19 Mi Familia 5

Aji berjalan tergopoh-gopoh menghampiri meja informasi yang ada di lobi rumah sakit. Embok mengikuti di belakangnya sambil menuntun putrinya yang masih berumur lima tahun. Ketiganya langsung pergi dari rumah begitu mendapat telepon dari rumah sakit yang memberitahukan Ben mengalami tabrak lari.

"Pasien atas nama Benjamin Ekawira, dia ada dimana sekarang?" tanya Aji pada pegawai wanita yang ada di balik meja ruang informasi.

Pegawai wanita itu langsung memeriksa catatannya. Ia kemudian menelepon dan berbicara dengan seseorang di telepon. Selesai menelepon, pegawai wanita itu mendongakkan kepalanya dan menatap Aji.

"Tidak ada pasien yang bernama Benjamin Ekawira," ujar pegawai wanita tersebut.

"Tapi tadi saya dapat telepon dari rumah sakit ini kalau anak saya mengalami tabrak lari dan dibawa ke rumah sakit ini," sahut Aji.

"Mungkin anak Bapak dibawa ke rumah sakit lain. Di rumah sakit ini tidak ada pasien bernama Benjamin Ekawira."

Embok yang berdiri di sebelah Aji tiba-tiba menyela. "Bagaimana kalau Benjamin Harris?"

Aji langsung melirik Embok.

"Kalau Benjamin Harris ada. Dia juga korban tabrak lari. Turis asing yang membawanya ke sini," terang pegawai rumah sakit pada Embok.

Aji dan Embok saling tatap. Sedetik kemudian Aji kembali mengalihkan perhatiannya pada Pegawai wanita yang ada di balik meja informasi. "Dimana Benjamin Harris?"

"Dia sedang ditangani di ruang gawat darurat," jawab pegawai wanita yang ada di balik meja informasi.

"Terima kasih." Aji segera berjalan meninggalkan meja ruang informasi.

Embok mengangguk pelan pada Pegawai wanita yang berada di balik meja informasi lalu berjalan menyusul Aji. Wanita paruh baya itu tergopoh-gopoh ketika sedang mengikuti Aji sambil menuntun putrinya. Sementara Aji berjalan cepat menuju ruang gawat darurat.

----

David berdiri di ujung tempat tidur tempat Ben berbaring. Jasmine yang menemaninya hanya bisa menepuk-nepuk punggung David untuk memberinya semangat.

"I should listen to you earlier," gumam David. Ia kemudian menoleh pada Jasmine.

"He'll be okay. The Doctor says he's not in critical condition. After hours he'll be conscious," sahut Jasmine.

Davie menghela nafas panjang sambil menatap Ben. Ia sama sekali tidak menyangka bahwa keinginannya untuk bertemu Ben akan berakhir seperti ini.

Ketika David dan Jasmine sedang menunggui Ben, tiba-tiba saja seorang pria paruh baya datang dan langsung mendekat ke sisi tempat tidur Ben. Pria paruh baya itu menatap Ben dengan tatapan penuh kekhawatiran.

"Kenapa bisa begini, Ben?" ujar pria paruh baya yang menghampiri tempat tidur Ben.

David menatap pria itu dan berbicara padanya. "Excuse me, who are you?"

Pria paruh baya itu langsung menoleh pada David. Mata pria itu membulat ketika menatap David. Seketika pria paruh baya itu menegakkan tubuhnya. David balas menatap pria paruh baya itu dengan tatapan tidak percaya.

----

Aji mendekat ke arah pria yang bertanya padanya. Wajah pria itu belum banyak berubah meskipun mereka tidak pernah bertemu lagi sejak pria itu membawa adiknya pergi dari rumah. Pria itu juga yang pada akhirnya mengakhiri hidup adik perempuannya dan meninggalkan putranya.

Tanpa basa-basi, Aji mendaratkan bogem mentahnya di pipi pria itu. "You bastard!"

Tidak sampai disitu, Aji kemudian mencengkeram kerah kemeja yang dikenakan pria itu dan berteriak padanya. "You kill my sister! And now you want to kill her son? Did you forget what you were doing to them?"

----

David menelah ludahnya. "Let me explain, Bagus. I didn't do anything. It's pure accident."

Jasmine yang berdiri di sebelah David mencoba untuk melerai. "Hei, stop it. People watching us."

"I don't care. This killer isn't supposed to be here," sahut Aji.

"Please, let David go before security comes after us," timpal Jasmine.

Aji melirik Jasmine yang terus memintanya untuk melepaskan David. "Who you? His girlfriend?"

