11 #Kekacauan #009

Menteri Riset dan Teknologi, Arata Baswara kali ini benar-benar marah. Bukan hanya karena masalah yang terjadi di lab. tapi karena ia lambat diberi informasi. Ia paling benci saat harus mendengar kabar mengenai proyek dari orang lain.

Profesor Rekson berdiri bergeming di tempatnya. Awalnya ia berencana datang tiga jam setelah menganalisa masalah, tapi ternyata masalah yang menimpa lab. lebih serius dari dugaannya. Bukan hanya maslah melainkan kekacauan.

Setelah pengawas yang lalai keluar dari ruangannya, pengawas lain yang lebih muda bernama Zen Ogawa masuk untuk melaporkan temuannya.

Zen Ogawa berhasil memulihkan video CCTV yang disabotase. Apa yang ditampilkan dalam video benar-benar membuat darahnya naik sampai ke ubun-ubun. Seseorang menyuntikan sesuatu ke dalam cairan infus Objek 011, objeknya yang berharga.

Laporan mengenai kandungan yang tertinggal di dalam kaleng kopi keluar tidak lama kemudian. Senyawa yang biasanya ditemukan dalam obat bius terdeteksi.

Dugaan Profesor tepat, seseorang memang telah merencanakannya. Laporan yang dibawa Kun menguatkan semua dugaannya. Grafik yang tercatat dalam menunjukkan setelah cairan asing masuk, kesadaran Objek terangsang lebih aktif secara perlahan. Tiba-tiba menjadi semakin meningkat saat senyawa yang bersifat berlawanan Profesor campurkan ke dalam cairan infus.

Profesor tidak habis pikir, bagaimana mungkin selama ini mereka berada dalam gedung yang sama dengan sorang pengacau. Bagaimana mungkin pengacau itu bisa menyusup ke lantai bawah tanpa ada yang mencurigainya.

Tidak sampai di situ, Zen Ogawa menemukan jejak monitor utama mereka pernah diretas orang sebelum ini. Untuk memulihkan dan mengamankan kembali semua perangkat membuat mereka kewalahan.

Di tengah kekacauan yang terjadi, bagaimana mungkin Profesor bisa meninggalkan lab. dengan tenang. Bagaimana bisa ia mempercayakan orang-orangnya akan selesai mengatasi kekacauan tanpa menyebabkan kekacauan lain. Bahkan waktu dua belas jam yang mereka habiskan untuk mengatasi semuanya masih saja terasa kurang.

"Jadi, bagaimana dengan identitas si pengacau?" Arata Baswara bertanya. Matanya masih menatap nyalang.

Profesor menggeleng lemah, merasa bersalah. Lebih dari itu ia merasa gagal. Benar-benar gagal. "Zen Ogawa sudah berusaha memancing untuk mendapatkan data diri dan lokasi keberadaannya tapi gagal."

Arata Baswara menghela napas, kemudian mengalihkan pandangannya. Ia benar-benar marah.

Di situasi seperti ini, orang lain mungkin akan marah dengan cara mengamuk dan memaki menggunakan kata-kata kasar dan vulgar, atau menghambur segala sesuatu yang berada di atas meja, tapi Arata tidak. Arata tidak akan pernah menghabiskan tenaganya untuk hal bodoh semacam itu.

"Pak," Hazima Emi yang sejak awal berada dalam ruangan mengacungkan tangannya untuk menginterupsi. Ia mengangkat wajahnya dari laptop.

"Ada temuan?" tanya Arata pada asistennya.

"Sudah bisa dipastikan bahwa Zen Adnan adalah mata-mata, walau saya belum tahu dari Negara mana," Emi memaparkan penemuannya. "Zen Adnan yang sebenarnya telah bermigrasi ke Jepang tiga tahun lalu. Zen Adnan yang bekerja di lab. sebagai teknisi adalah palsu, semua data dirinya juga palsu."

Asisten Arata Baswara memang sangat bisa diandalkan. Kemampuannya belajar dan memahami situasi sangat cepat. Arata telah memilih orang yang tepat untuk menemani, dan membantunya menyelesaikan setiap masalah.

