webnovel

Prolog

Suara kentongan akan tanda bahaya terdengar kencang di seluruh penjuru tempat tinggal gue, membuat warga kocar-kacir menyelamatkan diri masing-masing. Terlihat jelas muncul seekor monster bertubuh bulat seperti bakso dengan rambut-rambut tipis mengelilingi seluruh badannya, mengobrak-abrik seluruh kediaman rumah warga.

Gue harus menyelamatkan keluarga dari ganasnya monster itu, dengan harus melewati jalan yang ada di sampingnya. Karena itu adalah jalan satu-satunya untuk bisa keluar dari desa, dengan perlahan gue dan keluarga mengendap-endap menuju ke sana berharap tidak ketahuan olehnya.

"Buk, Pak. wes cepetan jalan ne, iku monster lagi maem genteng rumah, Pakde Jarwo." Gue berbisik dari belakang supaya langkah kaki di percepat.

Namun sialnya Gue gak sengaja menginjak mainan boneka bebek yang bisa berbunyi ketika di tekan.

Kwek!!

Monster itu langsung menatap gue dan menyudahi makan siangnya.

"Kulonuwun, Pakde," Kata gue kepada monster itu dan menyuruh keluarga untuk terus berlari.

"Monggo cah lanang." Dia kembali memakan genteng itu.

Gue terdiam terpaku karena mendengar ucapan dari monster itu, spontan berkata, "Ealah monster nya orang Jowo juga."

Dia menghempas tangannya ke rumah pakde Jarwo, lalu berkata, "Emang ngopo kalau aku orang Jowo."

"Nuwun Sewu, Pakde. Gu-gue baru tahu ada monster bisa bahasa Jawa." Gue gemetaran menjawab pertanyaan dari dia.

"BTW jenenge sopo, Pakde," tanyaku penasaran.

"Sutejo Adikusuma Waluyo Ambarawa Diningrat."

"Busett dah, panjang amat namanya. Kalau akad nikah bagaimana itu penghulu ngucapinnya."

"Sampeyan ngajak baku hantam?"

"Weyyy ayo siapa takut! Maju lu buntelan rambut."

Suara teriakannya menggema menandakan amarahnya bergejolak untuk membunuh. Dia perlahan mendekati gue dengan mengepalkan tangan Sekuat-kuatnya.

"Sek sek sek, Pakde. Gue cuma guyon wae." Gue bergetar ketakutan karena rupanya dia menerima tantangan ini, padahal cuma bercanda doang.

"Ora guyon-guyon sampeyan, wes maju sini kita baku hantam."

Gue mencoba berpikir panjang mencari siasat agar bisa lepas dari dia.

"Sek sek, Pakde. Itu di belakangmu ada cah ayu." Aku menunjuk ke arah belakangnya.

"Lambemu cah ayu, eh. Ayu opo ora?"

"Ayu banget, pokoknya mantul." Gue memberikan dua jempol ke arahnya.

Ketika dia menghadap ke arah belakang mencoba melihat sosok itu, gue perlahan-lahan kabur menjauhinya. Namun hanya sebentar waktu yang gue dapatkan dari kebohongan itu, dia langsung mengejar gue dengan badan yang bergoyang-goyang.

"Kurang ajar sampeyan!!" teriaknya marah karena tertipu. Ya salah sendiri mau-mau aja sih ketipu.

Gue hanya bisa lari ke sembarangan arah agar supaya selamat, namun tanpa gue sadari beberapa meter di depan adalah jurang yang sangat dalam. Karena cepatnya berlari membuat gue tidak bisa menghentikan kecepatan ini dan akhirnya jatuh.

"Sotongg!!"

Jdugg!!

Badan gue langsung terjatuh dari tempat tidur.

"Adedede," ucap gue mengusap-usap siku tangan yang terhentak lebih dahulu ke lantai.

"Oalah ternyata hanya mimpi doang." Gue mencoba berdiri untuk duduk di pinggir kasur.

Hai nama Gue Dolan Wijaksono, anak pertama dari pasangan Agus Wijaksono dan Lastri Sumantri. Gue terlahir dari keluarga yang masih kental akan adat suku Jawa, mau tahu kenapa aku berkata "Gue". Itu ada alasannya ketika waktu dulu gue SMP, seluruh teman-teman mem-bully gue karena penampilan dan logat gue terlalu medok akan ciri khas orang Jawa. Karena tidak ingin di bully terus menerus, akhirnya gue memutuskan untuk menghilangkan sedikit demi sedikit gaya dan bahasa gue di depan teman-teman, namun hanya di depan mereka saja, kalau di keluarga tetap gue berprilaku seperti seharusnya orang Jawa bertutur kata sopan dan santun.

