13 #Aksi01 #011

Senja sedang memancarkan cahayanya yang keemasan. Jalan-jalan melenggang sepi, rumah-rumah mulai menghidupkan lampunya. Jam-jam seperti ini memang waktu yang tepat untuk beraksi.

Adiwangsa memarkirkan kendaraannya sedikit lebih jauh dari tempat tujuan yang akan ia datangi. Ia mengenakan topi dan menurunkan bagian depannya hingga menyembunyikan setengah wajahnya. Dengan membawa boks peralatan layaknya serang teknisi, Adiwangsa mempercepat langkahnya.

Gedung lima tingkat dengan tulisan, Laboratorium Riset dan Teknologi dipajang di bagian atas gerbang.

Melewati penjagaan pertama di gerbang depan, Adiwangsa hanya perlu menyetorkan ID dan menyampaikan maksud kedatangannya. Penjaga kemudian mencocokkan wajah Adiwangsa dan foto yang ada di ID-nya. Tidak lupa memeriksa jadwal daftar yang akan berkunjung hari ini.

Setelah yakin tidak ada masalah, penjaga membuka gerbang dan mempersilakan Adiwangsa masuk.

Selama menjadi Zen Adnan, Adiwangsa telah memperhatikan segala sesuatu mengenai kebiasaan setiap orang yang datang dan pergi dari gedung, cara kerja, jadwal, serta waktu-waktu penting yang cocok untuk melakukan satu atau lain hal.

Pemeriksaan kedua di lakukan sebelum masuk lobi lab. Tepat seperti dugaan Adiwangsa, menggunakan alat pemindai wajah.

Adiwangsa tiba di meja pemeriksaan ketika salah seorang yang berjaga menguap dengan sangat lebar. Petugas yang berjaga sempat menyesap kopi sebelum melakukan tugasnya.

"Pemeriksaan hari ini berbeda, apa terjadi masalah?" Adiwangsa bertanya polos. Kepura-puraannya benar-benar patut diacungi jempol. Dibanding siapa pun ia yang paling tahu kalau dirinya adalah sumber masalah itu.

"Saya tidak terlalu tahu. Hanya mengikuti instruksi Kepala lab. saja," jawab petugas tidak ingin terlalu banyak berkomentar. "Tolong, tunjukkan ID card Anda!" tambahnya mulai melakukan pemeriksaan.

Petugas yang berjaga ada dua orang. Satu orang duduk di depan layar komputer untuk memeriksa kesesuaian ID Adiwangsa dengan data yang dikirim perusahaan teknisi, satu lagi memeriksa barang bawaan Adiwangsa.

Hanya perlu beberapa hari bagi Adiwangsa untuk mengamati perusahaan teknisi yang bekerja sama dengan lab. untuk bisa menemukan celah keamanan data yang digunakan. Setelah tiga hari lalu berhasil menembus keamanan komputer perusahaan teknisi HI dengan senyap dan tenang, Adiwangsa mengganti data teknisi yang akan bertugas dengan data yang palsu.

Untuk teknisi yang akan bertugas, tentu saja Adiwangsa telah mengamankan keberadaannya. Sebelum waktu 24 jam, si teknisi tidak akan muncul dan mengacau.

Setelah hari ini, perusahaan teknisi dot hi pasti akan kehilangan kontrak kerja sama dengan lab. Riset dan Teknologi. Kredibilitas dan keamanan datanya juga akan dipertanyakan oleh klien yang lain. Sisi baiknya, perusahaan akan meningkatkan keamanan data-data mereka sehingga tidak akan mudah lagi untuk dibobol.

Mengingat dirinya akan sangat berjasa bagi perusahaan teknisi dot hi, membuat Adiwangsa tidak berhenti menyombong.

"Tolong, buka topinya!" Petugas kembali memberi instruksi.

Adiwangsa melakukan sesuai yang diperintahkan. Bukan dari ID card, wajahnya benar-benar akan diperiksa dengan dipindai secara langsung.

Alat pemindai yang digunakan adalah alat pemindai genggam yang bentuknya mirip seperti alat pemindai yang sering dijumpai di bandara atau di tempat-tempat objek vital. Saat digunakan alat pemindai akan mengirimkan radiasi elektromagnetik pada monitor yang telah dihubungkan.

Bagaimana cara teknologi jaman sekarang bekerja, tidak mungkin Adiwangsa tidak tahu. Jika sampai ia melewatkan hal-hal sepenting itu, tidak mungkin ia bisa bertahan sampai detik ini.

Karena yang digunakan adalah pemindai wajah jenis genggam tentu saja masih ada beberapa kelemahan dalam pembacaan dan pengiriman data yang ditangkap oleh komputer.

