webnovel

Kerajaan Bawah Laut

Dia melesat dengan cepat seperti 'Ninja' di antara terumbu karang dan anemon laut. Ikan-ikan kecil yang menghalang dengan tangkas menghindar begitu kaki gadis itu akan menubruknya. Gerakannya terkesan melompat, mencari bebatuan atau objek lain yang tinggi untuk dijadikan pijakan; lalu melaju dan terkadang dengan kaki kanan yang memusatkan seluruh energi, untuk mendorong tubuhnya ke depan. Volume air tidak memberinya tekanan untuk bergerak dengan leluasa.

Dua orang pengawal terlihat kesusahan untuk mengimbangi kecepatan gerakannya yang luwes. Berbeda dengan dia yang memakai kebaya, dengan rok yang sengaja dia robek, para pengawal itu memakai seragam berlapis besi.

"Tunggu, tuan putri!" Pengawal berteriak dari kejauhan.

"Huh! siapa yang mau masuk ke tempat itu lagi, aku benci latihan."

Gadis itu semakin cepat, WUS-WUS! menghilang dari pandangan.

Dua pengawal itu kehabisan nafas, berkata, "bagaimana dia bisa secepat itu?"

Pantai Pangandaran. Pantai yang terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Keindahan pasir putih dan airnya yang jernih membuat para wisatawan terpikat untuk mengukir memori dengan orang-orang spesial. Selain itu, cagar alam yang terhampar luas dengan pohon-pohon rimbun membuat tempat itu semakin indah. Di dalamnya tersembunyi goa-goa yang berusia selama ribuan tahun; bebatuan stalagit dan granit menggantung pada langit-langit goa yang lembap. Keindahannya bukan cuma daya tarik utama para wisatawan, terutama bagi yang mencari pesugihan. Mitos yang melekat sejak jaman dahulu, terkadang membuat orang-orang yang terpikat dengan legenda berkunjung untuk melihat secara luas, biasanya mereka akan menelan cerita itu mentah-mentah!

Seiring dengan berkembangnya jaman, mitos-mitos kian memudar kredibilitasnya, tidak lagi menjadi setara dengan sesuatu yang empirik. Mereka tidak ingin mengidap penyakit yang diturunkan para nenek moyang, atau mungkin saja disalahartikan sebagai pengetahuan. Kendati demikian, masih saja ada orang yang percaya, menurut fakta bahkan mereka melakukan ritual tahunan pada malam satu suro.

...

Cahaya matahari menembus samudera biru, terlihat jernih dari dalam sini. Kecantikan karang hingga ikan-ikan bawah laut terhampar luas memanjang di balik air laut yang biru. Jernihnya air laut bahkan membuat terumbu karang yang tersembunyi dengan mudahnya terlihat.

Dia menuju ke atas permukaan, melihat para manusia yang bermain di bibir pantai.

Dunia manusia, adalah dunia jauh yang tidak dia ketahui, Ibunya memiliki sentimen yang kurang baik terhadap manusia sehingga dia tidak mengenal manusia semumur hidup, dia selalu melarang untuk berhubungan dengan mereka, meski begitu, larangan hanya sebuah larangan, larangan ada untuk dilanggar! Seakan dirinya tercipta untuk selalu penasaran.

Dia selalu mengawasi para manusia yang bermain di pantai, seringkali dia berpikir untuk mencari seorang teman, lalu kemudian mengundang mereka ke dalam istana, menunjukan tempat favoritnya di dasar laut, bertemu teman-temannya dan mengadakan pesta, mungkin mereka akan suka. Begitu pikirnya.

"Hei! jangan terlalu jauh!" Ucap seorang wanita pada laki-laki yang berenang ke tepian.

"Haha... mari kita kubur dia dengan pasir."

"Terima ini!" Seorang pria mencipratkan air pada wanita, "Kyaa!" Menghalangi cipratan dan kemudian membalasnya.

Seorang peselancar menuju ke tengah, mengejar gelombang ombak.

Mungkin itu adalah kesempatannya untuk berteman, selama ini dia telah mengumpulkan keberanian dan telah mempelajari, gaya bicara, gestur tubuh dll. Yang dia pelajari selama mengamati mereka di pantai. Jika itu tidak berhasil, mungkin menyeretnya bukan masalah besar, toh, dia akan meminta maaf, lagi pula manusia itu akan terkesima dengan keindahan lautan, permintaan maafnya akan diterima dan akan berterimakasih kepadanya.

"Oke, aku harus tenang..."