Keluarga gue tergolong dalam kemampuan harta yang berkecukupan dalam segala bidang, cukup makan bersama dengan 1 telur di bagi ber-empat, cukup untuk tidak bisa jajan seperti teman-teman, cukup membeli baju ketika dapat THR, cukup bisa membeli kendaraan berupa motor, ya walaupun itu motor jadul bekas dari membeli dengan orang yang sudah tidak membutuhkan lagi. Tapi gue tetap bersyukur terlahir dari keluarga ini, walaupun hidup keluarga gue sangat sederhana dan jauh dari kata kemewahan.

Bapak dan Ibu gue selalu mengajarkan untuk tidak serakah dan tetap bersyukur apa yang di dapatkan setiap hari tanpa mengeluh sedikit pun. Tidak ada rasa menyesal dan mengeluh dari diri gue, karena dalam keluarga ini gue selalu merasakan kebahagiaan yang tidak di miliki oleh keluarga kaya. Makan selalu bersama-sama penuh canda tawa, saling mendukung jika ada yang terpuruk, selalu tersenyum walau cacing dalam perut sedang demo minta makan.

'Makan, makan, makan, makan, ora mangan ora smile!" Begitulah kira-kira yang di katakan cacing dalam perut kalau belum di kasih makan.

Setelah duduk cukup lama untuk mengumpulkan nyawa yang bercerai berai dalam mimpi suram tadi, gue memutuskan untuk mandi dan bersiap-siap sarapan. Hari ini gue sangat senang sekali karena bapak gue mendapatkan rejeki lebih dari hasil kerja kerasnya di ladang. Dengan rejeki lebih itu Ibu membelikan bahan-bahan masakan untuk membuat nasi goreng dengan toping ayam di atasnya, ya walaupun itu daging ayam yang di suir-suir kecil agar dapat banyak.

Kita makan bersama sambil canda tawa dan mendengarkan berita dari televisi yang sudah tua, namun tetap jelas gambarnya walaupun sering gangguan sih karena antena yang kunjung belum sempat di ganti. Ketika sedang makan gue mendengar berita bahwa di negara Cina sedang terkena wabah virus yang mematikan.

'Selamat siang pemirsa, telah terjadi insiden penyebaran virus di negara Cina tepatnya di kota Wuhan. Banyak sekali korban yang berjatuhan karena keganasan dari virus itu. Pemerintah Cina masih menyelidiki asal muasal dari virus tersebut.'

'Informasi yang baru kami peroleh adalah virus itu menyerang sistem pernapasan manusia, gejala yang timbul dari virus tersebut adalah sesak napas dan kejang-kejang.'

Terlihat di acara berita itu berganti gambar potongan video korban yang terkena wabah virus tersebut.

'Hanya dalam beberapa atas kejadian virus ini, banyak korban yang di nyatakan meninggal di tempat. Pemerintah Negara Cina menjelaskan bahwa virus ini sangatlah menular, dan mereka menamakan virus ini Coronavirus Disease 2019 atau Covid-19. Virus ini akan menular antar manusia melalui tetesan cairan pernapasan tubuh melalui tangan atau permukaan padat.'

Keluarga gue langsung terdiam mendengar berita itu tentang pandemi covid-19, terlihat wajah serius Bapak dan Ibu menyimak berita di layar televisi.

"Iku opo toh, Buk?" tanya adik gue bernama Ayu Sumantri Wijaksono.

"Wabah virus, Nduk. Kamu jangan lagi main jauh-jauh, nanti bisa kena dan sakit." Ucap Ibu kepadanya.

"Inggih, Buk." Ayu mengangguk mendengar perintah itu.

"Le, kamu juga harus hati-hati ya ketika sekolah." Ibu berkata kepada gue.

"Inggih, Buk. Aku akan hati-hati."

Berita berlanjut memberitahukan bentuk virus covid-19, terlihat gambar seperti bola bakso berwarna merah gelap dengan rambut putih yang mengisi hampir seluruh sisi luar dari tubuh virus itu.

Melihat itu gue langsung terkejut sampai terbatuk-batuk, Ibu memberikan segelas air minum kepada gue, dan berkata, "Kamu kenapa toh, Ndok. Pelan-pelan kalau mangan itu."

"Ora opo-opo, Buk." Gue mencoba menenangkan diri dengan mengambil napas perlahan agar tidak batuk-batuk lagi.

'Wujudte podo persis koyo mimpi.' gumamku melihat itu.

Next chapter