18 Bercerita

"Siapa Kirana?" tanya Stev dengan nada penasaran.

"Kirana…." sahut Rudolf yang baru saja dari dapur sambil membawakan segelas minum untuk Vero.

Suasana pun menjadi hening saat itu juga.

"Siapa Kirana, Vero?" tanya Stev lagi, sambil memberi kode Rudolf untuk kembali diam.

Sementara Rudolf pun, hanya pasrah dan menuruti perintah Stev untuk diam.

"Aku sedang marah padanya," jawab Vero singkat.

Stev yang mendengar jawaban Vero pun, langsung mengerutkan keningnya.

"Tapi kenapa kamu bisa marah padanya?" tanya Stev.

Vero nampak berpikir sejenak untuk menjawab pertanyaan Stev.

"Apa kamu tidak boleh belajar bersamanya, Vero?" tanya Rudolf refleks.

Stev yang mendengar itu pun, langsung mengalihkan pandangannya menuju Rudolf dan langsung memberinya tatapan mengerikan.

Rudolf yang melihat itu pun langsung terdiam pasrah.

"Aku … aku marah padanya karena dia selalu bersama Levi," jawab Vero.

"Levi…." sahut Rudolf.

"Ssttt!" Stev langsung memerintahkan Rudolf untuk kembali diam.

Rudolf yang ingin menimpali ucapan Vero pun, langsung mengurungkan niatnya saat itu juga.

"Siapa itu Levi?" tanya Stev.

"Orang yang ingin memisahkan aku dengan Kirana," jawab Vero dengan tatapan tidak sukanya.

Seketika Rudolf dan Stev pun, terkejut mendengar jawaban Vero. Mereka saling bertatapan satu sama lain.

"Paman tidak paham dengan ucapanmu, coba jelaskan lagi, agar paman paham dengan jawabanmu," ucap Stev.

Namun Vero tidak menjawab pertanyaan Stev, ia hanya terdiam sambil memperlihatkan wajah tidak sukanya. Sehingga makin membuat Rudolf dan Stev bingung.

"Apakah kamu menyukainya, Vero?" tanya Stev dengan ragu-ragu.

Kemudian Vero langsung menatap wajah Stev saat itu juga, membuat Stev, kini tahu alasan Vero bersikap begitu.

Stev menganggukkan kepalanya.

"Apa yang dilakukan Levi, sehingga kamu percaya jika itu akan memisahkan kamu dengan Kirana?" tanya Stev, percaya dengan pertanyaannya.

"Dia selalu berusaha mendekati Kirana, bahkan saat aku sedang bersamanya," jawab Vero dengan wajah datar.

Rudolf yang melihat itu pun, langsung teringat dengan ekspresi wajah Vero saat ia belum sekolah.

"Jadi kejadian apa yang membuatmu marah pada Kirana hari ini?" tanya Stev.

"Aku mencoba membelikannya seragam baru di koperasi, namun saat aku kembali ke UKS, Kirana sudah mengenakan pakaian yang dipinjamkan oleh Levi kepadanya," Vero mulai bercerita tentang kejadian di sekolah tadi.

Stev pun mengangguk paham setelah mendengarkan Vero bercerita.

"Namun, sepertinya Levi hanya berniat baik untuk meminjamkan pakaiannya pada Kirana dan tidak bermaksud apa-apa," ucap Stev mencoba memberi opini pada Vero.

"Tidak, aku tidak mau Kirana didekati oleh laki-laki lain, Kirana harus menjadi milikku, dan tidak boleh ada yang mendekatinya selain aku," jawab Vero dengan tatapan tidak sukanya.

Stev langsung mengerutkan keningnya kembali saat itu.

"Kenapa harus begitu, Vero?" tanya Stev.

"Tidak suka!" jawab Vero, kemudian ia beranjak dari tempat duduknya, berjalan menuju kamarnya.

Saat Vero baru beberapa langkah meninggalkan tempat duduknya, Stev terdengar bertanya kepada Rudolf dan membuat Vero menghentikan langkahnya saat itu juga.

"Seperti apa gadis yang disukai oleh Vero itu, Rudolf? Apa kamu pernah bertemu?" tanya Stev, sambil menatap Vero yang menghentikan langkahnya.

Vero yang mendengar pertanyaan itu pun, langsung menunjuk sebuah bingkai foto yang terpajang pada lemari kecil di ruang tamunya itu.

Stev yang melihat arah dirinya menunjukkan sesuatu itu pun langsung mengerutkan keningnya.

Saat itu juga, Vero langsung bergegas pergi meninggalkan Rudolf dan Stev yang masih tertegun di ruang tamu.

Kemudian Rudolf dan Stev langsung berdiri dan mengecek apa yang ditunjuk oleh Vero tadi.

Ternyata mereka menemukan sebuah bingkai foto yang nampak sudah sangat lama, bingkai itu menampilkan kedua orang tua Vero yang masih muda, dan sedang berpose bahagia di balik sebuah danau.

"Ini foto kedua orang tua Vero, lalu ada hubungan apa dengan Kirana?" ucap Rudolf bertanya-tanya, sambil memperhatikan kedua foto itu.

Stev ikut memperhatikan gambar yang ada di bingkai itu.

"Apakah wajah gadis itu mirip dengan bunda Vero?" tanya Stev yang masih fokus memperhatikan foto itu.

Rudolf langsung terdiam sejenak, kemudian mencoba mengingat wajah gadis teman Vero yang tempo hari ia temui.