Dia pergi dengan percaya diri kearah pria yang tengah berselancar, tetapi bagaimana dia akan memulai percakapan. Apakah akan muncul begitu saja saat ombak sedang naik dan pria itu berada di dalamnya. Tidakkah harus menunggu.

Dia tidak peduli, karena sekarang adalah momen yang pas, dia terlalu malu jika menunggu pria itu menepi ke pantai. Kalau begitu kenapa harus menunggu dia berselancar sedangkan manusia lain banyak yang senggang.

"Sekarang adalah saatnya!"

.

.

.

Tiba-tiba saja ada seseorang yang menjewer telinganya dari belakang.

"Kenapa kau kabur saat pelajaran masih berlangsung, aku hanya meninggalkanmu sebentar dan kau malah keluyuran," sambil menarik telinganya, ibunya menyeretnya kembali ke istana.

"Tunggu Ibu! aku baru saja ingin berteman dengan seorang Manusia!"

"JANGAN KAU DEKATI MEREKA!"

"Tapi kenapa?"

"Karena mereka tidak pantas. Kau ingat, malam satu suro kita akan melakukan ritual penyucian, malam ini. Dan asal kau tahu saja, para manusia itu memberikan persembahan pada kita, disisi lain mereka menutupi kesalahan dengan melakukan itu. Kau tahu dimana letak kesalahan mereka bukan?"

"Baik Bu, aku minta maaf, kita adalah makhluk spesial yang melindungi lautan, manusia tidak tahu diuntung malah mencemari lautan dengan sampah yang mereka buang."

"Itu sebabnya Ibu tidak ingin kau mendekati mereka."

Mereka berdua menuju ke arah istana. Di sepanjang jalan, para penghuni lautan keluar dari rumah untuk menyapa, mereka tinggal di batu karang dan tanaman laut. Gadis itu memiliki banyak teman dan disukai banyak dari mereka. Sebagian besar harinya dihabiskan untuk latihan, terkadang dia kabur, bersembunyi di dalam rumah teman-temannya, di balik batu karang atau rumput laut.

"Fika."

"Mari bermain."

"Fika."

"Sebaiknya kita bergegas." Ucap ibunya.

Istana laut yang dipimpin oleh Ratu Kadita, tersembunyi di laut Jawa. Terbentang luas seperti Katerdal, dengan pilar-pilar menjulang tinggi. Terproteksi dengan baik oleh kubah transparan, penangkal sihir jahat. Di dalam istana terdapat tempat untuk berlatih sihir dan bela diri. Di situlah tempat Fika menghabiskan sebagian besar waktunya.

"Nenek!"

Fika menghampiri seseorang, bertubuh kecil dengan paras seperti anak kecil, dia adalah Ratu Kirana, sesosok naga bermata biru, yang sering menyamar menjadi anak kecil. Pelindung lautan yang menciptakan kerajaan lautan, beliau membantu Kadita untuk melepas kutukan dan kemudian membawanya ke istana laut. Namun sekarang, karena usianya dan penyakit yang dideritanya, dia menyerahkan tahta pada anak angkatnya, Kadita.

"Apa benar, malam ini kita akan melakukan ritual?"

Fika memeluk neneknya yang berdada rata itu, dua gunung bertemu papan tulis, tidak buruk juga.

"Ya, setiap malam suro, kita akan memberkahi kehidupan, mendoakan yang mati, dan mengusir yang jahat."

"Apa Fika boleh ikut?"

"Tentu saja."

Di dalam ruang makan, ada meja panjang yang besar, dengan kursi yang elegan dan lampu-lampu indah menggantung di atapnya. Piring-piring besar disiapkan, lalu para pelayan membawa sekeranjang Melati, serta bunga-bunga lain yang mereka petik di daratan. Selain itu, ayam goreng, telur mentah dan ikan-ikan kecil yang sudah masak.

Fika membasuh tangannya dengan air yang sudah disiapkan di meja makan, lalu mengelapnya dengan kain bersih yang berada di sampingnya.

"Melati adalah makanan favoritku," ucap Ibunya, mengambil melati dengan tangannya.

"Dan makan menggunakan sendok adalah penghinaan bagi makanan, kau paham Fika?" Ucap neneknya.

"Karena makhluk yang kita makan harus kita hargai. Kita tidak ingin apa yang kita makan itu terkena kuman, karena itulah kita mencuci tangan. Apa yang kita makan akan membuat kita tetap hidup dan apa yang kita makan harus kita sentuh dengan tangan, itulah bentuk penghormatan bagi alam yang dermawan."

