29 Sebuah Berita

"Hatchhhiiiiiiimmm....."

Ella sudah sukses mengeluarkan bersinnya yang kencang. Tapi di saat yang bersamaan, ia telah membuat tangga yang ia naiki ikut bergoyang.

Merasa yakin jika ia akan kehilangan keseimbangan, ketika tangga itu bergetar dengan hebat.

Ella terus mencoba, agar tangga itu dapat diam pada tempatnya, tapi alih-alih diam... Ella malah terpeleset dan ia pun mulai tergelincir hingga tangga itu benar-benar goyang dan jatuh.

Ella mengira dirinya akan langsung mendarat di lantai yang keras, namun ada seseorang yang langsung menangkapnya dengan sigap. Jelas sekali itu bukanlah Barnard.

Pria itu bertubuh tinggi dan berbadan tegap, wajahnya masih terlihat merah dikarenakan terpaan suhu yang sangat dingin. Ella sudah berada dalam gendongan Alfred, wajah Alfred tampak sangat dekat dan melihat Ella dengan sorot matanya yang ramah.

"Alfred?" Seru Ella dengan nyaring, membuat pria yang sedang menggendongnya memunculkan senyum kecil yang berkesan bingung akan reaksi Ella. 

"Bukankah... seharusnya kau mengucapkan terimakasih?" goda Alfred. 

Ella segera turun dari gendongan Alfred, sedangkan Barnard melihat dengan lega karena Ella masih terlihat hidup dan tidak menjadi cacat. 

"Hampir saja tadi, seharusnya kau tidak perlu naik setinggi tadi," Ucap Alfred yang masih memegangi pinggang Ella.

"Terimakasih Alfred," jawab Ella dengan sikap canggung. 

"Ella kau harus berhati-hati. Untung saja pria itu bisa menangkapmu tepat pada waktunya." Ucap Barnard yang mulai berjalan dan kembali ke area kasir.

"Alfred, bisa kau lepaskan pinggangku," Ella melirik ke arah tangan Alfred yang masih berada di pinggangnya.

"Ahh maafkan aku Ella," jawab Alfred tampak tersenyum.

"Terimakasih atas pertolonganmu barusan, aku mungkin akan masuk rumah sakit jika kau tidak menangkapku tadi," ucap Ella seraya merapikan beberapa buku yang tergeletak di lantai.

Alfred pun ikut membantunya dan membuat Ella merasa aneh dengan tingkah laku pria itu.

Alfred Lewis, pria itu setidaknya akan datang seminggu sekali ke toko buku Barnard. Ada saja buku yang ia beli, dan setelahnya ia selalu mencoba mengajak Ella untuk makan malam atau mengajak keluar bersama sekadan berjalan-jalan menikmati pemandangan Briston di sore hari.

Ella tentunya tidak terlalu sering menuruti ajakan pria tersebut, karena ia tahu jika Alfred memiliki perasaan pada dirinya. Dan hingga detik ini, Ella belum bisa membalas semua perasaan Alfred.

"Barnard, apa ada lagi tugas yang ingin kau berikan padaku? Uhm... Apa kau sudah memeriksa semua pesanan? Atau haruskah aku memeriksa ulang kembali?" Tanya Ella tersenyum lebar ke arah bosnya.

Tapi pandangan Barnard justru tertuju pada Alfred, dia yang sedang duduk di ruang tunggu baca.

"Hei... terlihat sekali dia sangat menyukaimu, Ella. Apa kau terus akan berpura-pura tidak tahu?" Ucap Barnard mulai menyindir.

"Barnard..! itu bukan urusanmu. Lagi pula aku tidak menyuruhnya untuk datang ke sini setiap akhir pekan," jawab Ella dengan suara pelan dengan gerakan bibir yang hampir tidak terlihat. 

"Katakan padanya untuk datang setiap hari, dan aku senang kalau dia selalu membeli buku setiap kali dia datang. Itu tidak akan merugikanmu, bukan?" ucap Barnard senang dengan idenya yang akan mendatangkan lebih banyak uang untuk toko bukunya.

