6 Chapter 5

"Ck, otak kalian memang sangat tumpul. Kita berteman selama 7 tahun dan kalian masih belum tahu bagaimana sifatku. Sepertinya aku harus memecat kalian dari status sahabatku dan mendepak kalian ke Negara asal kalian masing-masing," ujar Vian tak habis fikir.

"Yak, jangan membawa kadar otak kami. Jelaskan apa maksudmu? Aku tidak mengerti! tanya Dino di tambah anggukan dari Danish, pria itu nampaknya juga tidak mengerti.

"Bukankah kalian tahu kalau aku ini orang yang tidak suka membagi apapun dengan orang lain. Im not the jealous type, but whats mine is mine. End of story. Jadi karena aku dijodohkan dengan Briena, otomatis dia termasuk milikku".

"Sialan kau, Vi! Berhenti membuat kita semakin terlihat tolol karena kalimat abstrackmu!" kesal Danish karena belum mengerti juga.

"Haish, itu karena aku yakin kalian berdua tidak akan pernah bisa memenangkan pertaruhan ini!" teriak Vian pada akhirnya. Dari awal pria itu memang sudah tahu kalau Briena pasti akan menolak Dino dan Danish mentah-mentah. Vian hanya ingin mempermainkan ke dua sahabatnya saja dan sekarang mau tidak mau dia harus mengungkapkan niat busuknya. Ck, dia yang tidak pandai mempermainkan orang lain atau kedua temannya yang kelewat tolol. "Aku sangat mengenal bagaimana sifat angkuh Briena, dia pasti akan menendang kalian berdua bahkan saat kalimat pertama belum keluar dari mulut kalian. Lagipula kalian tau kalau aku tidak pernah kalah."

"Jadi? Double shit! Kau menipu kami! Brengsek kau, Vi! Kau membuat kita seperti orang tolol!" umpat Dino lalu meninju bahu Vian pelan dan makian mereka di sambut oleh tawa pria itu yang terdengar sangat menyebalkan.

"Dasar pecundang! Kau bertaruh pada sesuatu yang jelas-jelas kau sendiri tahu endingnya seperti apa dan an kau masih menyebut dirimu itu hebat. Ck, dasar Licik!" ejek Danish.

"Hei, aku ini jenius. Kau tidak tahu kalau licik itu bagian dari sifat jenius," kekeh Vian masih tertawa.

"Terserah kau saja," ketus Dino.

Selanjutnya mereka hanya mengamati tingkah laku Briena dalam diam. Hanya hening yang tercipta dalam pengamatan itu, entah daya tarik apa yang dimiliki Briena sehingga membuat mereka bertiga larut dalam pesonanya.

Tiba-tiba aku merasa tertarik dengan taruhan tadi," celetuk Danish tiba-tiba. "Kita harus mencobanya, Din, Siapa tahu Dewi Fortuna sedang berpihak pada kita hari ini. Lagipula tidak ada ruginya bagi kita, iya, kan, imbuhnya memecah keheningan tadi.

"Jadi taruhan tadi masih berlaku?" tanya Dino melirik ke arah Vian, begitu juga Danish yang menunggu jawaban dari pria itu.

"Silahkan. Semoga kalian beruntung," celoteh Vian mengangkat gelasnya tinggi-tinggi sebelum menghabiskannya dalam satu tegukan, senyum mengejek jelas terpampang di wajah tampan milik Vian.

Belum sampai kedua pria itu mengangkat pantat seksi mereka dari sofa, ada 2 orang pria yang menghampiri Briena terlebih dahulu. Rupanya calon istri Vian memang menjadi primadona yang mampu memikat para penghuni klub di sini, sehingga banyak yang mendekatinya. Melihat mereka sudah kalah start, jadilah mereka hanya memandang adegan yang sebentar lagi terjadi diantara Briena dan juga ke 2 pria yang tadi menghampirinya. Salah satu pria itu berbadan sedang dengan tattoo terlihat jelas di dadanya karena kemeja pria itu terbuka lebar, jalannya sedikit terhuyung karena sepertinya pria itu dalam kondisi mabuk. Lalu yang satunya bebadan tegap dengan rambut gondrong dan tattoo jangkar di lengan berototnya, pria ini juga dalam kondisi teler.

Mereka bertiga dapat melihat dengan jelas kalau Briena merasa terganggu dengan kedatangan keparat-keparat itu. Walapun tidak dapat mendengar dengan jelas apa yang mereka perdebatkan, mereka jelas tahu kalau adu mulut yang mereka lakukan mengarah pada pertengkaran. Briena terlihat membentak 2 pemuda itu karena sudah jengah dengan sikap annoying mereka. Melihat semua kejadian itu tidak membuat mereka―Dino dan Danis― bebuat sesuatu, hanya diam dan terus mengamati. Apalagi Vian yang terlihat sangat menikmati pertunjukan ini. Sampai pada adegan si pemuda yang memiliki tattoo jangkar di lengan berototnya mencekal tangan mulus Briena, lalu dibalas umpatan dan tepisan kasar dari perempuan itu. Merasa jijik karena tubuhnya disentuh oleh keparat itu.

