39 Bab 39

Sesampainya Zila di parkiran sekolah, ia tidak mendapati Fadil di dalam mobil nya. Hampir saja gadis itu menendang Ban mobil sang kekasih, jika saja tidak tidak ingat bahwa mobil ini dilengkapi Alarm Mobil yang bisa berbunyi kapan saja, jika ban mobilnya di tendang atau ada ancaman pencurian.

Dengan menahan kesal, Zila hanya ter-jongkok lesu di samping mobil Lexus milik Fadil, ia meruntuki hari ini yang penuh kesialan bertubi-tubi. Kepala gadis itu sedikit miring, melihat sepatu yang baru saja terlihat di depannya. Kepalanya mengadah, melihat Tara sudah berdiri angkuh melihatnya dengan remeh. Zila bangun dengan cepat, Tara hanya menyungging-kan senyum miringnya.

"Jadi bener ya? Lo siswi gak tau diri itu? Kalo gue sih ya, udah malu banget. Beritanya udah nyebar satu sekolahan, kepala sekolah aja udah tau." Terkekeh pelan di akhir perkataannya, Zila balas bersedekap dada, tak kalah angkuh.

"Terus? Lo pikir, gue gak tau, siapa yang buat berita najis kek gini? Lo pikir, gue cewek cengeng? Lo salah memilih lawan Tara."

"Hahahha.. Ups! Sok jagoan banget ya? Gue tau lo takut, Zila!" Ujung jari telunjuk Tara, mendorong bahu kanan Zila dengan keras, sampai tubuh Zila sedikit terhuyung kebelakang.

Zila kemudian, menepuk bekas jari telunjuk Tara dengan pelan. "Gue sama sekali gak takut, bahkan Sepupu Fadil pun gue lawan, satu lawan satu. Modelan kek elo, gue takut? HAH! jangan ngimpi lo kimcil!"

"Dih lonte!"

"Apa! Bisanya adu bacot doang kan? Nunggu gue mukul duluan kan? Biar bisa playing victim? Emang ya, orang licik gak pernah main bersih, kotor mulu kerjaannya. Gue kasih tau ya, sampe Fadil denger berita ini, gue gak yakin lo bisa lulus dengan bangga atau engga, dari sekolah ini."

Zila meninggalkan Tara yang memasang wajah shock, Tara tertawa kecil, menyisir rambutnya ke belakang frustasi. Rencananya tak boleh gagal, ia yakin Fadil tidak akan membela gadis murahan seperti Zila.

"LO PIKIR, LO SIAPA?! CEWEK GAMPANGAN!" Teriak Tara dengan penuh amarah, yang disaksikan beberapa siswa dan siswi sekolah itu.

Fadil berjalan santai sambil memakan Ice cream yang ada di gengamannya, membuka pintu mobilnya, lalu gerakan nya terhenti kala melihat pertengkaran yang baru saja terjadi di hadapannya, tak sengaja pandangan Tara dan Fadil bertemu sesaat setelah Tara meneriaki Zila dengan penuh emosi.

"Yang kamu teriakin 'cewek gampangan' itu c-a-l-o-n istri saya, dia bukan seperti yang orang lain kira, apa hak kamu ngatur saya harus suka sama siapa? Asal kamu tahu, dia berharga di hidup saya, nyawa'pun saya pertaruhkan buat hidup dia. Inget itu!" Setelahnya Fadil memasuki mobilnya dengan pintu mobil dibanting keras, lalu menyalakan mesinnya. Sengaja memberikan suara knalpot yang bising pada Tara, memberitahu bahwa benar, Tara salah pilih lawan main.

..

Selama beberapa hari Zila sibuk menutup kuping, berpura-pura tidak mendengar gossip yang semakin kencang berhembus tentang dirinya. Tara dengan segala ambisi, terus memojokkan Zila. Ingin membuat gadis itu memohon ampun padanya.

Meskipun, tidak semudah itu.

"Ih, gak tau malu. Lonte ngapain duduk disini? Emang gak malu, diliatin anak-anak yang lain?" Celetuk Helen, memandang sinis Zila yang tengah fokus membaca buku persiapan UN, di samping lapangan Basket sekolah.