"Aduh anak pintar," goda ibunya, "sayangnya susah diatur."

"Sudahlah, Fika kan masih muda, barangkali dia tertekan, kenapa kau tidak santai sedikit." Ucap nenek.

"Tidak Bu, justru dia masih muda, dia harus banyak berlatih agar bisa menjaga diri," balas Ibu.

"Berlatih itu penting, tapi kau harus ingat..." Nenek mengunyah ayamnya, lalu menelan dan berkata, "Menikmati hidup juga penting."

"Nenek aku cinta kamu!"

"Baiklah-baiklah, tidak boleh ada perdebatan di meja makan," kata Ibu.

Setelah selesai makan, di dalam kamar Fika. Terlihat lawon putih menjuntai ke lantai pada tempat tidurnya. Aroma melati memenuhi ruangan.

Para pelayan memasuki kamar, mereka membawa kain-kain halus dilipat rapih, diantaranya adalah kebaya, selendang dan juga kain tapis. Aksesoris antik melengkapi ke-elokan seorang wanita kerajaan, tusuk konde, mahkota emas, gelang, cincin, kalung dll.

Sebelum upacara penyucian dimulai, pada sore hari mereka akan mengenakan pakaian terbaik, mandi di kolam suci untuk membersihkan tubuh. Sebuah pemandian besar di dalam istana, airnya dapat mengobati segala penyakit, membuat kulit kencang dan wajah awet muda. Terkecuali luka khusus yang diderita Dewi Naga Ratu Kirana, luka dalam yang belum ditemukan cara menyembuhkannya.

Mereka menyebutnya 'Holy Water' air yang dimurnikan oleh kirana menggunakan kemampuannya.

"Jangan terlalu lama, ah, aku tidak akan memakai baju kuno itu, pokoknya jangan," perintah fika pada seorang pelayan.

"Tapi yang mulia, ini kan setting jaman kuno."

"Oh iya, cari yang lebih terbuka," dia melihat dengan teliti, "Itu aku suka! kebaya lengan pendek berwarna perak, dengan selendang batik dan kain tapis pendek."

"Baik yang mulia."

Para pelayan merias Fika dengan cara lama. Orang-orang jaman dulu tidak butuh kapur untuk mengecat wajah, berkat mandi setiap hari dengan air suci dan selain itu, kerasnya latihan membuat tubuhnya semakin sempurna. Tanpa hiasan menye-menye, kulit mereka kencang dan mulus, tubuh mereka bugar dan langsing.

Tepat jam tujuh malam, terlihat dari lautan yang tidak terlalu dalam, cahaya lentera dan nyanyian para manusia terdengar samar. Kereta kencana di-iringi para tentara berbaju besi dengan tombak, pedang dan perisai, terkordinasi dengan baik. Kereta itu didorong oleh satu ekor kuda yang memiliki sayap, kuda itu bisa berjalan di atas air dan bisa terbang dengan jauh.

Fika selalu ingin melarikan diri dari Istana laut, untuk pergi menemukan petualangan yang sesungguhnya, saat berada di dalam Istana untuk seumur hidup, dia tidak akan mendapatkan apa yang sebenarnya dia inginkan. Sambil memandang keluar jendela kereta, perasaannya sangat tidak sabar untuk segera mengembara, bertemu dengan orang-orang baru, memiliki banyak teman yang berdiri di samping, saling menjaga satu sama lain, dan menembus dinding pembatas, terbang bebas ke atas awan. Menghajar orang-orang jahat dan melindungi yang lemah. Seperti kata buaya putih, "Istana-istana sihir para penjahat menunggu untuk dihancurkan. Palu keadilan akan menentukan beratnya dosa yang kalian lakukan, kebebasan bagi orang-orang jahat adalah panggung utamaku untuk bersinar."

"Aku akan menghukum para penjahat," ucap fika dengan pelan, dengan wajah serius.

"Kau ngomong apa?" Ucap ibunya, sorak-sorai dari para makhluk yang berkumpul di depan istana menyamarkan ucapan fika sehingga ibunya tidak dengar.

"Tidak ada."

Petualangan Fika di dunia manusia akan dimulai. Akankah dunia manusia membuat hasratnya terpenuhi.

PERINGATAN!!!

Cerita ini berpotensi untuk dibenci, karena kesalahan kata, atau karena terlalu mengada-ada.

Ini adalah peringatan untuk diri sendiri, bukan kalian para pembaca hahaha!

Selamat menikmati

Unbi_Ackermanncreators' thoughts
Next chapter