Suara pintu toko terbuka, dan terlihat Luna yang baru saja tiba pada jadwal siang, Luna yang bertubuh kecil tampak seperti sebuah boneka.

Ia mengenakan jaket yang sangat tebal hingga lututnya, sebuah syal berwarna merah dililitkan pada lehernya, dan kupluk hitam yang terlalu besar hingga hampir menutup sebagian matanya.

"Pagi Luna... wah... wah kau terlihat sangat keren sekali," ucap Ella, dan Luna hanya menatapnya dengan tatapan seram seperti biasa.

"Pagi Ella, kau masih hidup ternyata," Balas Luna dengan nada sarkasmenya.

Anggela Luna Woo, tingginya hanya sekitar 163cm. Rambutnya hitam dan terlalu lurus. Matanya yang juga hitam dengan bentuk bulat yang menggemaskan.

Ia menyukai hal –hal yang nyentrik dan sangat suka dengan hal yang berhubungan dengan Metallica fashion. Untuk menutupi tubuhnya yang kecil dan mungil, Luna sangat senang mengenakan pakaian yang oversized.

Walaupun umurnya lebih tua dari Ella, dan hanya terpaut dua tahun. Justru Ella merasa dengan penampilannya yang semakin tinggi, Luna tampak seperti yang lebih muda dari dirinya.

sLuna melirik ke arah Alfred, "Hhh... ada pacarmu ternyata," Sindir Luna dan mulai melangkah ke dalam ruang karyawan. 

Baru saja Ella ingin membalas ucapan Luna, ponselnya berdering dan bergetar. Ella langsung mengeluarkan ponselnya dan menatap laya ponselnya.

"Calvin?!"

"Ella... lama sekali tidak mendengar suaramu." Suara Calvin sangat nyaring, sampai-sampai Ella harus menjauhkan sedikit ponselnya. 

"Apa kau mabuk? Baru tiga hari yang lalu aku datang ke tempatmu."

"Ella, tiga hari itu waktu yang lama," seru Calvin dengan riang. 

Ella pun berjalan sedikit menjauh dari Barnard yang tampak ingin menguping. Ella berjalan ke arah bagian depan toko, dan Alfred yang sedang duduk sambil meliriknya dengan penasaran.

"Apa maumu Calvin? Cuman ada satu hal kalau kau tiba-tiba menelponku. Kau pasti ingin merepotkanku, kan?" Ucap Ella dengan suara yang ia pelankan, tapi dengan penekanan yang teramat jelas.

"Wah...  kau ini selalu curiga kepadaku, Ella."

"Cepatlah Calvin!! Aku sedang bekerja..." ucap Ella dan sudah sangat ingin menutup percakapan mereka.

"Bagaimana kalau kita bertemu?" ajak Calvin, dan Ella semakin sewot saja dengan ucapan temannya. 

"Aku tidak bisa Calvin.. Aku terlalu sibuk hari ini."

"Kau tidak perlu kemana-mana Ella, karena aku sudah berada di depan pintu tempat bekerjamu." Seketika Calvin menutup percakapan mereka, tidak memberikan kesempatan pada Ella untuk menolak ajakan pertemuannya yang sangat mendadak. 

Dan benar saja... 

  Ella sudah melihat temannya berada di depan toko buku, senyuman lebar dengan melambaikan tangan, Calvin bahkan merentangkan kedua tangannya seakan-akan memberikan pelukan pada Ella dari jarak jauh. 

Calvin sudah masuk ke dalam toko buku milik Barnard, ia membawa sebuah bungkusan besar dan langsung menyerahkan kepada Ella yang masih menatap tidak percaya akan kehadirannya.

"Wahh... ini pertama kalinya aku datang, ternyata tempat bekerjamu tidak buruk ya," ucap Calvin seraya mengamati ke sekeliling toko buku. 

