16 Bola Tidur Anwen

Rion yang diikuti Trish memacu kuda hitamnya dengan sangat cepat. Mata hazelnya menyorot arah yang ada di depan dengan tajam, seolah dia ingin memotong semua jarak yang memisahkannya dengan Anwen dengan cepat.

"Kenapa kau selalu nekat? Bagaimana jika kau terluka?" batinnya mengingat wajah Anwen yang tersenyum lebar.

Dari belakang, Trish memperhatikan punggung rajanya dengan lekat, lalu tidak lama dia tersenyum dan kembali fokus melihat jalan.

Fajar telah berganti senja dan mereka akhirnya memasuki hutan.

Rion yang melihat bekas api unggun di pinggir sungai segera menghentikan kudanya.

"Sepertinya Tuan Putri Anwen dan Nona Odette semalam beristirahat di sini," ucap Trish memperhatikan kayu-kayu sisa pembakaran dan bungkus-bungkus makanan..

Rion juga memperhatikan hal yang sama. Namun setelah lima detik dia kembali menarik tali kekang kudanya.

Sementara itu, Anwen dan Odette telah keluar hutan dan tiba di area yang lapang. Dari atas kuda yang masih berlari, Odette terkejut saat melihat noda darah tersebar di berbagai tempat dan bau amis segera tercium saat angin berhembus.

"Ke-kenapa ada banyak darah di sini?" tanyanya dengan wajah tegang.

"Oh, ini darah dari para prajurit yang berperang tiga hari yang lalu," jelas Anwen sementara Dan masih terus berlari.

Lagi-lagi Odette terkejut. "Perang? Perang sungguhan?"

Pertanyaan konyol!

Tentu saja perang sungguhan.

Odette harus ingat bahwa saat ini dia ada di era abad pertengahan. Abad pertengahan adalah era peralihan dari dari abad kuno ke zZaman modern. Di era ini perang antar penguasa masih banyak terjadi.

Anwen memberi tahu bahwa tiga hari yang lalu, di tempat itu terjadi perang antara pasukan Redragon dari Archadia dan pasukan Panthera.

"Awalnya kami sedikit kesulitan karena jumlah musuh lebih banyak tetapi kakakku dengan cepat memangkas jumlah musuh dan kami menang saat kakakku berhasil membunuh Duke Redragon," jelas Anwen.

Odette kembali mengingat Rion di dalam benaknya.

'Pria brengsek itu ternyata raja yang hebat,' batinnya.

"Anwen kau bilang kami? Apa kau juga ikut berperang?"

"Yah. Begitulah tetapi kakakku tidak tahu kalau aku juga ikut berperang."

"Kenapa begitu?"

"Aku bergabung dengan para prsjurit Panthera secara diam-diam. Aku ikut di perang itu karena kakakku ada di sana. Aku mengikutinya karena aku mendapat misi dari nenekku kalau aku harus membuat kakakku memiliki a–" Anwen memotong ucapannya saat dia menyadari bahwa dia hampir saja memberi tahu Odette bahwa dia harus membuat kakaknya memiliki anak.

Karena itu dia memberikan ramuan afrodisiak yang membuat kakaknya berubah menjadi hewan buas.

Jika Odette tahu bahwa dalang dari kejadian 'itu' adalah Anwen entah apa yang akan terjadi.

"Memiliki a-?" Odette bertanya penasaran karena Anwen tiba-tiba memotong ucapannya.

"Ti-tidak jadi, lupakan saja," kata Anwen membuat alis Odette tertaut.

***

"Hey, hey bangun!" Trish meneuk-nepuk pipi dan mengguncang-guncang tubuh salah satu prajurit dari empat prajurit yang sedang terbaring dalam keadaan tidak sadarkan diri.

Sementara Trish sedang berusaha membangunkan keempat prajurit itu, Rion berjalan dan memungut sebuah benda berwarna ungu. Benda itu terlihat seperti bola yang pecah.

Saat melihat benda itu dari dekat, dahi Rion langsung berubah biru. Rion ingat benda itu adalah bola bius, salah satu penemuan Anwen yang pernah menggemparkan seisi istana.

"Yang Mulia se- ... itukan ...?" Trish yang baru berdiri dan terlihat ingin mengatakan sesuatu segera menunjukkan ekspresi yang sama dengan yang ditunjukkan Rion. Dahinya ikut membiru saat melihat benda yang dipegang oleh Rion.

