36 Dilema Rion

Rion telah kembali ke kastil. Wajahnya terlihat sangat tegang. Dia melangkah lebar menyusuri koridor tanpa pernah menoleh untuk melihat para pelayan dan prajurit yang memberikan hormat kepadanya.

Biasanya dia memang selalu menampilkan ekspresi datar pada wajahnya, tetapi dia masih tersenyum kepada orang-orang yang menyapanya atau memberi hormat kepadanya.

Sikapnya tersebut membuat beberapa penghuni kastil berpikir bahwa sang raja kembali dirasuki oleh 'roh jahat'

"Trishy, apa yang terjadi dengan kakakku?" tanya Anwen sambil menghadang langkah Trish di pintu masuk.

Seperti biasa, sangat sulit untuk membuat Trish mengatakan yang sebenarnya. Dia selalu menutup rapat setiap hal yang berkaitan dengan keadaan mental sang raja.

Sementara itu, Odette yang mencari Anwen tidak sengaja berpapasan dengan Rion. Odette memperhatikan sosok pria itu yang terus mendekat ke arahnya.

'Ada apa dengannya?' Odette bertanya-tanya di dalam hati karena melihat wajah Rion yang tegang.

Dia berlari kecil mengikuti Rion yang memasuki sebuah belokan dan selang beberapa saat dia kini berdiri di hadapan sebuah pintu yang tidak lain adalah pintu kamar sang raja.

Dari celah-celah pintu yang tidak tertutup rapat, dia melihat Rion yang sedang mondar-mandir seperti sedang mencemaskan sesuatu.

'Apa yang terjadi? Apakah dia melakukan sesuatu yang buruk lagi kepada orang lain saat dia tidak sadar?'

Rion yang menyadari bahwa pintu kamarnya tidak tertutup rapat, segera berjalan untuk merapatkan pintu dan menguncinya dari dalam sementara Odette segera menyingkir dari pintu dan merapatkan diri di dinding.

Dia lega karena Rion tidak melihatnya. Jika dia ketahuan mengintip pasti Rion benar-benar akan menganggapnya sebagai wanita penggoda tetapi dia benar-benar penasaran kenapa Rion terlihat sangat gelisah.

Odette melihat ke sekeliling. Setelah memastikan tidak ada orang yang melihatnya mengintip kamar sang raja, dia mulai mencari celah untuk melihat apa yang dilakukan Rìon di dalam sana, tetapi dia tidak menemukan celah sama sekali.

Dia pun menempelkan telinganya di pintu, mungkin saja dia bisa mendengar sesuatu.

Sementara itu, di dalam kamarnya, Rion yang sejak tadi mondar-mandir dengan gelisah duduk di tepi tempat tidur. Dia menyapu wajahnya dengan kasar lalu menggosok-gosokkan kedua telapak tangannya yang terasa dingin.

Di dalam benaknya, dia terbayang dengan sebuah kejadian saat dia memantau rumah warga. Saat itu dia berdiri di tengah-tengah warga yang terluka parah karena perbuatannya.

Lucifer kembali membuat masalah dan Rionlah yang harus bertanggung jawab untuk itu. Dia melukai rakyatnya tanpa dia sadari.

Untungnya tidak ada korban jiwa karena Trish menghalanginya dan Rion berhasil mendapatkan kendali atas dirinya dengan cepat.

Rion meremas rambutnya frustrasi ketika mengingat semua warga yang menatapnya penuh ketakutan. Dia datang untuk membantu kehidupan warga tetapi dia hampir saja merampas nyawa mereka.

Dia tidak bisa membayangkan jika dia membunuh orang-orang di sana, sekali lagi dia akan mengalami penyesalan terbesar di dalam hidupnya.

Rion selalu ingin memberikan rasa aman kepada rakyatnya tetapi ancaman terbesar bagi rakyatnya adalah dirinya sendiri.

Sang raja merebahkan dirinya di tempat tidur lalu berusaha untuk tenang. Akhir-akhir ini Lucifer sering muncul dan mengambil alih tubuhnya.

Kenapa? Apa yang terjadi?

Rion memejamkan mata. Namun, ketika matanya terpejam, dia melihat dirinya yang berdiri dalam kegelapan sambil memegang pedang yang berlumuran darah.

"Aku akan membunuhmu seperti kau membunuh Rose."

Sosok dirinya yang dia lihat itu menatap sangat dingin dan juga sangat tajam, itu adalah Lucifer.

