6 sama kamu

"Kita sebenarnya mau kemana sih?" Tanya Anya karena Mario terus saja mengajaknya berkeliling tak tentu arah. Bahkan hamper semua toko telah mereka datangi dan barang bawaan mereka telah memenuhi jari mereka.

"Masih ada yang ingin gue beli.."

"Apa?" Tanya Anya dengan mengeram kesal.

"Pokoknya ada. Kamu capek?"

Anya memutar bola mata malas. Sudah tentu ia capek hamper tiga jam mereka berkeliling dari satu toko ke toko yang lain, mana mungkin tidak capek.

"Mau apa kamu?" Tanya Anya saat tiba – tiba saja Mario berjongkok di hadapannya.

"Naik."

"Ha?"

"katanya capek, ayo naik, biar gue gendong." Jawab Mario.

Anya melongo, dulu boro – boro Mario mau berjongkok di hadapannya, memandangnya saja dia ogah.

"Ga perlu."

"Lo gimana sih? Katanya capek, ntar gue yang di salahin bokap kalau elo kecapean."

"Aku masih kuat jalan kaki."

"Yakin?"

Anya mengangguk mantap. Tidak mungkin Ia mau begitu saja naik ke atas pungung Mario. Anya sudah yakin pasti ada sesuatu yang akan menjadi imbalannya.

"ya udah ayo jalan." Ajak Mario.

Namun lagi – lagi perlakuan Mario membuatnya tercengang. Dengan santainya Mario mengengam erat jemari Anya untuk Ia gandeng.

Anya berusaha melepaskan tautan jemarinya dari Mario, dan hal itu membuat Mario menoleh pada Anya dengan tatapan bingung.

"Kenapa lagi?"

"Lepas. Ini itu tangan bukan truk yang bisa di gandeng – gandeng biar bisa muat banyak." Jawab Anya ketus.

Mario tersenyum entah mengapa sikap Anya yang ketus dan jutek justru membuatnya kian merasa nyaman berdekatan dengan gadis itu.

"Kenapa senyum – senyum?" Anya mengerutkan dahi.

"Lo lucu. Pantas aja ayah betah sama elo."

"Lucu? Gue lagi ga ngelawak, dan lagi nih y ague bukan boneka Barbie yang bisa kau puji – puji. Ih …" Anya langsung jalan meninggalkan Mario yang masih menatap dirinya dengan senyum yang ga jelas.

"Ayo.." Anya menoleh ke belakang karena di rasa Mario masih tertinggal di belakangnya. Benar saja Mario masih berdiri di tempat semula dengan senyuman yang ga Anya mengerti.

"Kesambet dimana tuh bocah. Senyum – senyum ga jelas." Gumam Anya kesal.

"Yuk!" Mario berhenti tepat disamping Anya setelah berlari kecil demi mensejajarkan langkahnya dengan gadis yang menjadi bahan rebutan antara dirinya dan sang ayah.

"Nya, makan yuk. Gue laper."

Anya berhenti seketika.

"Barusan kita udah makan kali, masak Ia udah lapar lagi. Ini perut apa karung sih?" Tanya Anya sambil menepuk dengan keras perut Mario lalu berlari karena takut akan pembalasan dari Mario.

"Woy! Tunggu!" Mario ikut berlari mengejar Anya yang ternyata masuk ke dalam salah satu restoran cepat saji.

"Kok makan disini sih, Nya?" Tanya Mario sambil mengedarkan pandangan ke sekeliling restoran.

"Bawel banget sih Lo. Katanya laper. Makan seadanya jangan banyak protes."

"Bukan gitu, Nya. Entar kalau gue gemuk gimana Anya.."

"Peduli amat!" Jawab Anya sambil membawa nampan berisi makanan yang ia pesan.

Mario pasrah. Ia mengikuti kemana langkah kaki Anya mengajaknya. Dan disinilah mereka di pojok restoran dengan pemandangan yang langsung menghadap ke jalanan.

"Laper sih laper, cuci tangan dulu sana." Ucap Anya saat Mario hendak mengambil ayam goreng yang tadi Ia pesan.

