19 Sebuah Rahasia

Ella berdiri di sebuah persimpangan lampu merah. Entah sudah berapa kali lampu hijau itu terus menyala, hingga menunjukka lampu merah dan kuning kembali.

Ia masih memandang dari kejauhan sebuah restoran mewah dengan gaya italia, melihat pintu masuknya saja sudah membuat hatinya sedikit goyah. Apakah dia akan tetap menemui wanita tersebut.

Saat ia mengangkat panggilan masuk tersebut saja, sudah membuat dia terheran-heran. Darimana Mrs. Smith bisa mengetahui nomor pribadi miliknya?

"Ayo Ella... ini hanya bertemu. Dan setelahnya kau hanya cukup mendengar ceritanya." Ucap Ella pada dirinya sendiri.

Dan akhirnya ia berani melangkahkan kakinya, seorang pelayan yang bertugas di area greeter menyambut dirinya dengan senyuman ramah.

Walaupun saat pertama kali melihat Ella, matanya menatap dengan aneh dan curiga. "Selamat sore Nona, apa anda sudah buat janji sebelumnya?" Tanyanya masih ramah.

"Janji.?? Ah ya.. dengan Mrs. Smith, Marioline Smith." Ucap Ella. Lagi-lagi pelayan wanita menatap dirinya dengan tatapan "apa iya wanita ini akan bertemu dengan Mrs.Smith?"

Tapi tentunya pelayan wanita tersebut tidak mengucapkan hal tersebut, masih menjaga keramahtamahannya ia mengarahkan Ella untuk masuk ke dalam ruangan tersebut.

Ella terpesona dengan pemandangan Restoran Italia tersebut, furniture, dinding, hiasan semua bergaya khas Italia. Ia yakin, restoran ini pasti memiliki makanan yang mahal dan enak.

Pelayan tersebut, menuntun Ella ke arah lebih dalam. Ia tidak menyangka Mrs. Smith sudah menunggu dan duduk dengan santai di mejanya.

Ia mengenakan dress hitam yang elegan dan serasi dengan fascinator yang berwarna hitam(topi khas wanita inggris).

Ia juga mengenakan sarung tangan hitam berjaring. Membuat penampilannya berbanding terbalik dengan Ella, yang hanya mengenakan kaos biru yang terlalu besar dengan lengan yang ia gulung tinggi. Celana jeans dengan model terkoyak-koyak di bagian pahanya. Bahkan Ella tidak menggunakan sepatu heels, ia hanya menggunakan sepatu kestsnya yang berwarna hitam.

Mrs. Smith langsung mendongak memandang Ella yang baru saja tiba, ia menatap dengan tatapan tidak suka – dan itu sangat jelas terlihat sekali.

"Silahkan duduk Nona." Ucap pelayan tersebut, dan menarik kursi untuk Ella. Tidak sampai disitu saja, pelayan tersebut juga meletakkan napkin putih yang halus ke arah paha Ella. Lalu dengan sopan pelayan tersebut menunduk dan meninggalkan Ella dan Mrs. Smith.

"Apa anda sudah menunggu lama Mrs.Smith?" Tanya Ella memberanikan diri untuk bertanya, "Cukup lama.. " Ucapnya sambil meneguk minumannya dengan gelas yang besar dan runcing.

"Mrs. Smith saya cukup kaget anda menghubungi saya tiba-tiba, dan anda mengatakan sesuatu mengenai ayah saya. Apa maksud anda?" Tanya Ella langsung.

"Tampaknya kau tidak suka berbasa-basi ya Miss. Ella, Baiklah kalau begitu.." Ucap Mrs. Smith, kembali dengan posisi duduknya yang sangat tegak.

"Ella apa kau tau, sebuah kisah-kisah dongeng seorang Putri ?" Ucap Mrs. Smith, tapi Ella masih bingung untuk menjawab pertanyaan Marioline.

