36 Bab 36

Menjalani hari-hari seperti biasa, di masa sekarang itu hal mudah bagi gue. Entahlah, setiap masalah gue hadapin dengan berani dan berfikir, pasti ada jalan keluarnya.

Masalah yang membelenggu Om Fadil pastinya, suatu saat nanti akan berakhir.

Tapi tidak untuk sekarang.

Angin bertiup pelan di balkon kamar gue, udara cerah di sore hari yang selalu gue senangi.

Tring!

Om gebleg.

[Aku mau ke Mall nih, mau cari baju. Kamu ikut ya? Temenin.]

Hilih, biasanya juga pake baju loak lu Om, gegayaan Nge-Mall. Jam berapa ini ya? Gue bangun dari duduk dengan sedikit merenggangkan badan. Ngambil HP gue, dan masuk ke dalem kamar, melirik jam di dinding kamar yang menunjukkan pukul 15:35. Udah sore juga ya, gue buru-buru bales pesannya.

[Heem, gue siap-siap dulu Om]

Send.

HP nya gue lempar ke atas kasur, dan gue pergi buat mandi dulu, karena eike biasanya jarang mandi kalo sore gini. Irit air untuk masa depan shay, muehehe.

..

Kriet!

"Zil? Lipstik Mama kemana ya? Merk nyebelin, eh maksud nya Maybelline. Kamu pake ya?" Mama Zila masuk kedalam kamar anaknya, melirik kanan-kiri, mencari keberadaan sang anak. Ia berkacak pinggang melihat kamar putri tunggalnya begitu acak-acakan.

"Ampun deh! Punya anak cewek satu aja kamarnya udah kayak abis di hantem badai negara Api Avatar. Zila, Zila. Gimana kalo udah nikah coba? Masa mau males malesan gini terus, ih apa nih?!" Sang Mama terus mengomel sambil memunguti baju kotor anaknya, dan beberapa sampah bekas makanan ringan dan minuman kaleng.

"Iihh! Sebel deh. Anaknya kemana lagi nih?!"

"Apose mah? Marah-marah mulu, cepet Old nanti" Ucap Zila dari arah belakang Mamanya, sambil mengeringkan rambut dengan handuk kecil.

Mama Zila hanya terduduk di ujung kasur anaknya sambil memeluk beberapa helai pakaian anaknya yang tadi ia ambil, karena berserakan. "Jangan jorok Kak, nanti udah nikah gak boleh gini loh."

"Yaelah Ma, masih lama akutuh nikahnya. Lulus sekolah aja belum, kan mau kuliah dulu juga"

"Ya nggak gitu dong, kalo jodohmu udah dateng, lamar kamu gimana? Masa mau kamu tolak. Jadi perawan tua nanti"

"Iya sih, ya--tapikan... Eumm btw Mah, aku mau tanya. Apa tanggapan Mama sama cowok yang lebih dewasa sama lebih tua dari umur anaknya, misal beda 5 sampai 7 tahun gitu."

Mama Zila menghela nafas sebentar, lalu menatap anaknya lekat. "Mama gak permasalahin itu, yang penting anaknya sayang sama kamu, sama orangtua barunya, yaitu mama sama ayah, cinta tulus sama kamu, gak neko-neko, pekerja keras, dan tanggung jawab. Sama agamanya bagus, udah itu aja"

Zila tersenyum senang mendengar penuturan sang mama, ia lega. Setidaknya mamanya secara tidak langsung sudah setuju dengan hubungannya dan Fadil. "Mama mau nyuci dulu dek, ntar kalo mau keluar rumah, main kemana gitu, bilang ayah aja ya, di belakang paling lagi benerin motor."

Perempuan berusia 40 tahun itu berlalu, dan keluar dari kamar anaknya. Dengan membawa setumpuk pakaian kotor, ia melupakan lipstick yang sedang ia cari tadi.

[Sayang, aku udah di depan nih, gak di bukain pintu?]

Satu pesan Whatsapp masuk ke handphone Zila, gadis itu berlari dengan handuk kecil yang menggelung rambut basahnya.

Sesampainya di depan pintu utama rumah, ia segera membuka pintunya, dan terlihat lah Fadil yang sangat tampan, dengan setelan celana bahan casual berwarna cokelat gelap, dan kaos berbahan jatuh yang dimasukkan ke dalam celana, terkesan rapih dan santai.

Rambutnya dibuat klimis, tapi bikin meringis ibu-ibu arisan tetangga sebelah. Bukan karena terlihat seperti kuproy, tapi terlihat ala-ala fakboy.

"Haha, kamu kok belum siap sih. Masih basah gitu rambut nya." Ujar Fadil menunjuk ke rambut Zila yang masih basah dibalut handuk. Si empunya rambut hanya mendengus saja.

"Baru selesai mandi, siapa suruh datengnya kecepetan."

"Aku datengnya ga kecepetan, kamu yang mandinya lama. Sambil ngelamunin aku ya?"

"Ge-er banget sih lo Om, geli deh. Masuk deh lo, gak tau gue lo bertemen ama fakboy cabang bantargebang apa tanjung pinang ye, Kata-kata lo bisa aja."