Itu adalah bola bius Anwen. Anwen menyebutnya 'bola tidur' dulu Rion dan Trish menjadi objek percobaan pertama bola itu dan mereka berdua mati suri selama dua hari karena efeknya sangat tinggi.

Seluruh istana berkabung gara-gara itu, bahkan Yang Mulia Cristela yang dikenal sebagai wanita yang tidak berperasaan pingsan karena berpikir Raja Panthera telah mati.

Untungnya saat Rion dan Trish sudah dimasukkan ke dalam lubang kubur dan siap ditimbun, mereka membuka mata dan membuat seluruh pelayat lari terbirit-birit. Satu-satunya yang bertahan dan tidak meninggalkan lokasi pemakaman adalah Yang Mulia Cristela.

Untuk membayar perbuatannya, Anwen hampir menerima hukuman cambuk. Namun Rion mengganti hukuman itu menjadi hukuman pengasingan.

Anwen diasingkan di sebuah desa terpecil yang berada sangat jauh dari istana selama tiga bulan. Anwen harus bertahan hidup sebagai rakyat biasa dan berjuang untuk menghidupi dirinya sendiri selama masa hukuman tersebut.

Jika tuan putri lain yang menerima hukuman seperti itu, mereka mungkin akan merasa sangat menderita karena tidak tahan dengan kerasnya kehidupan di luar istana namun Anwen tidak.

Gadis itu justru kegirangan karena merasa bebas dan dia kembali ke istana bersama dengan arak-arakan warga desa. Warga desa sangat berterima kasih kepada Anwen karena Anwen berhasil membuat pembasmi hama yang sudah menyerang tanaman di ladang warga selama satu tahun.

Sekarang desa itu menjadi salah satu wilayah pemasok sayuran terbaik di Panthera.

"Para prajurit ini hanya pingsan. Sepertinya Tuan Putri sudah menurunkan dosis bola biusnya," kata Trish tersenyum kecut. Dahinya masih biru, dia selalu merinding saat mengingat dirinya yang hampir dikubur.

Rion mendengus dan menghembuskan napas kasar.

"Gadis itu tidak pernah kapok," ucapnya lalu kembali menaiki kudanya dan Trish segera mengikuti.

Setelah menemukan bola bius tadi, Rion akhirnya paham kenapa Anwen begitu berani untuk pergi ke Hutan Randle. Walau setiap penemuan Anwen sering membuat Rion frustrasi namun Rion harus mengakui bahwa penemuan seperti bola bius itu sangat berguna untuk menlumpuhkan musuh.

***

"Ah, segarnya," kata Anwen yang baru saja keluar dari kamar mandi sebuah penginapan sementara Odette berdiri di teras sambil memperhatikan orang-orang di bawah.

Gaun kuning yang tadi dia kenakan sekarang sudah terganti dengan gaun malam cantik yang berwarna putih.

Saat ini dia dan Anwen sedang berada di sebuah kota yang bernama Vibes. Suasana di sini cukup ramai, sangat berbeda dengan suasana yang ada di Green Castle.

Walau di kastil itu juga terdapat banyak orang tetapi rasanya berbeda. Di sini orang-orang saling berbaur.

"Nona Ody." Anwen yang juga sudah mengenakan gaun malam seperti yang dikenakan Odette datang dari belakang.

Dia berdiri di sebelah Odette dan memegang pagar pembatas.

"Kita akan sampai ke Hutan Randle tiga hari lagi," ucapnya.

"Um. Anwen, aku tidak tahu bagaimana harus berterima kasih kepadamu. Aku berhutang sangat banyak dan aku tidak punya apapun untuk membayar hutangku," ucap Odette.

"Ah, jangan bicara begitu. Aku senang bisa membantumu dan lagi pula ... aku melakukan ini karena aku merasa bersalah," kata Anwen memelankan kalimat terakhirnya.

"Lagi pula?" Odette menekuk alis, menatap Anwen dengan bingung namun Anwen hanya tersenyum dan berkata tidak ada apa-apa.

Angin berhembus menggerakkan rambut mereka secara halus. Odette kembali melihat ke bawah dan secara kebetulan dia melihat seorang wanita sedang menggendong seorang gadis kecil yang memanggilnya 'ibu'

avataravatar
Next chapter