Gadis yang menjadi sasaran hanya mengangkat alisnya, lalu medongak, melihat siapa seseorang yang mengajaknya berbicara dengan nada sinis.

Zila hanya tersenyum tipis, lalu kembali sibuk membaca setiap halaman dibuku itu. Kesal karena merasa tidak dianggap, Helen mendorong bahu kiri Zila keras, sampai gadis itu agak terhuyung ke belakang.

"Lo bisu ya?!!"

"Gak penting ladenin gonggongan anjing burik." Balasnya dengan wajah poker face, lalu berdiri. Helen yang mendengar itu tak terima, ia dengan marah menjambak rambut Zila, yang dijambak tetap diam, memandang Helen dengan ekspresi datarnya.

"Lo berani sama gue?!" Hardik nya ber' api-api. Dan mengencangkan jambakannya, Zila sedikit meringis kesakitan, sementara Helen terlihat senang.

Siswa dan siswi yang lewat, mulai penasaran, mereka mengerubungi tempat dimana Helen dan Zila berdiri. Semakin banyak yang menonton mereka, semakin Helen senang.

Fadil dari lantai 3 melihat keributan itu, ia menunggu reaksi Zila selanjutnya. Ia yakin, sang kekasih sedang merencanakan aksi yang lebih elegan.

"Diatas, ada pacar gue lagi liatin kelakuan lo. Lepas, atau gue bakal bales lebih kasar?" Tangan Zila terangkat, menunjuk Fadil yang tengah asyik memandang mereka semua dari ketinggian, merasa diperhatikan ia melambai pada Zila dan berteriak, "I LOVE YOU, SAYANG. BELAJAR YANG RAJIN YA, LULUS SEKOLAH KITA NIKAH."

"See?" Tekan Zila pada Helen yang masih shock.

Jambakan Helen di rambut Zila terlepas, dengan sinis gadis itu memandang wajah lawannya, lalu berlalu begitu saja. Helen medongak, melihat ke arah tempat Fadil berada, ia berdecak, menahan kesal, lalu ikut pergi.

"BUBAR! TUGAS KALIAN SEKOLAH, BUKAN NONTON ADU TINJU!" Teriak Fadil keras dari lantai atas, membuat para siswa dan siswi tadi, panik berhamburan.

Dengan senyum yang ditahan, Fadil berbalik dan ingin kembali keruangan ketua yayasan. Ia bangga kepada Zila, perempuannya kuat, hebat, dan tangguh. Ia benar-benar tau sekarang, artinya melihat luarnya saja belum cukup jika kamu belum mengenal ia dengan dalam.

Saat sedang berjalan dan beberapa kali berpapasan dengan para murid yang mengangguk hormat padanya, ia sedikit mundur selangkah, saat di depannya berdiri seorang guru anggun bernama Prameswari, biasa dipanggil Aymi, atau murid memanggilnya Bu Aymi. Seorang guru Sejarah, yang masih lajang, dan menaksir Fadil garis keras seperti Tara. Bedanya, hanya cara main mereka berdua saja.

"Eh, Mas Fadil tumben ada di sekolah?" Tanya ia dengan suara yang merdu dan anggun.

Fadil hanya balas tersenyum tipis, lalu mengangguk. "Memang ada beberapa keperluan juga Bu, jadi saya kesini. Permisi, pekerjaan saya masih banyak" Fadil langsung mengakhiri percakapan mereka, ia tak mau, perempuannya kembali marah dan cemburu.

Sedikit mengejar Fadil dari belakang, Aymi memengang pundak Fadil, yang membuat langkah cepat Fadil terhenti, dan menoleh seketika. "Maaf?"

"Saya tadi buatin salad buah buat Mas Fadil, tolong di Terima ya. Ini gak ada maksud apa-apa kok, hanya bentuk terimakasih, Mas Fadil udah banyak bantu dan baik banget sama guru-guru disini, termasuk saya." Alis kiri Fadil terangkat, lucu sekali alasannya bukan.