"Busyet galak amat. Jadi nyesel tadi gue bilang lo lucu." Kata Mario sambil beranjak berdiri menuju ke wastafel yang tak jauh dari tempat mereka berada.

Anya hanya diam tak perduli dengan apa yang di katakana oleh Mario.

Tak berapa lama Mario kembali duduk di samping Anya lalu segera menyantap makanan yang sudah di pesankan Anya untuk dirinya.

"Nya, tangung jawab lho kalau gue entar jadi gemuk terus ga ada cewek yang mau sama gue. Anya menoleh pada Mario.

"Memangnya apa yang udah gue lakuin ke elo, sampai gue harus gue tangung jawab.?"

"Karena elo ngajak gue makan malam berat kayak gini."

Anya melongo dengan ucapan Mario yang entah lah…

"Gue justru sedang menyelamatkan elo dari kelaparan, gue ga mau ya di omelin bokap lo kalau lo pingsan di tengah jalan karena kelaparan. Kan ga lucu juga anak konglomerat kayak elo pingsan karena kurang makan."

"Justru itu Anya, masih banyak restoran lain yang masih buka, kenapa lo nyangkutnya kesini?" Jawa Mario tak mau kalah.

"Laper itu obatnya makan, jadi mau di restoran manapun pasti sama, intinya makan."

"Dasar galak."

"Biarin."

"Tapi tetep cantik."

"Dari dulu."

"Bikin gue suka."

"Maaf, saya lagi ga punya receh." Ucap Anya sambil menyodorkan uang seratus ribuan pada Mario.

"Busyet! Gratis, Nya. Buat elo."

"Gue ga butuh dan gue ga minta."

"Nya…. Anya."

"Udah makan buruan, gue tinggalin lo."

Mario tersenyum, seumur hidup baru kali ini ada perempuan yang berani mengatur dirinya bahkan mengancam akan meninggalkannya pulang.

Udara malam kian dingin. Anya langsung mengarahkan kakinya menuju ke parkiran setelah selesai makan. Sedangkan Mario hanya mengikuti Anya dengan pasrah kendati dirinya masih ingin berdua dengan gadis incarannya itu sebelum kembali di monopoli oleh sang ayah.

"Nya, lo nyaman kerja sama bokap gue?" Tanya Mario saat keduanya telah berada di dalam mobil.

Anya mengangguk.

"kenapa?"

"Gajinya gede, bokap lo juga orang nya baik."

"Gimana kalo gue gaji lo dua kali lipat dari gaji yang bokap kasih ke elo, tapi elo jadi asisten gue." Tawar Mario.

Anya mengeleng tanpa berpikir lebih panjang.

"Pikir dulu napa sih, Nya. Kan lumayan elo bisa nambahin kiriman uang ke kampung."

"Uang yang gue kirim selalu cukup, ga pernah kurang selama ini." Sahut Anya cuek.

"Ya paling enggak lo bisa nabung, terus bisa beli rumah atau mobil barang kali, atau mungkin juga botulin rumah orang tua elo di kampung."

Anya menoleh pada Mario. 'Sok tahu Lo Mario.' Batin Anya.

"Rumah orang tua gue udah di botulin, dan mereka juga ga butuhin mobil bagus – bagus tuh. Semua sudah cukup sesuai dengan takaran. Jadi menurut gue lo simpan aja duit yang buat gaji gue buat calon asisten lo yang lain." Jawab Anya sambil tersenyum di paksa.

"Gue Cuma mau elo, kalau elo gam au ya udah. Tapi kita tetap bisa berteman kayak gini kan?"

"Ya. Boleh."

"Cuek amat sih lo nya.."

"Duh. Tuan Mario yang terhormat harusnya anda berterima kasih sama saya karena saya mau menemani anda berbelanja mala mini, bukan justru ngatain saya terus – terusan. Ya galak lah, ya cuek lah ya ….ya … ya…"

Mario terkekeh, Bukan karena ucapan Anya yang lucu tapi ekspresi yang di tampilkan oleh Anya lah yang membuat Ia tersenyum.

'Se-lucu ini kamu Anya…' Batin Mario sambil sesekali menoleh pada Anya yang sibuk menatap jalanan.

avataravatar
Next chapter