur deras dari mulutnya . Dan gelas dalam genggamannya dibanting keras pada meja makan. "Hah?! Apa yang ibumu bicarakan, Saki? Kalian pasti bercanda...aku? ... Calon menantu?!" tukasnya kaget, tidak percaya dengan apa yang sudah dia dengar.

Calon menantu? - itulah pertanyaan yang kini terbesit di pikiran mereka, keluarga Shitou. Sedangkan Yuri terkekeh menertawakan perkataan yang berhasil membuatnya kaget, kekehan Yuri membuatnya jengkel.

"Apanya yang kamu tertawakan, Yuri?" tanyanya datar mulai malas dan sebal.

"Tidak...hahaha...tidak ada. Tapi, sepertinya kalian memang cocok... Sangat cocok sebagai sepasang kekasih...hahahaha... Ups! Waduh, maaf aku udah kelewatan." jawab Yuri blak-blakan.

Dia mengabaikan Yuri yang duduk di sebelah kanannya dan masih menatap sinis Saki yang kini mulai duduk di sebelah kirinya. "Ngapain kamu duduk disini?! Pindah tempat sana, aku lagi malas lihat kamu apalagi duduk bersebelahan sama kamu." gerutunya acuh tak acuh dan sambil mengambil udang goreng dengan sumpit. Lalu terhenti saat ia mendekatinya.

Saki mendekat dan berbisik, "Kamu makin cantik deh kalau lagi sebal."

Dia mulai kesal  secara reflek, sumpit di tangannya patah jadi dua. Kahime langsung menoleh mau membentaknya, akan tetapi dia terdiam membeku seperti patung.

CUP

Kahime dan Saki berciuman di depan keluarga masing-masing dan teman mereka.

Somplak POV

Kahime: Ha?! Apa yang terjadi? Kok jadi gini sih?

Author: Hehe... Biar makin bagus😅. Sudahlah.

Kahime: Author! Kenapa tiba-tiba ceritanya jadi gini?! Malu-malu'in tahu?! 😣

Author: Ngapain malu? Kalian 'kan... Mmm.. Begitu😳----> masang muka gak berdosa:v

Saki: Bagus juga, aku suka😗

Kahime: Kalian ini sengaja ya bikin aku kesel!! Pergi jauh-jauh dari sini! Rasa' in nih tinjuku!!

Author+Saki: AMPUUNNNNNN~!!!

Normal POV

"ASTAGA!!" pekik mereka bersamaan dengan nada yang aneh-terdengar bodoh. Pandangan anak kecil ditutup oleh orang tua mereka dan Yuri? Entahlah, sepertinya ia juga terkejut melihat mereka berdua berciuman tepat di sampingnya.

Saki melepas ciumannya dan tersenyum dengan lidah menjulur ke kiri. "Makasih buat makan malam pembukanya, gadis cantikku." lanjutnya menggoda. Kahime tercekat dengan wajahnya yang semerah tomat, bibirnya komat-kamit bergetar tak jelas. Saat itu juga, Saki berbalik menghadap ke arah keluarga Shitou dan membungkuk memberi hormat.

"Ayah dan Ibu Kahime, ada yang ingin saya sampaikan. Karena saya sudah jatuh cinta pada putri semata wayang keluarga Shitou. Aku Saki Raijuu, putra semata wayang keluarga Raijuu ingin meminta pendapat kalian." sergah Saki dengan lantang.

Watari dan Kaname melepas pandangan anak kecil lalu menoleh ke arah Kahime-putrinya, lalu menoleh padanya.

"Pendapat apa yang kamu inginkan dari keluarga kami yang sederhana?" tanya Watari tegas. Ia bangkit dan menghela napas panjang.

"Saya ingin membuat ikatan pertunangan dengan Kahime." jawabnya lantang tanpa gugup.

"Pertunangan?!" bentak Kahime tidak percaya dengan wajahnya yang masih merah.

"Kahime, kamu tenang dulu. Ini sangat serius, baru kali ini ada pemuda sepertinya yang berani membuat ikatan pertunangan padamu. Biasanya yang bicara adalah kepala keluarga. Aku salut padanya." tutur Watari lembut.

"Maaf, ini memang sangat mengejutkan bagi kami sekeluarga, teman sekelasnya, dan keluarga kalian. Tapi, ini adalah keinginan putra kami. Kami hanya mendukungnya dan mengurus sisanya jika-..." penjelasan Randy disela oleh Watari.

"Kami keluarga Shitou setuju." sahut mereka bersamaan.

"Hah?! Apa?! Sebegitu mudahnya ayah, ibu, dan yang lain setuju?! Tidak seperti biasanya ayah gampang setuju." desahnya gugup.

"Bukannya itu baik buatmu, kamu gak bakal terus-terusan benci cowok karena kamu juga butuh pendamping dan pendukung selain aku saat sendirian." ujar Yuri merangkulnya dari belakang.