"Oh baik. Terimakasih kembali, sudah tugas saya. Saya Terima ya" Tangan kanan nya meraih box makan yang terisi penuh salad buah itu, dan kembali melenggang pergi, sementara Aymi tersenyum lebar, ia begitu senang, Fadil menerima makanan yang ia buat dengan cinta.

..

Dengan sabar Fadil menunggu Zila keluar dari kelasnya, karena gadis itu sedang mengerjakan beberapa soal yang masih belum selesai saat pelajaran pertama tadi berakhir. Zila yang menunda soal nya, lalu menghampiri sang kekasih yang bersembunyi dibalik tembok dekat kelas Zila.

Saat Zila berada di hadapan pria itu, ia langsung menyerahkan box berisi salad buah pemberian Aymi tadi pagi. "Buat istirahat nanti, aku tau kamu suka salad buah."

Zila merasa heran, tumben sekali Fadil repot-repot membuat salad rumahan seperti ini untuk nya, ia pun menerima box makanan itu.

"Tumben, jago masak juga lu Om"

"Enggak. Itu dari guru kamu, Bu Aymi, buat aku sih katanya, tapi aku gak suka kalo bukan dari kamu. Aku jadi kasih kamu aja, daripada dibuang, mubazir"

Gadis di depannya langsung cemberut, dan memandang Fadil dengan ekspresi yang tak bisa Fadil jelaskan. "Oh. Gitu." Hanya kata itu yang keluar dari bibir Zila.

"Aku tau ini sakitin perasaan kamu, tapi aku jujur dan kita saling terbuka kan? Jadi, jangan pernah ngerasa aku ngerespon perempuan lain. Selain Mama, cuma kamu yang aku mau Zil"

"Tau kok, makasih udah jujur. Gue hargai itu, kita omongin lagi ya Dil, gue masuk kelas dulu"

"Oke! Semangat sayang"

Saat memasukki kelas, ia agak membanting box berisi salad itu ke meja di depannya. Saingan nya bertambah, dan ia harus lebih kuat lagi.

Tidak lama kemudian, Aymi masuk ke kelas Zila dengan berseri-seri, mungkin efek tadi pagi, masih terasa bagi seorang Aymi yang menaksir Fadil sedari awal Fadil di perkenalkan di sekolah ini.

"Halo, Anak-anak. Hari ini kita membahas sejarah awal pendudukan Jepang di Indonesia, buka buku paket halaman 120" Intrupsi Aymi kepada murid-muridnya, dengan malas Zila mengambil buku paketnya dan membukanya.

"Zila jangan pasang muka cemberut, nanti kamu dapet nilai minus dari saya." Aymi termasuk guru Killer di sekolah, tidak fokus pada jam pelajarannya, ia tak segan-segan menegur, dan memberi nilai sikap C di nilai Rapor.

"Iya buu" Jawab Zila sekenanya, tanpa melihat wajah Aymi. Ternyata sikap Zila ditanggapi serius oleh sang guru, ia menaruh telapak tangannya dengan keras diatas meja, menandakan Aymi dalam mode serius kali ini.

Murid lain hanya diam menunduk, ada yang berbisik-bisik julid terhadap Zila, dan ada yang memandang sini kearah gadis itu.

"Kamu?! Tolong hargai seorang guru ya, kamu disekolah kan agar terdidik, dan mempunyai attitude yang bagus. Tatap muka saya!"

Zila menatap wajah gurunya dengan ekspresi datar, dan berusaha biasa saja. "Jangan campur adukan masalah kamu sekarang ke dalam pelajaran saya. Saya gak suka, dan jaga sikap kamu."

"Iya bu, makasih masukkan nya. Saya minta maaf"

Aymi menarik nafas panjang, dan menghembuskan nya kencang. "Gimana kalo ketua Yayasan tau, 'pacarnya' ini gak punya attitude yang bagus, dan malas belajar. Tapi saya percaya kalian gak pacaran, itu cuman kabar burung aja kan."