Oke, meski kekacauan yang terjadi telah memengaruhi tujuh tahun kerja kerasnya, paling tidak sebuah jawaban telah didapatkan. Meski tidak sampai menghapus kelalaian yang Profesor lakukan, tapi cukup untuk meredakan emosinya.

Sebelum ini Arata tahu ada banyak Negara yang tertarik dengan perkembangan proyek rahasia mereka. Kini ia tahu salah satu dari negara-negara itu berada sangat dekat sehingga ia juga harus mulai meningkatkan keamanan.

"Emi, saya memberimu tugas baru. Segera temukan siapa mata-mata itu!"

"Baik!" Emi menyahut dengan patuh dan beranjak dari tempat duduknya. Untuk menyelesaikan tugas yang baru diberikan padanya tidak cukup hanya duduk dan menatap layar laptopnya. Bergerak dan turun langsung ke sumber informasi adalah caranya bekerja.

"Jangan sampai lengah, tetap berhati-hati!" tambah Arata sebelum membiarkan Emi pergi.

Emi mengangguk kemudian meninggalkan ruangan.

"Profesor, saya tidak ingin kesalahan yang sama terjadi lagi." Arata beralih pada Profesor Rekson. Suaranya terdengar dingin. "Periksa lagi identitas semua orang. Saya tidak ingin mendengar ada tikus lain yang masih tinggal di dalam lab."

"Baik, saya mengerti."

Arata menghela napas lagi. Kali ini untuk menyingkirkan sisa-sisa amarah yang masih tertinggal di hatinya. "Bagaimana dengan kondisi Objek 011?"

Selain harus mengamankan data-data lain dan membersihkan semua perangkat, kesadaran Objek 011 yang telah kembali juga menyita banyak waktu Profesor untuk tinggal lebih lama di lab.

Sebelumnya, dengan menaikkan dosis mereka kembali menyuntikkan obat bius yang sama yang timnya kembangkan untuk memaksa Objek kembali tertidur. Tapi lima belas menit setelah obat memasuki tubuh, Lukas melaporkan gerakan grafik yang tidak beraturan.

Terjadi penolakan dalam tubuh Objek 011. Akibatnya, selama efek cairan asing yang dimasukkan diam-diam ke dalam tubuh Objek belum hilang, akan sangat mustahil memaksanya kembali tertidur.

"Tampaknya sisa-sisa cairan yang penyusup itu suntikkan ke dalam tubuh Objek masih memiliki efek yang begitu kuat," jelas Profesor.

Kun telah mengambil sampel darah Objek 011 untuk memeriksa kandungan cairan yang masuk ke dalam tubuh Objek 011. Hasil pemeriksaan memperlihatkan struktur senyawa Alkaloid Xantina yang mirip dengan kafein. Obat jenis ini tidak ditemukan di pasaran dan belum pernah diproduksi oleh Negara mana pun.

Selain senyawa Xantina, masih ada senyawa lain yang tidak dikenal. Kun masih berusaha mengekstraknya dan sampai saat ini belum ada hasil yang bisa didapatkan.

Profesor yakin cairan itu dikembangkan khusus untuk melawan obat bius mereka. Penyusup itu pasti berhasil mengirim sampel obat bius mereka untuk dibuat anti-obat biusnya.

Tidak hanya kunci yang berhasil diduplikasi, obat bius yang sampelnya berhasil dikirim ke luar, kemudian menyentuh Objek secara langsung, semua itu membuktikan mereka telah lama kecolongan.

"Kerugian benar-benar ada di pihak kita," Profesor berkata lagi dengan suara rendah.

"Saya tidak ingin mendengar ada penyesalan," Arata menanggapi dengan tegas. "Saya hanya ingin mendengar hasil setelah kekacauan ini berhasil dibereskan."

Profesor hanya mengangguk. Hasil yang Arata Baswara harapkan adalah hasil yang juga ia harapkan bisa segera terwujud.