Di dalam benaknya, Rion melihat Lucifer berlari ke arahnya lalu melompat bersama pedang yang terangkat untuk menebas.

"Hah!" Rion bangun dengan terkejut dan dengan nafas yang sedikit terengah. Jantungnya berdebar-debar dan dia mulai berkeringat.

Dia lalu beranjak dari tempat tidur dan berjalan ke arah pintu dan ….

"Aaagh!"

Bruk!

Odette yang sedang menempelkan telinganya di pintu langsung jatuh tersungkur ketika pintu tiba-tiba dibuka dari dalam.

"Aduh sakit … hiks …" Odette bangun dan duduk bersimpuh sambil memegangi hidungnya yang merah karena mencium lantai.

"Kau?" Rion menekuk kedua alisnya.

Odette mendongak dan melihat Rion yang sedang menatapnya dengan sinis. Dia merasa malu sekali, rasanya ingin lari dan melompat ke laut.

"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Rion ketika Odette baru saja berdiri.

"A-aku, aku … eum … aku …eum …." Odette gelagapan. Dia sama sekali tidak bisa membuat alasan untuk menutupi rasa malunya. Payah sekali! Dia pun hanya bisa merutuki dirinya sendiri.

"Aku … hehe." Dia melangkah mundur secara perlahan sambil tersenyum simpul. Dia terlihat sangat salah tingkah. "Aku … aku hanya … aku pergi dulu," ucapnya lantas berbalik dan segera ingin berlari tetapi dia terkejut saat pergelangan tangannya tiba-tiba ditahan oleh Rion.

Gawat!

Odette menggigit bibir bawahnya.

Rion pasti tidak akan membiarkannya pergi sebelum Odette menjawab pertanyaannya.

Aduh, Odette harus jawab apa? Odette memutar otak untuk membuat alasan tetapi dia tidak menemukan alasan apapun.

Odette menghembuskan napas lelah lalu memutuskan untuk mengatakan yang sebenarnya. Dia menoleh melihat Rion namun sebelum dia membuka suara, Rion sudah menariknya masuk ke dalam kamar lantas mengunci pintu dengan cepat.

"A-apa?!" Odette merasa shock. Seketika pikirannya menjadi kacau. Dia mundur perlahan-lahan ketika Rion melangkah perlahan mendekatinya.

Odette tegang, dia menoleh ke kiri dan ke kanan, mencari benda yang bisa dipakai sebagai senjata namun anehnya ruangan tersebut kosong. Tidak ada perabot apa pun. Hanya ada tempat tidur, sofa dan sebuah lemari kayu yang tidak memiliki cermin.

Karena tidak menemukan benda keras apapun, Odette hanya bisa meraih bantal. "Jangan macam-macam, aku memperingatkanmu!" ucapnya sambil memasang kuda-kuda.

Rion menghentikan langkahnya dan menatap lurus ke arah Odette.

"Apa kau benar-benar bisa membantuku?" tanyanya yang membuat Odette sedikit terkejut.

"Kau … bilang apa?" Odette menurunkan bantalnya.

Rion tidak menjawab. Dia hanya menatap Odette dengan datar namun terlihat putus asa.

Melihat hal itu, semua ketegangan yang Odette rasakan menghilang. Wanita itu berdeham lalu menetralkan ekspresinya.

Untuk beberapa saat Odette melihat Rion dalam keheningan.

"Tentu saja," ucapnya lalu mengikuti Rion yang berjalan dan duduk di sofa.

Odette bertanya-tanya di dalam benaknya apa yang membuat Rion tiba-tiba ingin menerima bantuannya? Padahal saat Odette menawarkan bantuan, Rion sama sekali tidak berminat.

Apakah telah terjadi sesuatu yang buruk saat dia meninggalkan kastil?

"Ha?" Dia sedikit terkejut ketika Rion tiba-tiba meletakkan sebuah kertas di atas meja."Apa ini?"

Odette menekuk alis karena merasa bingung.

"Cek."

"Ha?" Mulut Odette sedikit terbuka.

Cek? Di sini ada cek? Seketika dia teringat saat Anwen bertanya tentang bank kepada wanita pemilik warung.

"Mulai sekarang kau akan bekerja sebagai dokter pribadiku. Kau bisa menulis jumlah gaji yang kau inginkan," ucap Rion yang membuat Odette nyaris tidak mempercayai pendengarannya sendiri.

avataravatar
Next chapter