"Astaga!" pekik Rudolf, sehingga seketika suaranya menggema pada ruangan itu.

Stev yang ikut terkejut karena pekikan Rudolf pun, memegangi dadanya, karena jantungnya terasa akan copot.

"Astaga! Kamu ini kenapa, 'hah?" tanya Stev kesal.

"Benar, Stev … apa yang kamu bilang benar," ucap Rudolf sambil menatap wajah Stev berkaca-kaca.

"Maksudmu?" tanya Stev dengan wajah bingung.

"Yang kamu bilang tadi benar, Stev…." ucap Rudolf sambil memegangi kedua pundak Stev.

"Yang mana?" tanya Stev bingung.

"Kalau Kirana itu mirip sekali wajahnya dengan bunda Vero," jawab Rudolf sambil terus menatap wajah Stev yang kebingungan.

Stev yang mendengar jawaban dari Rudolf pun, langsung kembali mengalihkan pandangannya menuju foto yang terpajang di lemari itu.

"Sejak kapan Vero bertemu dengannya?" tanya Stev sambil memperhatikan foto kedua orang tua Vero.

"Saat aku mengajaknya ke pasar waktu itu, dan akhirnya ia tiba-tiba meminta bersekolah di sekolah yang sama dengan Kirana," jawab Rudolf.

Seketika Stev menghela napasnya gusar.

"Ada apa, Stev? Apakah ada sesuatu yang buruk?" tanya Rudolf dengan nada begitu khawatir.

"Sepertinya Vero mengalami keadaan yang disebut obsesi, sehingga membuatnya ingin terus bersama dengan Kirana, bahkan lebih buruknya, ini akan lebih buruk jika Vero tidak bisa mengendalikan dirinya," ucap Stev menjelaskan.

Rudolf yang mendengar penjelasan Stev pun, nampak sangat khawatir dan bersedih, karena ia pikir Vero akan menjadi sembuh setelah bisa bersekolah seperti anak pada umumnya.

"Lalu apa yang harus aku lakukan, Stev?" tanya Rudolf dengan mata berkaca-kaca.

Stev berpikir sejenak untuk menjawab pertanyaan Rudolf.

"Kamu harus terus mengawasi Vero, kamu juga harus selalu bertanya pada Kirana tentang perkembangan Vero setiap waktu, agar keadaannya tidak memburuk setelah ini," jawab Stev.

Lagi-lagi Rudolf menghela napasnya gusar, ia mengira semua ini akan berakhir setelah Vero terlihat bisa bereskspresi, namun Rudolf justru mendapat kabar yang membuatnya bingung harus melakukan apa untuk keponakannya itu.

"Ajaklah Vero untuk selalu berbincang denganmu ketika di rumah, karena itu sedikit bisa membuat dirinya memiliki seseorang yang juga ia cintai kecuali Kirana," ucap Stev sambil menepuk pundak Rudolf.

Rudolf hanya pasrah dan mendengarkan semua saran yang Stev berikan. Ia mencoba menerima semua kenyataan yang harus ia jalani.

"Baiklah, Stev … aku akan melakukan apa yang kamu sarankan," ucap Rudolf dengan wajah yang begitu pasrah menerima keadaaan.

Kemudian Stev berpamitan untuk pulang, karena hari sudah cukup malam.

"Terima kasih, Stev," ucap Rudolf saat Stev akan meninggalkan rumahnya.

Stev kemudian tersenyum pada Rudolf, dan menepuk pundak Rudolf untuk memberi semangat pada sahabatnya itu.

Kemudian Stev benar-benar meninggalkan rumah Rudolf. Rudolf langsung masuk ke rumah, dan mencari keberadaan keponakannya.

Rudolf mencari-cari Vero, kemudian ia menuju ke kamar Vero untuk memastikan Vero ada di kamarnya.

Krekkk….

Suara pintu kamar Vero dibuka pelan oleh Rudolf. Ia masuk perlahan-lahan ke dalam kamar Vero, namun dilihat Rudolf, Vero sudah tertidur dengan sangat pulas, dengan selimut yang belum ia gunakan.

Rudolf langsung memakaikan selimut pada tubuh Vero. Lalu Rudolf sengaja duduk di tepian ranjang tempat tidur Vero, ia memperhatikan wajah Vero yang sangat tampan, karena berasal dari perpaduan gen yang sempurna.

Sementara Vero yang sudah memejamkan matanya, dan melanglang buana entah kemana jiwanya, tidak tahu jika pamannya sedang memperhatikannya.

Namun tiba-tiba….

"Bunda … aku sangat menyukai Kirana, dia tidak boleh dimiliki oleh siapa pun," ucap Vero yang mengigau di tidur nyenyaknya.

Rudolf langsung memperhatikan wajah keponakannya itu, namun Vero masih terlihat begitu lelap dalam tidurnya.

Rudolf mengusap kepala Vero dengan lembut, agar tidak membangunkannya dari tidur nyenyaknya. Rudolf begitu menyayangi keponakannya itu, sampai-sampai ia merelakan dirinya putus dengan kekasihnya.

Rudolf akan selalu menjaga Vero sampai dirinya mati, ia seperti memiliki tanggung jawab tersendiri kepada keponakannya itu.

Dan yang terpenting adalah, Rudolf tidak mau kehilangan keponakan yang sudah dianggap olehnya sebagai anak sendiri, meskipun ia belum pernah merasakan menjadi seorang ayah.

avataravatar
Next chapter