Murid yang ada dikelas itu sedikit terkikik dan berbisik-bisik kembali, sedangkan Aymi tersenyum miring, "saya tau ketua yayasan itu punya Kriteria calon yang gak asal-asalan, kamu lebih baik cepat klarifikasi masalah ini, agar sekolah kembali kondusif, karena gossip ini menganggu aktivitas siswa dan siswi di sekolah ini, oke?"

"Nanti Bebep saya aja bu yang klarifikasi, soalnya kalo saya mereka gak akan diem. Btw, saya dikasih salad sama ayang saya, ya kalian tau lah ya siapa, dia bilang, dia gak mau makan makanan kalo bukan dari saya. Aduh, romantis ya. Eh aduh maaf out of topic, ayok bu kita belajar lagi"

..

"Jadi Zila, bu Aymi sudah mengadukan sikap kamu ke saya. Dan saya, selalu guru BK disekolah ini harus memberitahu kamu dengan tegas dan memberi sanksi atas sikap kamu yang tidak menghormati salah satu guru disini" Dan disinilah Zila berakhir. Di ruang BK, dimana ruangan yang murid-murid selalu menghindar, dan sebisa mungkin tidak masuk karena hanya anak-anak nakal sajalah yang berkesempatan masuk ruang 'khusus' ini.

"Maaf Pak, kalo boleh saya menyangkal, sikap guru pun harus berbanding lurus dengan apa yang ia ucapkan, tanpa ada penambahan kata 'negatif' yang menjurus ke arah Fitnah." Sangkal Zila dengan sikap tegas, karena bagaimanapun bukan ia saja yang salah disini.

"Zila... Sanksi kamu akan tambah berat jika kamu terus membela diri, Teman-teman kamu saksinya."

"Memangnya sanksi apa yang akan sekolah berikan kepada saya? Apakah di keluarkan?"

Pak Danesh tampak terdiam sebentar, lalu menyandarkan punggungnya pada sandaran bangku. "Bisa aja, kalo sekarang kamu hanya akan dapat sanksi peringatan, dihukum tidak boleh masuk kelas sampai pelajaran terakhir, karena kamu harus mengambil semua sampah yang terdapat di depan tiap ruang kelas."

"Baik Pak, saya akan lakuin hukumannya."

"Yasudah, sekarang jam istirahat. Kamu bisa istirahat dulu, lalu baru lakuin hukuman kamu." Zila bangkit setelah mendengar itu, lalu pamit permisi.

Dengan lunglai, lemas, dan bercampur kesal ia berjalan ke arah kelasnya. Tak lupa dengan tatapan sinis dan mengintimidasi para siswa sekolah itu.

Ia sih, bodoamat. Tapi memang minta di colok mata mereka itu bah!

Sesampainya di kelas, ia melihat kelasnya kosong tidak ada orang sama sekali. Teman-teman nya sedang istirahat diluar semua, saat melihat ke arah meja tempatnya belajar, Zila sedikit kaget karena Salad buah yang tadi pagi tercecer di atas mejanya dan banyak mengotori buku Zila yang berada diatasnya.

Secarik kertas terdapat di samping buku Zila bertuliskan, 'Saya buat ini pakai hati, untuk pujaan hati saya, bukan buat anak kecil yang sedang halu'

"Dih. Oke lu mbak!" Balas Zila tertawa kecil.

"Udah biarin aja Sayang, nanti aku ganti meja baru, bangku baru buat kamu ya. Masa Perempuan ku duduk dan belajar diatas meja 'kotor' kayak gitu"

Suara Fadil terdengar dari arah belakang Zila, gadis itu berbalik dan hanya memasang wajah seperti ingin menangis.

"Huweee.. Jahat banget mereka Om."

"Ssshhh.. Sayang, sayang." Lelaki itu mendekati orang tercintanya dan langsung memeluk sang pujaan dengan erat, dan mengelus-elus rambutnya, menenangkan Zila.

"Aku tau semua kok, tinggal beberapa bulan lagi, kamu harus kuat. Nanti kita bales ya, jangan sedih, cup cup"

avataravatar
Next chapter