"Tidak perlu berterimakasih seperti itu, Ella. Aku hanya membelikanmu beberapa makanan dan minuman untuk persediaan kulkasmu, aku tahu pasti isi kulkasmu koson," Ucap Calvin kembali, padahal Ella belum mengatakan apapun.

Calvin berjalan melewati Ella begitu saja, ia lebih tertarik dengan Barnard yang melihat dari ujung kepala hingga ujung kakinya. Satu alis Barnard sudah naik dengan tinggi, berbanding terbalik dengan Calvin yang terus saja menyeringai lebar. 

"Barnard,ini temanku Calvin." Ella memperkenalkan Calvin ke arah Barnard yang sedang memperhatikannya dengan tatapan seperti sedang meneliti.

Penampilan Calvin sebenarnya tidaklah aneh, hanya saja terlalu menjadi pusat perhatian. Rambutnya ia warnai dengan warna silver terang, tidak hanya itu saja rambutnya ia biarkan panjang pada bagian belakangnya.

Calvin menguncir rambutnya dengan tinggi, dan terlihat tipis pada bagian rambut sisi samping dan belakang. Sepasang anting berwarna hitam, dan sebuah kalung dengan model rantai. Postur tinggi 186cm, membuat ia tampak seperti model yang sedang berjalan.

"Hai... aku sahabat Ella, wah... toko bukumu luar biasa, Barnard. Aku juga memiliki bisnisku sendiri," entah mengapa Calvin justru terlihat bangga saat bercerita. 

"Yeah... baguslah, aku harap kau tidak mengganggu Ella karena dia sedang bekerja," jawab Barnard yang tidak tertarik dengan pembicaraan Calvin. 

"Tenang saja, aku akan setenang dan sedamai mungkin. Bahkan kalian tidak akan sadar dengan kehadiranku," Calvin terkekeh saat menjelaskannya seraya ia berjalan mundur.

Bug...

"Ah maafkan aku," Ucap Calvin yang sudah berjalan meninggalkan mereka berdua, Ella langsung menengok ke arah temannya. Entah hal apa lagi yang ia perbuat, tapi ternyata Calvin tidak sengaja menubruk Luna yang baru saja keluar dari ruang karyawan.

Luna menatap Calvin dengan mendongak, Luna terdiam dengan tatapan yang tidak teralihkan dari Calvin yang masih memberikan senyumnya.

Tampaknya Calvin sudah membuat ia terpukau dan terpesona. Apa karena penampilan mereka yang terlihat sama, atau karena wajah Calvin yang yang membuatnya terpukau.

"Luna, apa kau tidak apa-apa?" Tanya Ella, dan langsung membuyarkan lamunan Luna. "Maaf ini temanku, dia sedang datang berkunjung."

"Maafkan aku karena tidak melihatmu, apa kau terluka, atau ada yang sakit?" Tanya Calvin yang merasa bersalah.

"Tidak apa-apa," jawab Luna cepat dan tersenyum. Ella memandang bingung, baru kali ini ia melihat Luna bisa tersenyum manis.

Ella langsung saja menarik tangan temannya, dan sudah sangat kesal supaya Calvin tidak mengganggu pekerjaannya. "Calvin! Kau sebenarnya mau apa kesini?"

"Hai Alfred... Hei Bro... Apa kabar? Pasti kau sedang menunggu Ella, bukan." Calvin sama sekali tidak peduli dengan wajah Ella yang semakin kesal. Dia berjalan mendekati Alfred yang langsung memberikan senyuman ramah.

"Calvin, kursi ini hanya untuk pelanggan yang membeli buku disini," Ucap Ella menghampiri dengan kesal. 

Calvin langsung celingak celinguk tidak jelas, ia langsung mengambil salah satu majalah dan dengan cepat ia membayarkan majalah yang ia beli.

Calvin kembali duduk di depan Alfred, dan berdeham ke arah Ella. "Lihat kan... aku juga pelanggan disini." Calvin menyeringai dengan puas, tau Ella tidak bisa mengusirnya.

