9 Canggung

Keesokan paginya, Vero sudah siap dengan seragam sekolahnya, ia duduk di samping pamannya yang bersiap untuk menginjak pedal gas mobilnya.

Setelah beberapa menit dalam perjalanan, akhirnya Vero pun, sampai di depan gerbang sekolah, sekolah masih cukup sepi saat itu, hanya beberapa murid yang baru saja memasuki gerbang sekolah.

Vero yang hendak turun pun, tidak lupa untuk mengingatkan pamannya satu hal penting.

"Paman," panggil Vero.

Pamannya yang memegang stir mobil pun, langsung memperhatikan wajah Vero saat itu juga.

"Iya Vero, ada apa?" tanya Rudolf.

"Paman tidak perlu menjemputku hari ini," tukas Vero.

Rudolf yang mendengar ucapan Vero pun, terkekeh. Vero terlihat sangat serius saat mengucapkan kalimat itu. Sepertinya Vero menyukai gadis itu. Karena sangat tidak biasanya Vero seperti itu. Bahkan Rudolf sangat bersyukur, keadaan Vero kini sudah mulai membaik, karena Vero mau bersekolah.

"Baiklah, Vero … paman janji tidak akan menjemputmu nanti," ucap pamannya, sambil tersenyum.

Vero pun, tersenyum sumringah mendengar ucapan pamannya itu. Kini ia berniat untuk turun dari mobil. dan kebetulan saat itu juga, Vero melihat Kirana lewat dan berjalan di depan mobil Vero berhenti. Membuat Vero langsung turun dari mobilnya tanpa mengucapkan satu kata pun, kepada pamannya.

Rudolf yang melihat itu pun, hanya dapat menggelengkan kepalanya dan pasrah.

Sementara Vero yang berlari untuk menghampiri Kirana pun, kini sudah berjalan menyeimbangkan langkahnya dengan Kirana yang berjalan santai.

Kirana yang terkejut, langsung menoleh seseorang yang menghampirinya itu.

"Vero…." ucap Kirana kaget.

Vero pun tersenyum manis pada Kirana yang memasang wajah kaget karena Vero menghampirinya dengan tiba-tiba.

"Hai," sapa Vero.

"Hai juga, kamu juga baru sampai?" tanya Kirana.

Vero pun, hanya menjawab pertanyaan Kirana dengan menganggukkan kepalanya mantap.

"Nanti aku akan mengantarkanmu pulang," ucap Vero antusias.

Kirana yang mendengar itu pun, langsung terkekeh. Sedangkan Vero yang melihat ekspresi Kirana pun, mengerutkan keningnya bingung.

"Mengapa kamu tertawa?" tanya Vero bingung.

"Ah-- tidak, iya kamu boleh mengantarkanku," jawab Kirana, sambil menahan rasa ingin tertawanya.

Vero pun tersenyum bahagia mendengar jawaban Kirana, dan melangkahkan kakinya penuh percaya diri menuju kelas.

Mereka sampai di kelas, dengan keadaan kelas masih sepi tidak ada murid yang datang.

"Aku akan ke perpustakaan, apa kamu mau ikut?" tanya Kirana sembari membawa beberapa buku yang habis ia pinjam kemarin dan telah selesai i abaca.

"Ya, aku ikut denganmu," jawab Vero antusias.

Kemudian mereka menyusuri koridor kelas sambil tertawa santai, membuat mereka seperti dua pasangan yang sedang jatuh cinta.

Setelah mengembalikan buku-bukunya, mereka kembali bergegas ke kelas, karena sebentar lagi akan masuk jam pelajaran.

Dan dua pelajaran sudah mereka lewati tanpa sadar, Vero yang menunggu-nunggu waktu pulang pun, tampak terdiam dan terus memperhatikan jam tangan miliknya yang berwarna hitam.

"Vero … sejak tadi aku perhatikan, kamu terus melihat jam tanganmu, ada apa?" tanya Kirana penasaran.

Vero langsung mengalihkan pandangannya menuju wajah Kirana yang sudah lebih dulu memperhatikannya.

"Karena aku tidak sabar untuk mengantarkanmu pulang," ucap Vero dengan santainya.

Sementara Kirana yang mendengar jawaban Vero pun, terlihat tersipu malu karena jawaban Vero.

"Tapi kali ini, aku mau hanya aku yang mengantarkanmu pulang," ucap Vero dengan tegas.

Kirana yang mendengar itu pun, langsung tertawa, karena sepertinya Vero sangat berantusias mengantarkannya pulang, bahkan sejak kemarin.

Yang ditunggu-tunggu Vero pun, tiba. Jam pulang sudah tiba, membuat para siswa dan siswi berbondong-bondong keluar dari kelasnya masing-masing. Tak terkecuali Vero yang sejak tadi terlihat menatap jam tangannya.

Kirana yang sudah mengemasi barangnya pun, beranjak dari tempat duduknya.

"Ayo Vero kita pulang," ajak Kirana sambil memegang kedua tali tas gendongnya.

Vero yang mendengar ajakan Kirana pun, langsung berdiri dari tempat duduknya.

"Ayo! Aku sudah siap untuk mengantarkanmu sampai rumah," jawab Vero.

Kirana terus terkekeh melihat tingkah aneh Vero sejak tadi, namun Kirana hanya memakluminya, Kirana pikir, bahwa Vero bersikap seperti itu karena menganggap Kirana adalah teman yang baik untuknya.

