17 Rencana Baru Sherin

Jam pulang sekolah akhirnya datang juga, waktu yang paling ditunggu-tunggu oleh semua murid.

Vero yang biasanya menunggu Kirana untuk pulang, kini ia mendahului Kirana yang tengah mengemasi barang-barangnya.

Kirana yang melihat Vero yang pergi tanpa mengucapkan kata-kata apa pun padanya pun, langsung memperhatikan langkah kaki Vero.

"Vero…." panggil Kirana.

Seketika langkah Vero pun menghentikan langkah kakinya saat mendengar namanya dipanggil oleh Kirana. Namun Vero tidak membalikkan tubuhnya, untuk menoleh pada Kirana, ia hanya tertegun di tempat kakinya berhenti.

"Apakah kamu masih marah padaku?" tanya Kirana, melihat Vero yang tertegun di sana tanpa menoleh ke belakang kepadanya.

Namun bukannya menjawab pertanyaan Kirana, Vero bergegas melangkahkan kakinya keluar dari kelas itu, meninggalkan Kirana sendirian di kelas, namun di koridor, Vero berpapasan dengan Levi yang sepertinya akan menemui Kirana di kelas.

Sebenarnya Vero kesal melihat itu, namun ia sedang tidak mau berbicara pada Kirana, sehingga membuatnya lebih memilih untuk pulang ke rumah.

Vero berjalan menuju gerbang sekolah yang kini sudah terlihat sepi oleh murid-murid. Namun saat Vero sampai di parkiran, ia tidak sengaja mendengar nama Kirana disebutkan oleh seseorang, sehingga membuatnya menghentikan langkahnya, ia berusaha mencari sumber suara itu.

"Akhirnya kita berhasil mengerjai Kirana, si rakyat jelata itu, ia benar-benar basah kuyup tadi, membuatku ingin tertawa langsung di hadapannya," ucap seseorang.

Vero yang mendengar itu pun, terkejut, kemudian Vero mendekat pada sumber suara, dan kini ia melihat Sherin bersama teman-temannya sedang berdiri di dekat mobilnya sambil berbincang-bincang masalah Kirana.

"Tapi, aku belum puas untuk mengerjai Kirana, aku juga belum bisa meluluhkan hati Vero," ucap Sherin dengan tatapan penuh arti.

Vero yang mendengar itu pun, menggelengkan kepalanya tidak percaya, ia tidak menyangka jika Sherin akan selicik itu.

"Kita harus membuat rencana baru untuk mengerjainya selanjutnya," ucap Sherin dengan tatapan penuh keyakinannya, sambil menunjukkan senyum seringainya.

Vero yang mendengar itu pun, langsung membuka tasnya, dan merogoh tasnya untuk mengambil ponselnya, kemudian langsung membuka alat perekam pada ponselnya.

"Kita akan buat Kirana dipermalukan satu sekolah," ucap Sherin dengan wajah liciknya.

Kemudian kedua temannya tampak mengangguk, namun dengan ekspresi yang masih bingung.

"Tapi bagaimana caranya, Sherin?" tanya teman Sherin.

"Aku akan buat Kirana dituduh mengambil barangku, aku akan memasukkan barang mahalku ke dalam tasnya, lalu aku akan mengadu kepada guru bahwa barangku hilang, kemudian pastinya guru akan melakukan sidak secara tiba-tiba, sehingga membuat Kirana tidak tahu rencana kita," ucap Sherin menjelaskan.

"Lalu, semuanya akan mengira bahwa Kirana lah yang mencuri barangku," lanjut Sherin.

Teman Sherin kembali mengangguk, namun kini dengan wajah yang nampak paham dengan perkataan atau rencana yang disampaikan Sherin.

Sementara Vero yang mendengar semua licik Kirana pun, mengelengkan kepalanya, ia benar-benar tidak habis pikir dengan rencana Sherin yang menurutnya sangat keterlaluan.

"Kalau begitu, kalian harus mempersiapkannya besok, jangan sampai gagal," ucap Sherin mengomando temannya.

"Baik, Sherin," jawab kedua teman Sherin secara bersamaan.

Vero yang mendengarkan semua rencana itu sambil merekamnya dengan ponselnya pun, menggelengkan kepalanya berkali-kali karena tidak percaya dengan semua kelicikan Sherin yang ia lihat dan dengar secara langsung.

Setelah Vero merekam semua rencana busuk Sherin, Vero bergegas pulang, dengan naik bis. Vero memang sengaja tidak menyuruh pamannya untuk menjemputnya, karena sebenarnya ia ingin pulang bersama Kirana saat pulang sekolah, namun karena ia masih marah dengan Kirana, ia memutuskan untuk pulang lebih dulu saja.

Vero menunggu di halte sekolahnya, sudah tidak ada orang di halte, karena semua murid kebanyakan telah pulang sejak tadi, kecuali Kirana dan Levi yang kini menghampiri Vero yang sedang duduk di halte sendirian.

Kirana ada di dalam mobil Levi, Kirana menyapa Vero yang sedang menunggu bisnya datang.

"Vero … apa kamu tidak kamu tidak mau pulang bersama kami?" tanya Kirana, sengaja meminta supir Levi untuk menghentikan mobilnya tepat di halte bis.