"Apa ada hal lain yang belum Profesor laporkan?"

"Ada yang aneh dengan Objek." Arata tidak memotong, menunggu Profesor menyelesaikan kalimatnya. "Penelitian yang kita lakukan sepertinya memberi pengaruh terhadap kesehatan mentalnya."

"Pengaruh?"

Profesor mengangguk. "Saya belum memeriksa kondisinya secara detail tapi Objek sempat berteriak-teriak tidak bisa menggerakkan kakinya, padahal dalam rekaman CCTV Objek 011 terlihat jelas berjalan dari ranjang sampai ke depan pintu. Dalam grafik yang Lukas tunjukkan juga terlihat perubahan emosi yang tidak stabil."

Arata masih mendengarkan. Ia mengetuk-ngetukan keempat jarinya di atas meja secara bergantian.

"Percobaan pada Objek yang akan kita lakukan satu tahun lagi saya rasa akan benar-benar memberi pengaruh besar dalam kehidupannya secara nyata. Setelah percobaan selesai, ada kemungkinan Objek tidak akan bisa melanjutkan kehidupan normal seperti sebelumnya."

Jari Arata berhenti mengetuk. Ia berpikir keras.

"Bentuk tim kecil untuk memeriksa kondisi ini dan cari cara pemulihannya. Satu tahun lagi, setelah penelitian kita selesai, hasil pemulihan harus sudah bisa didapatkan!" Arata memberi titah.

Profesor kembali mengangguk.

"Kapan penelitian akan kembali dilanjutkan?"

"Kami akan menunggu sisa obat anti-biusnya benar-benar hilang. Kira-kira dua hari..."

Tunggu!

Ada yang tidak benar. Jika si penyusup berencana menggagalkan penelitian, harusnya akan ada aksi lanjutan. Si penyusup tidak mungkin hanya mencampurkan cairan asing dalam infus, kemudian selesai. Jelas apa pun jenis obatnya tidak ada yang sekali digunakan memiliki efek selamanya.

Arata dan Profesor Rekson saling bertukar pandangan.

Telepon dalam ruangan berdering. Arata menekan speaker dan sekretaris mengatakan bahwa wakil presiden datang dan ingin bertemu. Untuk kedua kalinya Arata dan Profesor saling bertukar pandangan.

"Persilakan masuk!"

Profesor Rekson bersiap undur diri.

Pintu terbuka. Seorang pria berusia 35 tahun memasuki ruangan. Penampilannya rapi dan bersih. Tubuhnya tinggi, tidak kurus dan tidak gemuk. Ekspresi yang dimiliki adalah kebalikan dari Arata Baswara. Wakil Presiden lebih ceria dan ramah. Wajahnya terlihat lebih muda dibanding usianya.

Wakil Presiden mengenakan kemeja putih yang dilapisi dengan blazer panjang. Dibanding banyak orang di sekitarnya, Wakil Presiden adalah orang yang paling jarang mengenakan jas. Di kerah kemejanya tertempel pin yang menunjukkan pangkatnya sebagai orang terpenting nomor dua di N Island.

"Profesor Rekson, Anda di sini?" Wakil Presiden menyapa.

Profesor hanya tersenyum, kemudian mengangguk undur diri.

Wakil Presiden adalah orang yang paling sering berbeda pendapat dengan Arata Baswara. Jadi, sebagai orang yang berdiri di pihak Arata, Profesor memilih untuk berhati-hati terhadap Wakil Presiden.

Profesor telah berada di lobi ketika ponselnya berdering. Nama Kun tertera di layar.

"Profesor, pasokan listrik mati. Cadangan energi juga disabotase orang." Kun memberi laporan dengan panik.

"Saya kembali sekarang," kata Profesor berusaha tetap tenang. Ia tidak bisa menampakkan perasaan gelisah dan khawatirnya di depan orang-orang lab. Tidak boleh!

Kekacauan yang telah berhasil mereka atasi ternyata belum benar-benar berakhir.

"Sial!" Profesor mengumpat.

###

avataravatar
Next chapter