"Mmm... aku anggap jawabannya adalah kau mengetahuinya, bukan." Ucap Marioline.

"Kisah menarik yang selalu diceritakan, seorang wanita biasa yang cantik yang mencintai seorang pangeran tampan. Menurutku itu adalah sebuah kebohongan... karena kenyataannya tidak ada pangeran tampan yang tertarik dengan wanita biasa, atau sebaliknya. Karena mereka terlalu memiliki banyak penghalang, bukan?"

Marioline memberikan Ella sebuah senyuman yang merendahkan.

"Apa maksud anda Mrs.Smith? Saya tidak paham dengan arah pembicaraan anda." Ucap Ella masih menjaga kesopanannya.

"Sabarlah Miss. Ella, Justru aku sedang memberitahukan kepadamu sebuah kenyataan. Apa kau masih mau mendengar ceritaku. Atau kau akan terus menyelakku berbicara?" Ucap Marioline, dan senang Ella sudah menutup mulutnya dengan rapat.

"Gadis pintar, karena aku tidak suka ada orang yang menyelaku pada saat berbicara." Marioline kembali meneguk anggur merahnya sangat sedikit dengan ujung bibirnya yang berwana merah tua.

"Kenyataannya adalah seorang pangeran tampan, menikah dengan seorang putri bangsawan. Mereka hidup dengan bahagia dan memiliki seorang anak perempuan yang cantik." Marioline terhenti dan melihat reaksi Ella, dan kali ini ia tidak tersenyum.

"Tapi kebahagian mereka direngut oleh seseorang wanita jahat, wanita itu terlihat seperti seorang peri. Tapi kenyataannya dia adalah seorang penyihir yang jahat, dengan kekuatan jahatnya ia mulai merengut hati pangeran tampan dari Putri Bangsawan."

"Tapi Putri bangsawan tidak mudah dikalahkan begitu saja dengan penyihir jahat. Dengan kekuatan yang dia miliki, tentunya Putri bangsawan dengan mudah menghancurkan penyihir jahat, dan menyingkirkannya dari kehidupan dia dan sang Pangeran Tampan."

"Tapi Putri bangsawan tersebut lupa, kalau penyihir jahat tersebut memiliki seorang anak dari hasil hubungan gelapnya dengan sang pangeran tampan. Dan sang anak penyihir tersebut, mencoba melakukan hal yang sama yang pernah dilakukan ibunya."

Marioline menjeda ceritanya, dan menatap reaksi Ella yang seharusnya sudah paham dengan semua ceritanya. "Apa kau masih belum paham? Miss. Ella?"

"Kau adalah anak penyihir jahat tersebut, dan ibumu adalah penyihir jahat tersebut." Jelas Marioline dengan sangat sinis.

"Apa anda sudah terlalu mabuk Mrs. Smith? Apa maksud anda menceritakan semua ini kepada saya? Dan perlu anda tau, ibu saya bukanlah seorang penyihir jahat." Ella sudah mulai meninggikan nada bicaranya.

"Apa kau yakin Miss. Ella? Apa kau sendiri sudah pernah menanyakan langsung, bagaimana latar belakang ibumu? Dan bagaimana dia bisa terpuruk menjadi seorang pelayan di keluarga Huxley ?"

Ella semakin sinis menatap Marioline, "Anda pasti hanya membual bukan? Buat apa anda menceritakan hal ini kepada saya? Tidak ada keuntungan apapun bagi anda untuk memberitahu kepada saya soal ini." Ella masih tidak percaya.

"Aku tidak peduli kalaupun kau tidak percaya, aku hanya mencoba memperingatkan kepadamu agar tidak melakukan hal yang sama seperti yang ibumu lakukan."

"Apa maksud anda, apa yang ibu saya lakukan?" Tanya ella kembali.

Seringail licik milik Marioline muncul, dengan wajah yang semakin menyebalkan ia tunjukkan di hadapan Ella. 

