1 Prolog

Hujan turun dengan deras, Ella memeluk boneka beruangnya dengan erat. Sepiring kentang goreng sudah terhidang di hadapannya, menjadi teman makan malamnya yang sederhana.

"Ella, cepat habiskan kentangmu!" Ucap laras, Ella memperhatikan wajah ibunya. Tidak suka dengan ibunya yang sedikit menggertak dan menghetikannya yang sibuk bermain boneka beruang.

"Aku tidak lapar." Tolak Ella, Laras lebih menggarangkan wajahnya. "Kamu tau, ibu tidak suka kalau Ella membantah." Laras kembali menasihati. Sedangkan Ella gadis cilik berusia enam tahun itu, mau tidak mau menuruti perintah ibunya.

"Ibu, siapa yang kita tunggu?" Tanya Ella mulai mengunyah kentang gorengnya. Laras tidak menjawab pertanyaan anaknya, tangannya sibuk memeriksa dompet cokelat yang terlihat lusuh. Laras terlihat sedih, uangnya semakin menipis sedangkan ia harus bertahan di negeri orang bersama putri kecilnya.

Ella kesal dengan ibunya yang tidak menjawab pertanyaannya, ia terus saja memainkan boneka beruangnya. Sesekali, ia memandang orang-orang yang masuk ke dalam restoran kecil itu.

Restoran yang jauh dari kesan mewah, bahkan terkesan kumuh. Seorang pria besar berambut cokelat mendekatinya, pria itu mengenakan kemeja hijau yang tidak terkancing dengan kaos putih sebagai dalamannya.

Rambutnya yang panjang, dikuncir kuda dengan sedikit berantakan. Terlihat kumisnya yang tebal dibiarkan terus tumbuh. "Kau Laras?" Ucap pria asing tersebut. Laras langsung menatap pria tersebut, memberikan senyuman yang hambar.

Ella menatap bergantian ibu dan pria asing yang berdiri di depannya. "Bisa kita lakukan sekarang?" Tanya pria itu dengan datar. Matanya yang liar menatap Laras dengan ganas.

"Ya, tentu saja. Tunggu sebentar." Ucap Laras, seraya mengambil sebuah alat pengaman dari dalam tasnya. Tentunya Ella yang masih kecil tidak tahu apapun, apa yang diambil dan apa yang akan dilakukan oleh ibunya.

"Ella, tunggu disini. Ibu ada urusan sebentar, janji dengan ibu kau tidak boleh kemanapun. Dan tetap berada disini!" Laras kembali memberikan perintah.

"Ibu mau kemana? Apa akan lama?" Tanya Ella polos.

"Hanya sebentar, ibu janji sebentar saja." Laras mencoba meyakinkan.

"Apa kau masih lama, atau aku bisa dengan yang lain saja." Pria asing itu sudah tampak kesal menunggu. Laras menyentuh wajah putri kecilnya dengan lembut, dan pergi bersama pria asing tersebut.

Ella menatap ibunya yang sudah menghilang dari balik pintu, yang ia sendiri tidak tahu kemana ibu dan pria asing itu pergi. Ella kembali menatap boneka beruangnya, "Hei Teddy, ayo kita bermain lagi." Ucap Ella polos dan kembali memainkan bonekanya.

Cukup lama Laras meninggalkan putri kecilnya, karena dia harus menemani seorang pria asing demi kelangsungan hidupnya. Laras akhirnya keluar dari ruangan yang sudah cukup membuatnya panas, dan pengap.

Merapikan rambut dan pakaiannya yang menjadi kusut, berjalan mendekati meja tempat putri kecilnya berada. Laras sempat dibuat terkejut dan menyangka putri kecilnya telah meninggalkan mejanya, tapi ternyata Ella sedang tertidur dikursi sambil memeluk boneka beruangnya.

Laras tersenyum memandang putri kecilnya, ia langsung menyimpan uang yang baru saja ia terima ke dalam dompetnya. Kembali ia merapikan rambut dan pakaiannya, sebelum membangunkan Ella yang masih tertidur pulas.

"Ella, sayang. Ayo bangun." Ucap Laras dengan lembut.

Akhirnya laras menemukan sebuah losmen murah, untuk tempat mereka tinggali beberapa hari. Setidaknya mereka tidak perlu mengantri di sebuah gedung tua, yang disediakan oleh pemerintah setempat untuk para tunawisma.

Sebuah kamar kecil, dengan kamar mandi yang airnya hanya keluar sedikit. Tidak banyak perabotan yang ada di dalam kamar tersebut. Hanya sebuah tempat tidur kecil, tapi cukup untuk mereka berdua. Ella masih tertidur pulas masih memeluk boneka beruangnya.

Laras menutup buku dongeng Cinderella yang baru saja selesai ia bacakan, sebuah kisah klasik yang sangat disukai oleh Ella. Seorang pangeran tampan yang mencintai seorang gadis biasa yang baik hati.

Mata Laras sudah mulai berkaca-kaca, air matanya mulai keluar. Dia menahan suara tangisnya agar tidak membangunkan putrinya. Laras menyeka air matanya dengan cepat, dan menyelimuti Ella dengan sebuah selimut yang tipis.

Laras memainkan rambut anaknya, semakin memeluknya dengan erat. Malam itu sangat dingin, Laras pun tidak menyelimuti dirinya. Karena selimut yang terlalu tipis dan kecil itu, hanya bisa menutupi tubuh Ella yang mungil.

Laras meringkuk dan masih memeluk erat putri kecilnya, air matanya masih terus mengalir. Sebuah kesedihan yang menyakitkan, yang selama ini ia pendam dan ia sembunyikan dihadapan putri kecilnya.

avataravatar
Next chapter