Jasmine langsung menggelengkan kepalanya. "I'm his friend. Suami saya kebetulan orang sini."

"Kalau saya melepaskan David, bawa dia pergi dari sini. Ben sama sekali tidak butuh kehadirannya disini," pinta Aji pada Jasmine.

Jasmine mengangguk pelan. "I'll take him to go."

Perlahan Aji melepaskan cengkramannya pada kerah kemeja David. Ia mendengus pelan lalu berpaling dan kembali mengalihkan perhatiannya pada Ben.

Sementara itu di belakang Aji, Jasmine membujuk David untuk segera pergi meninggalkan rumah sakit. "Come on, Dave. We have to go."

David menatap Ben yang masih terbaring tidak sadarkan diri. Ia teringat dengan kalimat terakhir yang diucapkan Ben sebelum ia tidak sadarkan diri. David menghela nafas panjang dan akhirnya memilih untuk pergi dari ruang gawat darurat.

Embok yang akhirnya tiba di ruang gawat darurat, terkejut ketika ia berpapasan dengan orang asing yang wajahnya tampak tidak asing baginya. Ia terus memperhatikan wajah pria asing itu sembari melangkah masuk ke dalam ruang gawat darurat.

"Yang tadi itu David?" tanya Embok setelah ia menghampiri Aji.

Aji mengangguk pelan.

"Apa yang dia lakukan disini? Apa dia yang bikin Ben jadi seperti ini?" Embok kembali bertanya pada Aji.

"Entahlah," jawab Aji singkat. Ia lalu terdiam sambil menatap Ben. Aji yakin sekali David pasti sudah menemui Ben.

"Jaga, Ben. Saya mau pergi sebentar," pinta Aji pada Embok.

Embok menganggukkan kepalanya. Setelah itu Aji segera pergi meninggalkan Embok dan Ben. Embok sedikit keheranan melihat Aji yang berjalan tergesa-gesa meninggalkan ruang gawat darurat. Namun ia tidak banyak ambil pusing dan segera mencari tempat duduk agar ia bisa menunggui Ben.

----

"David!" teriak Aji ketika ia melihat David sedang berada di loket pembayaran rumah sakit.

Jasmine yang berdiri di sebelah David sudah khawatir bahwa Aji akan kembali memukul David. Ia pun refleks berdiri menghalangi Aji ketika pria itu mendekat pada David.

"It's okay, Jas," ujar David. Ia menarik Jasmine ke sebelahnya dan ia pun kembali berhadapan dengan Aji.

"Let's talk. Make it clear," ucap Aji.

David menganggukkan kepalannya.

"Follow me. Alone," pinta Aji. Ia kemudian segera berjalan pergi meninggalkan loket pembayaran.

Jasmine menahan David ketika ia hendak mengikuti Aji. "You don't know what he's planned, Dave."

"Don't worry. He just wants to talk," sahut David. Ia kemudian melepaskan tangan Jasmine dan segera berjalan mengikuti Aji.

Jasmine hanya bisa menghela nafas panjang ketika David berjalan pergi mengikuti Aji.

----

Aji menghentikan langkahnya di taman yang ada di belakang rumah sakit. Ia menghela nafas panjang dan mencoba untuk mengendalikan amarahnya. Setelah berhasil menenangkan dirinya, Aji segera menghadapi David yang sudah berdiri menunggunya.

Aji sedikit mendongakkan kepalanya dan mulai berbicara pada David. "You two already meet, right?"

David mengangguk pelan. "I stop by in front of your house. But I'm not decided to meet Ben. I'm just watching him out of your house. But suddenly we met on the road. He's trying to help my friend."

"Why are you here? Why do you want to meet him? Don't you forget that you almost killed him?" sahut Aji.

"I–" David sedikit tergagap menjawab pertanyaan Aji.

"Why?"

"I want to know how he's right now. That's it. I don't mean to bother him," jawab David.

Aji menghela nafas panjang sambil menatap David. "Ben has a good life here. Don't ruin his life with your presence. He seems bothered after he knows that you are now a free man. He's afraid you'll come after him. You already ruined my sister's life. Don't do that to Ben and leave Bali peacefully. Ben is in a good hand. He doesn't need you."

Aji tidak menunggu David untuk menanggapi ucapannya dan langsung pergi begitu saja meninggalkannya di taman belakang rumah sakit.

****

Thank you for reading my work. I hope you guys enjoy it. You could share your thought in the comment section, and don't forget to give your support through votes and reviews. Thank you ^^

Original stories are only available at Webnovel.

avataravatar
Next chapter