Ketika alat telah selesai memindai wajah, data akan dikirimkan ke komputer dan dicocokkan dengan data Zen Adnan yang berusia 27 tahun. Data dan wajah Adiwangsa yang saat ini sedang menyamar akan muncul di komputer sebagai seorang pria berusia 47 tahun. Dengan kesenjangan rentan usia sampai 20 tahun, hasil pencocokan akan menunjukkan hasil di bawah 50 persen. Pencocokan dengan hasil tidak sampai 50 persen akan dikirim sebagai ketidakcocokan oleh Bank Data yang kemudian diteruskan ke monitor komputer.

Adiwangsa telah memperhitungkan semuanya dengan detail.

Waistbag yang diperiksa oleh petugas yang satu lagi terlihat berisi benda remeh seperti kacamata, pulpen, dan senter. Karena tidak ada yang mencurigakan dengan barang-barang Adiwangsa, petugas lantas mengembalikannya. Ketika tubuhnya juga telah selesai digeledah, ia mendapat izin untuk masuk ke dalam bangunan.

Adiwangsa pamit pada kedua petugas dengan sopan. Ia kemudian mengenakan kacamatanya dan bersiul pelan. Kemenangan keduanya. Dengan dua tempat penjagaan yang telah berhasil ia kecoh, membuat Adiwangsa semakin besar kepala.

Adiwangsa berjalan lurus. Di perempatan koridor, ia belok ke kiri menuju toilet. Di toilet, Adiwangsa menukar boks yang ia bawa dengan yang sudah sejak beberapa hari lalu ia persiapkan, yang telah ia sembunyikan di plafon.

Sebelum ke ruangan yang menjadi tempat tujuan utamanya, Adiwangsa berbelok lagi ke ruang generator dan listrik yang berada di bagian belakang. Ia harus mengacaukan segala hal yang bisa dikacaukan. Semakin kacau maka akan semakin baik.

Membuat kekacauan adalah salah satu bagian paling menyenangkan saat beraksi. Ia mulai dengan menyabotase Generator Set, juga meletakkan sebuah chip di boks panel listrik, tidak lupa mengatur waktunya.

Chip yang Adiwangsa tinggalkan akan mengeluarkan percikan api yang dapat membuat sambungan korselet dan menyebabkan aliran listrik terputus.

Adiwangsa keluar dari ruangan dan berpapasan dengan seorang pekerja. Adiwangsa mengangguk dan tersenyum ramah. Dengan sikap dan caranya bertingkah, tidak akan ada yang curiga kalau dia adalah seorang tikus penyusup.

Kepercayaan diri memang memiliki dampak manipulatif. Adiwangsa paham sekali hal itu. Ia memanfaatkannya dengan baik. Ia berlalu dengan langkah ringan tanpa dosa.

Setelah meninggalkan ruang generator dengan aman, Adiwangsa bertemu dengan salah satu peneliti yang melakukan riset terhadap obat-obatan. Pria jangkung yang mengenakan kacamata itu tampaknya baru menyelesaikan pekerjaannya dan hendak pulang. Adiwangsa ingat mereka pernah bertegur sapa sekali saat masih menjadi Zen Adnan.

"Tunggu! Teknisi... teknisi!" Pria jangkung itu menghentikan Adiwangsa.

Langkah Adiwangsa terhenti. Harusnya mustahil pria jangkung itu bisa mengenalinya. Ada banyak pegawai yang bekerja di lab. Riset dan Teknologi dan bertegur sapa ala kadarnya merupakan hal biasa.

Adiwangsa menarik napas dan berbalik.

"AC di ruanganku menetes. Tolong, sekalian diperbaiki!"

Adiwangsa merendahkan topinya untuk menutupi kelegaannya. "Baik," sahutnya. Pria itu akan berlalu, tapi langkahnya kemudian berhenti lagi.

"Tunggu!"

Adiwangsa segera menyadari kesalahannya. Ia menggigit lidahnya sendiri.

"Kamu tidak bertanya di mana ruanganku?" Tatapan pria itu berubah menyelidik.

Adiwangsa berbalik lagi, berusaha bersikap sebiasa mungkin. "Di lantai dua, sebelah kanan, tepat di sebelah ruang dokumen."

Sangat jarang seorang peneliti muda memiliki ruang sendiri, sehingga mudah bagi Adiwangsa untuk mengingatnya. Banyak peneliti muda dalam lab. membicarakan pria jangkung itu. Terkadang mereka menatap dengan kagum, kadang kala berbicara dengan nada iri.

"Tiga bulan lalu saat saya datang dengan teknisi lain, Anda juga meminta memeriksa AC di ruangan Anda. Sangat jarang ada peneliti muda yang memiliki ruangan sendiri jadi ingat sekali," tambah Adiwangsa berbohong. Lagi-lagi ia menggunakan kepercayaan diri untuk memanipulasi.

