4 Kedatangan Mario

 Pak Burhan mengetuk pintu kamar Anya pelan, kemudian muncullah wajah cantik dengan handuk yang masih bertengger di atas kepala.

"Kamu baru selesai mandi?" Tanya Pak Burhan.

"Iya Pak Bos."

"hm, cepet masakan saya sesuatu, sepertinya kamu lupa memberi saya makan Anya." Ujar Pak Burhan sambil melangkah menuju ke meja makan. Sedangkan Anya tersenyu kecil lalu mengekori Pak Burhan menuju ke dapur yang terhubung langsung dengan ruang makan.

"Pak bos mau saya masakin apa?" Tanya Anya setelah berdiri tepat di depan kulkas besar tempat penyimpanan bahan makanan.

"Apa saja yang penting cepat matang dan saya terbebas dari rasa lapar." Jawab Pak Burhan sambil menatap smartphonenya.

"Oke bos."

Pak Burhan menoleh, entah kenapa ucapan Anya setiap kali menagatakan 'Oke bos' mengelitik hatinya.

'Jadi kau menyusul ayah ke sini? Oke, mari kita bermain Nak..' batin Pak Burhan sambil tersenyum tipis.

Pak Burhan telah memperkirakan waktu kapan sang anak akan sampai di villa, Ia berjalan mendekati Anya yang sedang menyiapkan bahan masakan.

"pak bos mau apa kemari, udah duduk aja sana. Nanti pingsan karena kelaparan kan repot, mana saya kuat angkat badan segede gajah gini." Ucap Anya yang justru membuat Pak Burhan tersenyum. Inilah yang selalu membuat Pak Burhan merasa nyaman degan Anya yang pandai menempatkan diri baik ketika di kantor ataupun saat mereka berada di luar kantor seperti ini. Dan inilah yang diinginkan Inge pada Anya agar suami tercintanya tak merasa kesepian selepas kepergiannya.

Pak Burhan memegang mangkok yang berisi tepung yang akan di gunakan Anya untuk menggoreng udang. Dan tiba – tiba..

"Maaf Anya... Tumpah.." Ucap Pak Burhan sambil membersihkan tangan Anya yang terkena tumpahan tepung.

"Ayah!" Teriak Mario dengan tatapan tajam.

"Mario, kok kamu disini?" Tanya Pak Burhan tanpa rasa bersalah dan seolah tak ada yang terjadi. Pak Burhan juga masih membantu Anya membersihkan tepung yang menempel di tangannya padahal Anya merasa itu berlebihan, namun pegangan tangan Pak Burhan terlalu kuat sehingga Anya bisa terdiam dan mendadak Ia di kaget kan dengan kedatangan Mario.

"Apa yang ayah lakukan?" 

Bukannya menjawab pertanyaan dari ayahnya Mario justru balik bertanya pada sang ayah.

"Apa yang ayah lakukan? Memang nya kamu tidak melihat ayah sedang membantu Anya membersihkan tepung yang menempel di tangan Anya." Jawab pak Burhan santai 

"Buat apa? Memangnya Anya tidak bisa membersihkan tangannya sendiri apa?" Protes mario tak suka.

"Bukan masalah bisa atau tidak, tapi karena ayah yang secara tidak sengaja menumpahkan tepung ke tangan Anya."

"tetap saja Ayah, Anya bisa membersihkan sendiri!"

"Tidak bisa begitu dong, seorang laki – laki itu harus berani bertangung jawab dengan apa yang telah Ia lakukan, dan ayah sedang mempertangung jawabkan perbuatan ayah. Apa itu salah..?" Pak Burhan sengaja membuat Mario uring – uringan.

Mungkin cara ini salah, namun Ia harus mampu merubah sifat sang anak yang selalu terkenal playboy dan tak berperasaan.

"Maaf bos, sebaiknya bapak duduk saja, sebentar lagi masakan saya matang, katanya bapak lapar?" Ucap Anya lalu sedikit mendorong tubuh Pak Burhan ke arah meja makan.

"Tapi tangan kamu masih kotor, Anya. Biarkan saya yang membersihkan." Ucap Pak Burhan.

"Ini sudah bersih Pak Bos." Sahut Anya lalu berlalu kembali ke depan kompor tanpa menatap Mario.