"Hmmm menarik, ternyata ibumu tidak pernah bercerita bagaimana dia tidur bersama dengan suamiku. Huh... bahkan jelas sekali jika dia mencoba merusak rumah tanggaku."

Ella sudah semakin kesal, tanpa ia sadari gelas anggur yang masih berisi penuh ia lemparkan pada wanita yang berada di depannya. Orang-orang disekitar  mereka mulai melirik dengan tatapan penasaran, dan mulai berbisik-bisik membicarakan keduanya.

"Ternyata kau lebih rendah dari ibumu, Ella!" ucap Marioline menyeka wajahnya dengan lap bersih yang ia pegang.

"Sudah cukup kau berbicara mengenai ibuku. Mrs. Marioline Smith, kau sudah melewati batasanmu," Ucap Ella masih kesal sambil  beranjak dari duduknya

"Sebaiknya kau bertanya langsung pada ibumu, dan aku ingatkan kau ... Ella." Marioline ikut bangkit dari kursinya.

"Aku bisa menghancurkan ibumu untuk kedua kalinya, dan kau ... kau hanyalah sebongkah batu kecil yang mudah kulempar. Jadi ... jauhi Edward Huxley, atau hidup ibumu dan kau akan menderita kembali."

Marioline justru lebih dulu meninggalkan mejanya, sedangkan Ella menatap kesal pada wanita tersebut yang sudah menghilang.

Ella masih mencoba meresapi semua penjelasan Marioline, dia tidak bisa mengingat banyak hal mengenai masa kecilnya. Dia hanya ingat penderitaannya bersama ibunya, pada saaat mereka bertahan hidup.

Bahkan dalam perjalanan pulang, saat Ella mencoba menyebrang jalan. Dia masih memikirkan percakapannya dengan Marioline, tiba-tiba teringat wajah Mr. Smith.

Mengingatkan pertemuan pertama mereka, saat Mr. Smith bersikap sangat aneh ketika bertemu dengan ibunya di Kediamana Keluarga Huxley.

"Tidak... ibu bilang ayah sudah lama meninggal..."

Ella tidak mendengar orang-orang disekitarnya memanggil-manggilnya, ia berjalan ketika lampu hijau menyala. Dan nyaris saja ia membuat kecelakaan bagi dirinya sendiri, semua orang di sekitarnya menjerit dengan histeris.

Mengira dirinya akan terurai burai karena terhantam dengan sebuah  mobil Mustang merah.

Ella hanya menutup matanya, dia tidak berani membuka matanya saat itu.

Apakah dia sudah mati? Itu yang ia pikirkan, seseorang memanggil namanya. Suara yang sangat ia kenal.

"Ella..?! Apa kau terluka?" Alfred Lewis sudah berada disampingnya, memegangi bahu Ella dengan erat, dan memperhatikan setiap anggota tubuh Ella. Dia sangat khawatir jika Ella terluka.

"Dokter Alfred?" ucap Ella masih dalam keadaan syok.

***

Ella sudah berada dalam mobil Alfred, pria itu sangat bersikeras untuk mengantar Ella pulang ke kediaman keluarga Huxley.

"Kau tahu Ella, tadi itu benar-benar berbahaya. Kau tidak boleh melamun, Ok! Apa kau lupa tulang-tulangmu baru saja kembali utuh," ucap Alfred.

Tapi Ella sepertinya tidak mendengar ucapan Alfred, karena ia masih saja melamun tidak jelas.

"Ella?.... Ella...?"

"Ya... ah... maafkan aku, tadi anda bilang apa dokter Alfred?" Tanya Ella kembali.

"Hmm... aku tau apa yang bisa membuatmu sedikit lebih santai," ucap Alfred yang langsung memutar mobilnya ke arah berlawanan.

"Dan panggil aku Alfred saja, OK."