"Hei, Vi, kau tidak ingin mmembantunya" tanya Danish heran karena sahabatnya itu hanya melihat adegan itu dalam diam dan dengan santainya malah meneguk gelas Vodkanya. Pria itu malah menikmati pemandangan saat calon istrinya di ganggu bahkan disentuh oleh keparat-keparat itu.

"Dia bisa mengatasinya sendiri," sahut Vian tak acuh.

"Kau yakin? Tubuh seksi calon istrimu bisa mengatasi 2 keparat bertubuh tegap itu," ujar Danis sangsi. Tapi yang terjadi kemudian memang Briena dapat melumpuhkan 2 keparat itu. Briena memberikan tendangan maut kepada mereka, pukulan yang yang membuat tangan perempuan itu sedikit memar, selanjutnya menendang tubuh mereka yang terkapar di lantai.

"Wow, cool," puji Dino takjub. "Briena terlihat sangat mempesona saat menghajar 2 keparat itu, apalagi kalau di atas ranjang. Kau pernah mencobanya, Vi? Bagaimana?? Dia termasuk tipikal dominan atau submitif?" cecar Dino terkagum-kagum, terselip nada bercanda disuaranya.

"Kau ingin wajah tampanmu aku remukan sekarang juga? balas Vian datar. Buang fantasi kotormu kalau objeknya calon istriku.

'Hei, aku hanya bercanda. Kau terlalu serius, Men. Jangan-jangan kau sudah jatuh cinta pada Briena, makanya kau sangat serius dengan perjodohan ini. Kau bersikap seperti tokoh pria dalam drama," gerutu Dino tidak habis fikir.

"Prinsipku masih sama dan itu berlaku juga pada Briena," jawab Vian datar lalu beranjak berdiri. "Sepertinya malam ini aku memang harus bertemu dengannya. Aku pergi dulu," pamit Vian pada kedua sahabatnya.

"Sampaikan salamku pada Briena," oceh Dino.

"Katakan padanya kalau ia bosan padamu, pintu apartemenku terbuka lebar," canda Danish membuat Vian tertawa.

Vian bejalan menghampiri tempat Briena berada. Menyandarkan tubuhnya pada meja bar dibelakangnya, kedua tangan bersedekap di dada dan tatapan elangnya mengintimidasi keparat yang setengah teler itu. Kemudian dia beralih ke arah Briena yang sedang merapikan anak rambutnya yang sedikit berantakan. "Sudah cukup bermainnya, Nona Virendra," sapa Vian sinis.

Briena menoleh ke arah Vian. "Dan kau juga, sudah puas menontonnya, Tuan Adhyasta. Ucapan Briena tak kalah sinis. "Heh, bagaimana bisa tahun ini kau di nobatkan menjadi pria idaman perempuan di seluruh Asia, kalau kau saja tidak cukup gentle untuk menolong calon istrimu," imbuhnya menghina.

"Aku diam karena memang kau lebih kuat dariku, lagipula aku hanya ingin membuktikan skill perempuan yang tahun ini di nobatkan menjadi perempuan terhebat se-Asia. Malam ini kau membuktikan rangking itu. Kau mampu melawan mereka dengan tangan kosong," balas Vian tak mau kalah, jelas sekali pria itu sedang mengejek Briena.

"Kau! Heh, tenagaku sudah terkuras habis karena 2 keparat ini," ujar Briena melirik sinis pengganggunya tadi. "Urusan denganmu, kita lanjutkan lain kali," imbuhnya lalu melangkah melewati 2 orang yang terkapar di lantai dengan santai, mengambil handbagnya yang berada di samping Vian kemudian melangkahkan kaki jenjangnya  menuju pintu keluar klub.

"Hei, bilang pada managermu untuk tidak membiarkan 2 keparat ini masuk ke klub manapun di Negara ini," perintah Vian pada bartender yang sedari tadi hanya diam sebelum pergi menyusul perempuan itu keluar dari klub. Tetapi bukan untuk menawari Briena pulang bersama karena egonya terlalu tinggi untuk bersikap baik setelah tadi sempat adu mulut dengan perempuan itu.

Kedua pasangan itu melangkah pada tujuannya masing-masing, Vian langsung mengarah pada mobil lamborgini putihnya dan Briena ke arah ferari merahnya. Kedua mobil itu langsung membelah ramainya kota Jakarta pada pukul 02.00 dini hari. Tidak ada yang tau umpatan dan makian seperti apa yang mereka keluarkan untuk masing-masing. Kedua mobil mewah mereka melaju dengan kecepatan diatas rata-rata.

avataravatar
Next chapter