2 Satu Sayap yang Patah

Maylea menatap nanar dari balik kaca jendela yang tertutup rapat. Bekerja di perusahaan yang dipimpin Revano adalah cita-citanya, tapi ia tak menyukai posisinya sekarang.

Maylea diterima sebagai karyawan bagian keuangan, karna sesuai dengan dirinya yang nyata mahasiswa kelulusan akuntansi terbaik tahun lalu. Revano yang memutuskan hal itu, Maylea tak bisa menolak.

Maylea tentu sedih karna bukan ini jabatan yang ia inginkan. Ia ingin menjadi asisten Revano, agar setiap saat bisa saling bersinggungan, agar ia memiliki alasan menemui Revano, agar ia bisa bertemu dan tatap sosok yang sangat ia cintai  tapi, lagi-lagi gadis itu hanya bisa memendam semuanya sendirian. Tak ada teman untuk bercerita, ia tak menyukai berbagi rasa sedihnya dengan orang lain. Kenyataanya, Maylea memang terlahir untuk menjadi sosok yang acuh tak acuh dengan banyak hal.

Maylea baru saja selesai dengan makan siangnya, ia memutuskan kembali ke ruangan tempat dirinya bekerja.

Entah Maylea yang kurang konsentrasi meniti langkahnya, entah orang lain yang lebih teledor dalam memacu langkahnya. Seseorang dengan rok span berwarna cream dan kemeja putih tampak terduduk setelah bahu mereka saling menabrak.

Maylea terperangah sebab gadis itu adalah Nara, seseorang yang di ketahui adalah asistent Revano di kantor. Perasaan seperti cemburu memenuhi dirinya, ia terpaku pandangi sosok Nara yang sibuk membereskan berkas yang ia bawa.

Saat itu pula seseorang tampak turut membantu Nara membereskan banyak berkas yang berserakan.

"Mau sampe kapan diem disitu?" laki-laki itu telah menyelesaikan aktifitas membantu Nara. Ia tatap Maylea yang masih terduduk beku di atas lantai marmer yang dingin.

"Butuh bantuan?" tanya laki-laki itu seraya ulurkan tangannya.

Maylea meggeleng dan bangkit sendiri, ia dapati sosok Nara yang telah berlalu dari hadapannya.

"Lo ada masalah sama orang tadi?" tanya laki-laki itu penasaran. Ekspresi yang ditunjukkan Maylea tidak bisa ditebak begitu saja oleh Danial. Ya, orang itu Danial. Salah satu staf bagian marketing.

Maylea melengos, "Bukan urusan lo!" gadis itu bangkit sendiri dan memacu langkahnya meninggalkan Danial. Sungguh, pertemuan pertama yang sama sekali tidak mengesankan.

***

Jam kantor sudah selesai 30 menit lalu, beberapa karyawan sudah meninggalkan kantor dan lakukan kegiatan lain setelahnya. Berbeda dengan Danial, laki-laki itu masih sibuk dengan komputernya. Ada beberapa kesalahan di bagian promosi dan iklan, dan sialnya dia harus mengurus semuanya segera.

Tok tok

"Permisi, pak." seseorang ketuk pintu Danial dan buka membukanya, lalu menghampiri Danial. Gadis itu terkejut beberapa saat karena akhirnya mereka bertemu lagi. Ya, dunia memang sempit jika hanya seputar pekerjaan saja.

"Silahkan duduk." Danial benar-benar tunjukkan profesionalisme kepada Maylea. Gadis itu duduk dihadapan Danial dan tunjukkan beberapa berkas promosi dan iklan yang beberapa jam lalu mengalami permasalahan, hal itu berdampak besar pada keuangan yang sudah di keluarkan.

Maylea menunggu laki-laki itu selesaikan pemeriksaan berkasnya. Matanya pandangi ruangan minimalis yang tampak rapi dan bersih tersebut, dan temukan papan nama bertuliskan 'Danial Anggara'

Oh, jadi namanya Danial?

Kebetulan ruangan Danial berada di sisi jendela kaca yang terbuka, Danial menyukai tempat yang langsung menerima cahaya matahari. Saat itu, Maylea temukan sosok Revano di parkiran, sesuatu keberuntungan berada di ruangan ini. Ia bisa menatap orang yang di suka tanpa siapapun yang tau.

Hal itu tak berlangsung lama setelah kemunculan Nara. Gadis itu tampak memasuki mobil Revano dan menyusul Revano pula.

Ada sesuatu yang mencubit hati Maylea. Gadis itu rasakan sakit yang tidak bisa diutarakan sekarang.

"Kamu sudah cek bagian humas?" tanya Danial formal.

Maylea menerima berkas yang dikembalikan Danial, "Sudah, pak. Tidak ada permasalan disana." terang Maylea. Gadis itu terlihat lebih santun dan ramah, berbeda dari yang tadi Danial temui.