"Tapi!..... Kamu bener juga sih, lagian kalau aku sendirian gak ada temen." sahutnya pelan tak bisa mengelak.

"Kami sudah setuju dengan adanya ikatan pertunangan, keputusan mutlak ada pada Kahime." tegas Watari menoleh padanya.

"Pasti kamu sudah tahu alasannya ayahmu menyetujui pertunangan ini. Sebaiknya, berikan mereka jawaban jangan buat mereka menunggu terlalu lama." tutur Yuri melepas rangkulannya dan kembali di tempatnya.

Aku ngerti kenapa tiba-tiba jadi begini. Aku ngerti kenapa kamu tiba-tiba muncul lagi dan mau tunangan sama aku. Aku ngerti perasaanmu sama aku dan aku menghargainya, tapi aku tidak biasa menjawab perasaan ini terlebih dahulu padamu. Jadi, lebih baik aku menjawab ikatan pertunangan yang bisa menguji lebih dalam agar aku bisa menemukan jawaban yang tepat untuk membalas perasaanmu padaku.

"Aku setuju."

*****

Dua bulan kemudian di SMA Sakura Hana...

Seluruh murid di kelas 1-2 F memperhatikan seorang gadis yang baru saja masuk ke dalam kelas. Rambutnya sebahu dan poni kirinya dijepit dengan sebuah pita biru. Mereka termangu, takjub akan kecantikannya. Gadis tersebut melempar senyum manis dan mereka terkejut.

"Kahime selamat datang!!" seru mereka bersamaan dengan girang dan penuh semangat.

Gadis yang disebut namanya 'Kahime' terkejut dengan mata berkaca-kaca. Lalu ketua kelas menghampirinya dan memegang kedua tangannya. "Kahime tak kusangka kamu adalah SM01, kami semua sangat berterima kasih. Kamu pahlawan kami, tanpamu di kota ini kami pasti sudah dihabisi oleh gangster yang menyeramkan. Maafkan kami, karena selama ini kami jahat padamu." kata ketua kelas berkacamata panjang lebar sampai hampir menangis.

"Umm, sama-sama. Aku sudah lama memaafkan kalian." balasnya lembut sembari melepas pegangan ketua kelas.

Ketua kelas melihat sebuah cincin perak melingkar di jari tengah tangan kirinya dan penasaran. "Kahime, kenapa kamu pakai cincin? Penampilanmu juga berubah walaupun sifatnya masih sama." celatuk ketua kelas agak mengerucutkan bibirnya seperti paruh ayam. Dia tersentak dan wajahnya memerah.

"Eh?! Kok wajahmu tiba-tiba merah gitu, kamu demam?" tanya ketua kelas cemas.

"Dia nggak apa-apa, cuma malu kalo ditanya'in soal begini." jawab seorang pemuda dari belakang Kahime langsung merangkul pinggulnya. Sehingga cincin di jari tengah tangan kanannya terlihat oleh ketua kelas.

"Saki, kamu pakai cincin juga yang sama kayak punya Kahime dan lagi, sejak kapan kamu sedekat itu dengannya?" tanya ketua kelas penasaran.

"Ketua kelas! Mereka sudah bertunangan!!" tukas salah seorang siswa dengan keras dari bangku paling belakang.

"Heh?! Mereka bertunangan?! Kahime dan Saki, kalian beneran bertunangan?" tanya ketua kelas gugup menaikkan kacamatanya yang hampir jatuh.

"Iya, kami tunangan." jawab mereka berdua hampir bersamaan.

"WEEEEEE~~??!"

*****

Dua tahun kemudian di tengah malam dalam kamar Saki...

Kahime duduk di samping ranjang tidur Saki sambil membelai kepalanya dengan lembut dan mengecup keningnya.

"Saki, sampai jumpa. Kini akulah yang meninggalkanmu, jaga dirimu baik-baik. Semua yang kulakukan masih belum berakhir, ini baru permulaannya. Aku pasti kembali padamu, kembali di sisimu, dan terus bersamamu. Aku janji." ucapnya lirih sembari tersenyum tipis dan hilang dalam sekejap mata.

"Sudah sampai disini toh, udah siap apa belum?" tanya seorang pemuda berambut merah.

"Aku udah siap sejak dulu, selama keberadaannya masih membekas dimanapun itu. Aku akan membinasakannya sampai tak tersisa, lagipula keluargaku, sahabatku, dan dia harus kulindungi serta harus kujaga walaupun harus jauh hanya untuk ini." jawabnya lembut.

"Baiklah, kita berangkat." sambung pemuda rambut merah itu segera menaiki perahu putih modis yang bergoyang di atas ombak pelabuhan.

Dia mengikutinya dan duduk di belakang sambil memandang ke atas langit malam yang dihiasi taburan bintang.

Semuanya, aku sayang kalian. Aku janji akan kembali.

avataravatar