Vero yang melihat itu pun, hanya melengos. Ia benar-benar kesal saat itu, kenapa harus Levi yang selalu membuatnya marah dan cemburu.

Vero tidak menjawab pertanyaan Kirana, sehingga membuat Kirana sedikit kecewa.

Levi yang melihat perubahan pada eskpresi wajah Kirana pun, langsung mencoba untuk merayu Vero agar mau ikut bersama mereka.

"Vero … ayo ikut bersama kami, jika kamu menunggu bis itu akan sangat lama," ucap Vero, berusaha mengajak Vero untuk ikut ke mobilnya.

Namun Vero tetap tidak menjawab, sehingga membuat Kirana dan Levi pasrah, dan akhirnya meninggalkan Vero lebih dulu dengan mobil.

"Kenapa harus pulang bersama Levi, seperti tidak ada orang lain saja," gumam Vero, yang masih duduk setia menunggu bis datang.

Sedikit lama Vero menunggu, namun kini ia sudah berada di dalam bis, menuju rumahnya.

Tidak perlu waktu lama, Vero kini tiba di rumah, saat memasuki pelatarannya, ia melihat ada dua mobil yang terparkir di garasi mobilnya, ia seperti mengenal mobil itu, karena mobil itu tidak asing bagi Vero.

Vero mencoba menerka-nerka siapa yang datang ke rumahnya, saat ia memasuki ruang tamu, ia dikejutkan dengan sapaan seseorang.

"Hai, Vero … sudah lama kita tidak bertemu," sapa Stev dengan begitu antusias.

Vero yang sedang tidak baik perasaannya pun, hanya tersenyum dengan terpaksa menanggapi teman pamannya itu.

"Hai, Paman Stev…." jawab Vero dengan suara yang terlihat sangat malas.

Rudolf langsung mengerutkan keningnya saat Vero tiba-tiba bersikap seperti itu kepada Stev, padahal di hari-hari sebelumnya Vero terlihat sangat bahagia dan selalu tersenyum.

Stev yang sudah lebih dulu mendengar cerita Rudolf mengenai perkembangan Vero yang cukup baik pun, langsung mengalihkan pandangan pada Rudolf.

Namun Rudolf juga terlihat menampilkan ekspresi bingung. Sehingga membuat Stev berpikir ada sesuatu yang terjadi pada Vero.

"Apa kabar, Nak? Apakah sekolahmu menyenangkan hari ini?" tanya Stev, mencoba membuka pembicaraan, dan berharap bisa mendapat titik terang mengapa Vero tiba-tiba bersikap begitu.

"Tidak! Sama sekali tidak menyenangkan," jawab Vero dengan nada kesal.

Seketika Rudolf dan Stev pun, bertemu pandang, karena terkejut melihat sikap Vero yang tiba-tiba berubah.

"Kenapa tidak? Apakah ada yang mengajakmu berkelahi?" tanya Stev, namun dengan nada yang sangat lembut, sehingga membuat Vero masih tetap nyaman.

Vero terlihat berpikir sejenak, sambil menundukkan kepalanya dan menggesek-gesekan kedua ibu jarinya. Stev yang melihat gerak gerik Vero pun langsung menyadari jika Vero memiliki masalah di sekolah.

"Apakah ada yang menyakitimu, Vero? Bilang pada paman, akan paman hadapi orang itu," ucap Rudolf yang lebih dulu tersulut emosi, membuat Vero sedikit merasa tidak nyaman saat ini.

Stev langsung meminta Rudolf untuk diam dan tidak mengatakan apa pun, saat itu juga. Karena jika Rudolf terus berbicara, akan membuat Vero tidak mau bercerita.

"Apa kamu haus?" tanya Stev dengan nada lembut.

Vero yang masih menundukkan kepalanya pun, hanya menggelengkan kepalanya untuk menjawab pertanyaan Stev.

"Kalau begitu duduklah," ucap Stev sambil mengarahkan Vero untuk duduk di dekatnya.

"Lalu kenapa kamu terlihat muram, Vero?" tanya Stev perlahan-lahan.

Vero masih memainkan kedua ibu jarinya, ia nampaknya masih berpikir untuk menjawab pertanyaan Stev.

Kemudian Stev memberi kode pada Rudolf untuk mengambilkan minum untuk keponakannya itu. Rudolf pun, langsung bergegas menuju dapur untuk melaksanakan perintah Stev.

"Apa paman boleh tahu, tadi kamu melakukan kegiatan apa saja di sekolah?" tanya Stev, mencoba untuk mencari sesuatu pada Vero.

Vero masih terdiam membeku disana, namun Stev tidak berputus asa, ia terus mencari cara agar Vero mau bercerita.

"Dulu … saat paman masih bersekolah, paman melakukan banyak hal bersama teman-tem--" belum selesai Stev menyelesaikan ucapannya, Vero langsung menyela pembicaraan dengan menyebutkan satu nama.

"Kirana…." ucap Vero memotong pembicaraan Stev.

Stev yang mendengar itu pun, langsung mengerutkan keningnya bingung.

"Siapa Kirana?" tanya Stev dengan nada penasaran.

"Kirana…." sahut Rudolf yang baru saja dari dapur sambil membawakan segelas minum untuk Vero.

Suasana pun menjadi hening saat itu juga.

avataravatar
Next chapter