"Oh, begitu." Pria jangkung itu mencoba mengingat-ingat sesuatu yang tidak pernah terjadi.

"Permisi!" Adiwangsa mohon diri. Ia tidak boleh membuang-buang waktu. Tidak lama lagi aliran listrik akan putus, jika ia tidak turun dengan lift tepat waktu, ia bisa-bisa terkurung di sana.

Lantai bawah sebenarnya tidak bisa dimasuki sembarang orang, tetapi teknisi memiliki otoritas lebih. Memang tetap tidak bisa berkeliaran seenaknya, tapi paling tidak ia akan menemukan kesempatan itu.

Teknisi hanya diperkenankan memasuki ruang peralatan atau sudut-sudut yang bermasalah untuk cek rutin. Jika terpaksa harus memasuki sebuah ruang untuk memeriksa kabel, AC, atau komputer, maka akan dikawal oleh dua orang penjaga secara ketat.

Suara yang pintu lift terbuka berbunyi.

"Keamanan, keamanan!"

Suara yang berasal dari HT tertangkap pendengaran Adiwangsa. Ia mengenali suara orang yang berbicara di seberang sana.

"Keamanan lantai zero di sini!" Seorang penjaga menjawab.

"Saya bertemu dengan seorang teknisi mencurigakan tadi. Aku melihatnya turun ke lantai bawah dengan lift. Dia bilang tiga bulan lalu pernah datang dan memeriksa ruanganku, tapi aku baru naik pangkat dan memiliki ruang pribadi kurang dari dua bulan ini. Jelas orang itu pembohong."

"Baik, akan segera kami periksa." Penjaga yang sama kembali menjawab.

Adiwangsa menyebutkan kata tiga bulan karena ia khawatir orang yang akan ia bohongi memiliki ingatan kuat. Kata tiga bulan ia pikir aman. Siapa yang masih bisa mengingat apa yang telah dilakukan tiga bulan lalu. Adiwangsa cukup lama menimbang-nimbang, tapi tampaknya ia tetap saja salah menyebutkan waktu.

Adiwangsa masih merapat di dinding sebelah lift ketika ia mendengar seseorang bersiul sebagai sebuah aba-aba. Adiwangsa menghela napas dan bersiap. Ia mengeluarkan tongkat yang berbentuk senter dari waistbagnya, kemudian menyentakkannya ke bawah sehingga bertambah panjang.

Sebenarnya Adiwangsa tidak ingin melakukan hal-hal kasar secepat ini, tapi karena sudah ketahuan, ia jadi tidak memilik pilihan lain.

"Siapa di sana?" Seorang keamanan muncul "Jatuhkan senjatamu, angkat tangan ke kepala, dan jangan bergerak!" tambahnya memberi perintah. Ia menodongkan pistol jenis semi-otomatis, sementara teman yang bersamanya hanya menarik tongkat sebagai senjatanya.

N Island sangat ketat dalam hal kepemilikan senjata. Tidak seorang pun warga sipil diberi hak menyimpan senjata. Karena itu Adiwangsa tahu dengan jelas pistol yang ditodongkan ke arahnya tidak akan mengeluarkan timah panas.

Adiwangsa tidak tahu dengan pasti fungsi pistol itu, tapi hanya ada dua kemungkinan, stun gun atau jarum bius.

"Sekali lagi kuperintahkan jatuhkan senjatamu dan angkat tanganmu ke kepala!" Si penjaga kembali memperingatkan dengan suara yang lebih keras karena Adiwangsa terlihat bergeming di tempatnya.

Meski tidak berencana menjatuhkan senjatanya, Adiwangsa mengangkat kedua tangannya perlahan. Ia melirik jam tangan yang melingkar di pergelangannya kemudian sebuah senyum membuat jumlah kerutan di wajahnya bertambah. Tangan Adiwangsa menggantung di udara.

Seolah dihinggapi firasat buruk setelah melihat senyum di wajah Adiwangsa, kedua penjaga saling melempar pandangan, tidak mengerti. Menyadari sebuah boks yang ada di belakang kaki Adiwangsa, si penjaga semakin waspada.

"Apa yang ada di belakang kakimu?!" tanya si penjaga semakin mendekatkan moncong senjatanya pada Adiwangsa. Ia merasa terintimidasi tanpa sebab.

"Satu... dua..." Adiwangsa bergumam.

Di hitungan ketiga, Adiwangsa membuat bunyian dengan menggunakan lidah dan dinding mulutnya. Tepat saat itu seluruh lampu mati. Aliran listrik terputus.

###

avataravatar
Next chapter