Ella masih menunggu di dalam mobil Alfred, pria itu mengatakan bahwa ia ingin sekali membelikan sesuatu untuk Ella. Tapi Ella tetap saja melamun di dalam mobil tersebut.

Alfred sudah masuk ke dalam mobilnya, dan membawa dua buah cup gelas berukuran besar. Minuman itu berwarna merah dan hijau.

"Ini minuman terenak, yang harus kau coba. Aku tidak tau kau suka rasa apa? tapi kupikir kau akan suka dengan rasa strawberry," ucap Alfred tersenyum manis sambil menyodorkannya ke arah Ella.

"Terimakasih Alfred, maafkan aku benar-benar merepotkan. Tapi aku rasa aku lebih baik turun disini saja. Aku bisa pulang sendiri. Kau tidak perlu mengantarku." Ucap Ella yang dengan satu tangannya berada di gagang pintu mobil dan berniat untuk membukanya.

Alfred menahannya, ia menekan kembali gagang pintu yang Ella pegang. Tapi kali ini tangannya berada di atas tangan Ella.

Ella langsung menengok ke arah sampingnya, dan ia bisa melihat wajah Alfred yang terlalu dekat dengan wajahnya. Karena pria itu ikut menahan pintu mobil yang ingin Ella buka.

Alfred pun sedang memandangi wajah Ella, dan Ella membalas dengan tatapan bingung dan aneh.

"Alfred..??"

"Maafkan aku.. " Alfred sudah kembali ke posisinya,

"Ella kumohon biarkan aku yang mengantarmu, anggap saja aku sedang peduli dengan nyawamu. Dan anggap ini permintaan dari seorang teman yang ingin menolongmu." Alfred kembali dengan raut wajahnya yang ramah.

Ella pun akhirnya menurut, berpikir tidak sopan jika ia terlalu menolak permintaan Alfred yang hanya ingin mengantarnya pulang.

Mereka banyak berbincang di dalam mobil, Alfred ternyata orang yang sangat periang, dan ia sangat mudah mencairkan suasana yang canggung.

Ia banyak mengisahkan pekerjaannya, dan menceritakan beberapa kisah lucunya dengan beberapa pasien yang pernah ia tangani.

Perbincangan sepanjang perjalanan pulang sangatlah tidak terasa untuk mereka berdua, sampai akhirnya Ella sadar ia sudah tiba di gerbang kediaman keluarga Huxley.

"Terimakasih Alfred, aku benar-benar menghargai untuk tumpangan yang kau berikan." Ucap Ella yang sudah berdiri di luar mobil.

"Mungkin lain kali kita bisa pergi lagi, dan kau bisa mengajak Edward pacarmu." Ucap Edward.

Ella hanya tersenyum ketika mendengarnya, tiba-tiba ia teringat perkataan Marioline pada dirinya.

"Ya... mungkin.." jawab Ella pelan dan ragu.

Ella sudah masuk kedalam gerbang, sedangkan Alfred masih saja memandang dari dalam mobilnya.

Sepertinya hati kecilnya baru saja mengatakan, bahwa sebenarnya sudah ada ketertarikan dengan wanita tersebut dari awal mereka bertemu.

Ella tentunya tidak mengetahui, bagaima Alfred yang pertama kali melihat dirinya di tepi trotoar dan mulai timbul rasa penasaran akan apa yang dilakukan oleh Ella.

Bagaimana di malam pesta perayaan Edward Huxley, dialah yang menjauhi gerombolan adik-adiknya yang ingin berbuat iseng padanya.

Dan Ella juga tidak mengetahui, bahwa dirinya yang langsung menawarkan diri pada Edward. Agar dia yang menangani Ella pada saat kecelakaan, dengan sekuat tenaga agar Ella tidak cacat ataupun terluka parah.

Tapi apakah mungkin? Itu yang menjadi pertanyaannya sekarang.

avataravatar
Next chapter