Fadil hanya cekikikan mendengar gerutuan Zila, "duduk dulu deh, gue ambilin minum bentar. Jangan cemilin sofa, itu baru beli kemaren dapet 10.10 big sale online shop emak, awas lo Om!" Jari telunjuk dan jari tengahnya memberi isyarat mengarahkannya ke matanya lalu ke mata Fadil seakan-akan memberi isyarat 'I'm watching you'

Fadil hanya angguk-angguk aja, sambil tersenyum tipis lalu duduk. Saat Zila sudah hilang di balik belokan ke arah dapur, Ayah Zila yang baru masuk ke dalam rumah lewat pintu belakang langsung tertegun menatap Fadil yang sedang sibuk menunduk dan memijit pelan pundaknya memakai satu tangan.

Lelaki berusia 43 tahun itu berjalan pelan, dan menegok wajah siapa gerangan yang sedang duduk di sofa ruang tamu nya. "Permisi. Kamu siapa ya?"

Fadil sontak berdiri, dan menatap wajah awet muda Ayah Zila. "Saya Fadil Om, pacar Zila."

"Eeeh?! Masa sih? Dapet model beginian dimana tuh anak, perasaan setiap hari kerjaannya Drakoran doang di kamar, ama nonton Netflix."

"Hehe.." Fadil nampak canggung, ia hanya bisa menunduk, Ayah Zila mempersilahkan lelaki itu untuk duduk lagi di tempat nya tadi.

"Kamu keliatannya udah dewasa ya?"

"Baru 26 tahun Om,"

"Kerjamu apa?"

"Bantuin Papa di perusahaan, baru jadi anak magang aja sih Om." Fadil sudah keringat dingin, ia meremas celana karena gugup. Sedangkan Ayah Zila menelisik tampilan dan wajah Fadil.

"Jadi kamu anak yang punya perusahaan?"

"Ia Om, sama bantuin Papa ngelola sekolah."

Ayah Zila berdecak, lalu bersedekap dada, memperhatikan Fadil yang kian canggung dan gemetar. "Loh, berarti itu perusahaan Papa kamu, yang punya Papa kamu, bukan punya kamu. Kamu tanpa Papa kamu bisa bangun usaha juga gak?" Cekit. Langsung menghantam lerung hati terdalam Fadil, ia kemudian duduk tegak, menatap balik Ayah Zila.

"Saya punya usaha Cafe di Bandung, Surabaya, sama Resort yang baru dibangun di Labuan Bajo Om. Rencana nya mau buka Toko baju Brand sendiri juga, masih proses."

Dengan penuh percaya diri Fadil mengatakan itu, lelaki di depannya hanya mengangguk-angguk saja.

Zila kembali dari dapur membawa air minum, dan kue lalu di letakkan di meja depan Fadil.

"Minum dulu Dil, ngadepin Ayah butuh tenaga. Dia kalo nanya udah kek Detektif di drama Korea, detail banget. Semangat!" Ujar Zila, lalu memberi isyarat hwaiting pada kekasihnya itu.

Pundak Ayahnya di tepuk oleh Zila, agar tidak terlalu keras bertanya pada Fadil.

"Oke sayang."

"Heh!" Meja depan di gebrak oleh Ayah Zila, dan Fadil kembali terdiam.

"Kita lanjut ngobrolnya, jadi kamu terlalu banyak pegang bisnis kan.."

..

Mereka saling diam, suasana di dalam mobil begitu hening, tidak ada yang membuka obrolan. Jari Fadil mengetuk-ngetuk stir mobil, mencoba membuat suara agar tidak terlalu hening, ia melirik wajah kekasih nya dari cermin depan mobil, Zila sedang sibuk membalas pesan dari teman-temannya.

"Ekhem. Abis lulus sekolah kamu siap ga kalo nikah?"

Zila sontak terdiam, jarinya berhenti mengetik pesan. Dan kepalanya menoleh ke arah Fadil.

"Kok tanya gitu, tiba-tiba?"

"E-enggak. Cuman tanya aja, kalo mau syukur alhamdulillah" Fadil nampak gugup, lalu beralih menatap jalanan lagi.

"Gak tau Om, nanti kuliahnya gimana kalo nikah. Gue juga masih labil, kesian nanti anak kita kalo punya ibu labil kayak gue. Masih miskin ilmu juga"

"Kan bisa kuliah abis nikah, soal anak bisa nanti. Terus, kalo ilmu bisa di cari, dipelajari bareng-bareng."

"Emang Ayah tanya apa aja Om?"

"Cuman soal pekerjaanku, basic sih. Setiap orang tua pasti tanya itu ke calon anak mereka"

"Idih, percaya diri banget lo. Emang dianggap calon suami sama gue"

"Iya dong calon imam kamu, masa imam mesjid." Zila hanya meringis, lalu menggeplak kepala Fadil pelan.

"Kalo ngomong, kagak di saring dulu"

"Harus percaya diri kalo ngomong, kurang apalagi coba aku, ganteng, kaya, humoris, atletis, dan pinter" Gadis di sampingnya membuat gesture ingin muntah mendengar penuturan Fadil, kemudian mencubit pelan paha lelaki itu.

"Aww! Sayang sakit."

"Heh! Keset welcome. Geli gue dengernya"

"Geli-geli tapi cinta kan... Ulululu~" Jari telunjuk Fadil mencolek dagu Zila, sontak gadis itu menjambak rambut pelaku pencolekan tadi.

"Maen colek-colek, dikira gue sabun!"

"Hahaha, kamu tuh lucu. Cocok banget jadi ibu dari anak-anak ku nanti"

"BERAK SEKEBON!" balas Zila.

avataravatar
Next chapter