Kini mereka benar-benar berjalan berdua dan beriringan menuju rumah Kirana, melewati jalanan yang kanan dan kirinya pemandangan hijau.

"Vero, apakah aku boleh bertanya tentangmu?" tanya Kirana membuka pembicaraan.

Vero menoleh pada Kirana, kemudian menganggukkan kepalanya.

"Apakah kamu hanya tinggal bersama pamanmu, di rumah?" tanya Kirana dengan nada yang terlihat sangat berhati-hati.

Vero masih mmenganggukkan kepalanya untuk menjawab pertanyaan pertama Kirana.

Kirana yang mendengar jawaban Vero pun, ikut mengangguk.

"Lalu, mengapa kamu tidak bersekolah sejak dulu?" tanya Kirana penasaran.

Vero bingung harus menjawab pertanyaan Kirana. Sehingga membuatnya hanya menggelengkan kepalanya, sebagai tanda ia tidak tahu harus menjawab apa.

Kirana ikut menganggukan kepalanya paham, ia tahu karena itu mungkin jawaban pribasi untuk seorang Vero, sehingga Kirana tidak meneruskan pertanyaannya mengenai hal itu.

"Maaf kalau pertanyaanku lancang kali ini, tapi kemana orang tuamu?" tanya Kirana makin berhati-hati dengan pertanyaannya.

Sementara Vero terlihat diam sejenak, dan nampak berpikir.

"Ayah dan bundaku sudah lama meninggal," jawab Vero dengan kepala tertunduk, ia seperti mengingat lagi kejadian tragi situ.

Namun, karena Kirana di sampingnya, membuat Vero lebih merasa tenang.

"Maafkan aku Vero, aku tidak bermaksud membuatmu bersedih," ucap Kirana.

"Tidak apa-apa Kirana, bahkan aku sangat bersyukur karena bertemu dengan kamu," ucap Vero sambil menatap bola mata Kirana.

Kirana tampak mengerutkan keningnya bingung dengan ucapan Vero.

"Kenapa bisa begitu?" tanya Kirana penasaran.

"Karena melihatmu, seperti melihat bundaku sendiri," jawab Vero dengan terus memandang lekat wajah Kirana.

Kirana yang terkejut dengan jawaban Vero itu pun, langsung menundukkan wajahnya malu sekaligus bingung harus berkata apa.

"Apakah kamu sangat menyayangi Bundamu?" tanya Kirana ragu-ragu.

"Tentu saja, aku sangat menyayanginya," jawab Vero tanpa ragu.

Kirana mengangguk paham setelah mendengar jawaban Vero.

Namun tanpa sadar, mereka sudah sampai di depan rumah Kirana yang terlihat sangat sederhana itu.

Vero hanya terdiam saat menyadari bahwa mereka sudah sampai di tempat tujuan, yaitu rumah Kirana. Kirana yang melihat Vero hanya terdiam pun, mengerutkan keningnya.

"Mengapa kamu diam saja, Vero? Apa kamu kaget dengan rumahku yang jelek ini?" tanya Kirana.

"Tidak, bukan itu…."

"Lalu, apa yang sedang kamu pikirkan, kenapa kamu hanya diam setelah sampai di rumahku?" tanya Kirana penasaran.

"Aku sudah berhasil mengantarkanmu pulang ke rumah dengan selamat. Tapi, sepertinya kini justru aku yang akan tersesat setelah ini," ucap Vero, sambil memandang ke arah jalan yang ia lewati tadi bersama Kirana.

Kirana menepuk keningnya saat itu juga.

"Jangan bilang-- kalau kamu tidak tahu jalan pulang ke rumahmu?" tanya Kirana dengan wajah was-was.

Pandangan Vero yang tadinya menatap jalan yang ia lewati bersama Kirana pun, kini beralih menuju wajah Kirana yang juga menatapnya.

"Aku memang tidak tahu jalan pulang, Kirana," ucap Vero seperti tidak berdosa.

Kirana yang mendengar jawaban Vero pun, langsung mengembuskan napas gusar. Karena ini akan menjadi tugas tambahan untuk dirinya.

"Ya sudah kalau begitu, terpaksa aku harus mengantarkanmu kembali sampai rumah," ucap Kirana sambil menatap Vero yang memasang wajah bersalahnya.

"Maafkan aku, Kirana, aku jadi merepotkanmu," ucap Vero menundukkan kepalanya.

"Tidak apa-apa, anggap saja sebagai ganti kamu yang telah mengantarkanku pulang dengan selamat," ucap Kirana dengan senyuman tulusnya.

Vero mendongakkan kepalanya mencoba menatap wajah Kirana.

"Sungguh?" tanya Vero memastikan kembali.

"Tentu saja," jawab Kirana mantap.

Kemudian Kirana meminta Vero untuk menunggunya di depan teras rumah Kirana, dengan duduk di kursi yang memang ada di teras rumah Kirana.

"Aku akan ganti pakaian terlebih dahulu, kamu tunggu disini sebentar," perintah Kirana, kemudian masuk ke dalam untuk mengganti seragam sekolahnya.

Vero hanya menuruti perintah Kirana yang menyuruhnya duduk di kursi yang terbuat dari bahan kayu, yang terlihat dibuat sendiri. Rumah Kirana memanglah tampak sangat sederhana, namun rumahnya terasa sangat nyaman, padahal Vero hanya duduk di teras saja, namun sudah bisa merasakan ketenangan yang dihadirkan oleh rumah ini.

avataravatar
Next chapter