Laki-laki itu mengangguk dan kembali fokus pada komputernya.

"Baik, pak. Kalau begitu saya izin undur diri." pamit Maylea seraya bangkit dari kursi.

"Nanti dulu," tahan Danial yang setelah itu bangkit dari tempat duduknya, Danial telah mematikan komputernya.

"Jam kerja udah habis, jadi sekarang gue bisa bicara non formal kan sama lo?" Danial raih bahu Maylea dan tuntun gadis itu mendekati sofa panjang.

"Lo udah bebas dari ke pura-puraan. Santai aja dulu sini, gue temenin."

Maylea hela nafas ketika semua ucapan Danial terasa begitu menampar dirinya. Ia bekerja di kantor atas permintaan Revano, tapi laki-laki itu malah membuat dirinya seakan lebih menyedihkan berada disini.

Maylea sudah besar, bisa mengurus dirinya sendiri.

Ah, mama selalu katakan hal itu seolah Revano bisa meninggalkannya kapan saja. Terbukti, kini Revano bisa bekerja sebagai CEO tanpa sedikitpun menarik Maylea untuk sekedar menjadi bawahannya.

"Gue nggak ngerti maksud lo." Maylea tunjukkan sisi bekunya lagi.

Danial bukan peramal, ia hanya suka menebak-nebak. Dan tebakannya sering tepat sasaran. Maylea memang sedikit sulit membuat Danial paham, tapi kali ini ia yakin bahwa ada sesuatu yang menganggu perempuan di hadapannya itu.

"Lo ada masalah sama Nara?" Danial to the point. Hal itu jelas membuat Maylea terkejut sesaat, apakah sikapnya terlalu menampakkan hal itu?

Maylea menggeleng, "Engga. Nggak sama sekali," aku Maylea.

"Tadi lo liat apa? Gue sampe kaget liat perubahan ekspresi lo."

Maylea mengernyit, apa tadi Danial memperhatikannya?

Sialan!

"Tadi Revano sama Nara, kan? Lo suka sama dia?" tanya Danial.

Danial juga melihat apa yang dilihat Maylea tadi. Nara dan Revano. Sebuah keterangan jelas membuat Danial menyimpulkan bahwa, Maylea cemburu.

"Gue nggak liat apa-apa," aku Maylea tanpa menatap wajah Danial di sampingnya.

"Ah serius. Padahal gue tadi sedikit cemburu karna Nara pergi sama Revano." terang Danial.

Maylea mengernyit ketika perasaannya kini seolah dirasakan pula oleh Danial. "Kok bisa?"

Rasa penasaran Maylea sudah tidak bisa ditahan, perempuan memang sensitif.

"Gue suka Nara, dia dulu guru bimbel gue selama dua tahun, waktu SMA." terang Danial membuat Maylea seakan tidak percaya.

"Jujur sama gue, lo suka Revano kan?" ulang Danial meminta kepastian. "Kalo iya, berarti kita lagi di posisi yang sama."

Ada banyak kejutan ketika bertemu Danial. Mereka dipertemukan tepat ketika sama-sama bertepuk sebelah tangan. Perbedaanya, Danial terlihat lebih santai hadapi kedekatan Nara dan Revano.

"Siapa yang nggak suka sama Nara? Dia cantik, tinggi, pinter, dan banyak lagi. Gue nggak mau banyak memuji dia di depan lo." terang Danial seakan membuat Maylea semakin terpojok. Tapi, dia tak bermaksud begitu.

"Tapi kalo Nara lebih nyaman dengan orang lain, ya gue nggak bisa apa-apa. Gue berakhir hanya sebagai orang yang pernah dia kenal, nggak lebih."

Maylea tertegun, se simple itu pemikiran Danial. Yah, mungkin karena dia laki-laki, nggak mudah baper.

"Lo nggak cemburu kalo Nara jalan sama orang lain?"

"Cemburu," aku Danial. Meskipun raut wajahnya terlihat begitu tenang dan biasa-biasa saja.

"Cemburu yang nggak bisa gue turuti arah perginya, cemburu yang nggak bisa gue ungkapin. Lo pasti tau rasanya."

Maylea paham, sangat paham. Sekarang posisi dirinya sedang berada di titik itu. Maylea sangat paham sampai rasanya ingin menangis.

"Gue tau lo cewek yang kuat, Lea."

Gadis itu tatap wajah Danial yang tenang, ada kekuatan yang baru saja sampai padanya. Danial bahkan mampu menembus dinding beku Maylea dengan mudah, lalu masuk dan rasakan betapa kosong dirinya.

Kini mereka bertemu dalam keadaan sama-sama memiliki satu sayap yang patah.

avataravatar
Next chapter