"Kamu mau berdiri saja disitu atau mau ikut makan bareng sama Ayah? Masakan Anya enak Lho." Kata Pak Burhan, yang lagi – lagi membuat hati Mario seolah terbakar namun Ia masih juga tak menyadari apa yang sesungguhnya Ia rasakan pada Anya.

"Makanlah, enak aja ayah mau makan sendiri, nanti ujung – ujung nya ga jadi makan, hem.. bisa berabe." Ucap Mario yang membuat Pak Burhan terkekeh.

"Kamu sukanya berburuk sangka pada ayah. Sebenarnya kamu itu cemburu pada ayah atau pada Anya? Atau kamu marah karena ayah tak memberikan Anya padamu."

"Mario hanya takut ayah kebablasan, ayah sendiri yang sering bilang kalau ada dua orang cewek dan cowok maka yang ketiganya adalah setan."

"Lha kamu ngaku.." Ucap pak Burhan.

"Ayah menganggap Mario setan?" Mario benar – benar ingin marah, namun Anya keburu datang dengan membawa makanan yang sudah matang dan langsung di hidangkan di atas meja.

"Lha kamu baru saja ngomong, kalau berdua yang ketiga setan, tadi kan ayah hanya berdua saja dengan Anya, tiba – tiba saja kamu datang sudah mirip..."

"Ayah keterlaluan."

Pak Burhan tertawa begitupun dengan Anya yang berdiri sambil menata hidangan.

"Silahkan dinikmati Pak Bos." Ucap Anya

"Ikut lah makan bersama kami Anya." Pinta Pak Burhan.

"Tapi saya harus membersihkan diri dulu."

"Baiklah, kami tunggu. Cepat sana ganti baju kamu."

"Oke bos." Ucap Anya dengan senyum ceria.

Mario mendesah nafas berat, ada kejengkelan dan juga rasa panas di dalam hatinya kini.

"Kata ayah tidak mencintai Anya, tapi perbuatan ayah memperlihatkan kalau ayah mencintainya." Kata mario penuh kesal. 

"Cinta itu bisa datang karena terbiasa, siapa tau Anya juga menyukai Ayah, kan ga ada salahnya punya istri cantik dan muda seperti Anya."

"Ingat Nona Chelsea ayah! Apa ayah mau nenek kena serangan jantung kalau ayah justru bermain belakang dengan asisten pribadi ayah?"

"Chelsea urusan belakang, tak perlu kau pikirkan dia, biar itu menjadi urusan ayah, soal nenek? Asal nenek mu tidak tahu pasti semua aman." Ucap Pak Burhan yang tak pernah disangka Mario sang ayah bisa menjadi donjuan.

"Ayah kau sungguh terlalu." Mario ingin melanjutkan ucapannya namun Ia segera menyadari kedatangan Anya 

"Kamu sudah datang, ayo kita makan, saya sudah lapar sekali Anya." Kata Pak Burhan sambil mengangkat piringnya meminta Anya untuk mengambilkan nasi beserta lauk pauk untuk dirinya.

Lagi – lagi Mario di buat kesal oleh kelakuan sang ayah.

"Aku juga." Pinta Mario sambil menyodorkan piringnya pada Anya.

Anya yang tidak mengetahui jika dirinya sedang menjadi objek pertengkaran antara ayah dan anak itu pun dengan santai melayani keduanya.

"Cukup atau mau nambah lagi?" Tanya Anya setelah menaruh nasi di atas piring Mario.

"Sudah cukup." 

Anya lalu menaruh lauk di atas piring Mario beserta sayurannya, lalu meletakkan piring Mario tepat di depan Mario.

"Silahkan."

"Terima kasih."

"Masakan kamu memang selalu pas di lidah saya Anya, pantas saja kamu bilang tubuh saya segede gajah kamu pasti ga kuat... mengangkat saya." Pak Burhan sengaja menjeda perkataannya, untuk melihat ekspresi Mario saat itu, dan benar saja anak laki – lakinya itu salah sangka. Sedangkan Anya hanya tersenyum.

"Rasanya Biasa saja." Ujar Mario kesal, walau sebenarnya masakan Anya memang enak dan pas di lidahnya.

"Ga ada yang tanya kamu." Kata Pak Burhan.

avataravatar
Next chapter