"Jadi kau sekarang lebih suka dengan majalah dewasa ya?" Sindir Ella, melihat Calvin mengambil majalah khusus dewasa dengan seorang wanita yang hampir setengah telanjang menjadi sampul depannya.

Wajah Calvin langsung merona karena malu, ia membalikkan dan menutup dengan cepat di atas meja. Alfred pun ikut berdeham berusaha menutupi senyumannya.

"Alfred, kau juga menunggu Ella bukan? Bagaimana kalau kita makan malam bersama? Tenang saja aku yang akan traktir nanti." Ajak Calvin dengan sombong.

"Heh? Apa kau sudah sinting, Calv. Kau mau mati ya?" ancam Ella kesal pada temannya. 

***

Ella benar-benar tidak fokus dengan pekerjaannya saat itu, satu sahabatnya yang terus mengganggunya, dan satu lagi keberadaan Alfred yang diam-diam menyukainya. Ella mengerang kesal, dan Barnard hanya melihat dengan bingung sikap Ella seharian itu.

Sebenarnya Barnard tidak terlalu bermasalah dengan kehadiran dua orang tersebut, karena sebenarnya juga tidak mengganggu. Barnard pun menyuruh Ella untuk membantu Luna yang sedang mengeluarkan pesanan yang baru saja tiba.

"Ella?" Tanya Luna tiba-tiba, dan Ella hanya mengeluarkan suara "Uhmm?" karena ia masih sibuk dengan daftar barang yang diberikan oleh Barnard.

"Kau dan Calvin sudah berteman lama?"

"Ya.. sejak kami masih satu sekolah dulu," jawab Ella masih belum paham dengan arah pembicaraan Luna.

"Apa dia punya seorang kekasih?" Tanya Luna lagi, dan Ella langsung saja menegakkan wajahnya dan menatap Luna.

"Kekasih?"

"Iya kekasih?" Luna menekankan kembali pertanyaannya, dan mata Ella semakin melebar dengan perasaan tidak percaya.

"Luna, jangan bilang kalau kau suka...."

"Ya, aku belum bisa memastikannya sih, tapi kalau kulihat lagi. Dia sepertinya adalah tipeku." Luna tampak tidak mau basa basi, dan ia melirik ke arah Calvin yang masih sibuk berbincang dengan Alfred.

Luna masih tampak berpikir, Ella pun tidak mau meneruskan pembicaraan mengenai Calvin. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya jika Calvin dan Luna jika benar-benar menjadi sepasang kekasih.

Ella dan Luna mulai memisahkan banyak buku baru dan beberapa majalah edisi mingguan yang terbaru. 

Sebuah majalah terkemuka TIME-BUSINESS, bertemakan bisnis dan berisikan daftar-daftar orang-orang sukses di Britania, berada pada tumpukan paling atas. 

Pandangan Ella mulai teralihkan dengan sampul majalah tersebut, ia sangat mengenal wajah yang berada di sampul depan majalah tersebut. Dengan cepat, ia langsung mengambil salah satu tumpukan majalah tersebut.

Hatinya menjadi mencelos, wajah pria tersebut tampak berbeda. Terlihat lebih dewasa, wajah Edward Huxley terpampang di sampul depan majalah tersebut.

Edward duduk di sebuah kursi cokelat yang besar, tidak hanya itu ada seorang wanita menemani Edward, dengan rambut pirangnya sedang duduk di samping Edward.

Wajah Abigail terlihat jelas, mengenakan dress cokelat emas, dengan rambut yang dibiarkan terurai. Salah satu tangan Abigail memegangi pundak Edward.

Ella lebih terkejut lagi, membaca headline dari majalah tersebut. Ia masih tidak percaya dengan apa yang ia baca. Majalah tersebut mengumumkan berita pertunangan antara Edward Huxley dan Abigail Smith.

avataravatar
Next chapter