4 Persiapan

"Selamat pagi Belinda." Sapa Ella dengan Riang, dan mengambil sisa potongan roti yang tergeletak.

"Pagi Ella." Jawab Belinda yang sibuk memotong-motong sayurannya.

"Kau sudah sangat rapi, kupikir kau akan bolos hari ini." Ucap Belinda.

"Tidak, Ella kau tetap harus sekolah." Laras yang baru saja masuk dan membawa beberapa tumpukan selimut, terlihat sangat lelah.

"Ibu?? Biar aku bantu, ibu kan belum sembuh betul." Ucap Ella langsung mengambil paksa selimut yang berat dari tangan ibunya.

Tidak lama Frank masuk, terlihat sekali ia baru tiba. "Tau begitu, harusnya aku dulu yang mengambil cuti." Ucap Frank masih tampak mengantuk.

"Tumben sekali, kau datang Frank. Jangan bilang.." Ella mulai menebak.

"Kamu tau kan, keluarga ini sangat senang membuat pesta." Ucap Frank.

"Harusnya, aku minta gajiku dinaikkan. Hmm... itu ide yang bagus. Aku harus berbicara dengan Alvin." Ucap Belinda seraya menyentakkan pisaunya dengan kencang.

"Ada pesta apa ibu?" Ella mulai penasaran.

"Hanya sebuah pesta kecil sore nanti, cepat kau berikan selimut itu pada Helen, dia sedang mencuci di ruang laudry." Laras menjawab.

"Ibuuu..." Ella mulai kesal.

"Ella Amber! TIDAK!! kau harus pergi ke sekolah." Laras membantah putrinya.

"Tapi kondisi ibu sedang tidak baik, lebih baik aku bolos hari ini. Jadi aku bisa menggantikan pekerjaan ibu." Ella mencoba merayu.

"Laras, harusnya kau harusnya menuruti perkataan putrimu. Hei Belinda dimana pisauku." Ucap Frank.

"Gunakan matamu Frank, itu ada dibelakangmu." Jawab Belinda masih sibuk dengan potongan sayurnya.

"Diam kau Frank, aku masih cukup sehat." Laras menatap kesal ke arah Frank.

"Ella Amber, cepat kau bergegas berangkat. Sekarang!!" Laras mulai bertolak pinggang menatap Ella.

"Hai Alvin, kebetulan sekali. Ada yang ingin berbicara kepadamu." Ucap Frank tersenyum lebar, melirik ke arah Belinda.

"Pagi semua.. ramai sekali disini. Apa ada seseorang yang mati?" Sindir Alvin.

"Hel Alvin, aku minta gajiku dinaikkan. Kau tau dalam satu bulan ini, kuhitung sudah dua belas kali keluarga Huxley merayakan pesta. Ditambah Bobby yang sedang cuti." Keluh Belinda.

"Kau ingin cuti juga, sebaiknya kau segera hamil." Jawab Alvin santai. Frank pun langsung tertawa terbahak-bahak mendengarnya.

"Pagi Ella, kau belum berangkat. (Alvin melirik ke arah jam tangannya), Laras bisa bantu aku menata ruangan, dan kita harus mengeluarkan beberapa peralatan porselin kembali." Alvin menunjuk ke arah Laras.

"OK, tidak jadi masalah. Bisa kita langsung mulai? Dan Ella jangan lupa berikan selimut itu kepada Helen." Ucap Laras.

Ella pun dengan terpaksa menuruti perintah ibunya, Belinda benar. Keluarga Huxley sangat sering mengadakan pesta di kediaman mereka. Membuat para pekerja super sibuk, ketika acara pesta tersebut dibuat mendadak.

Tidak heran jika Keluarga Huxley, memiliki tiga koki pribadi, lima pembantu rumah tangga – termasuk dirinya, dan seorang kepala pelayan yaitu Alvin. Alvin sudah bekerja sangat lama dengan keluarga Huxley, bahkan Frank pernah bercerita kepadanya. Kalau garis besar keturunan besar keluarga Alvin adalah seorang kepala pelayan.

Helen sudah berada di ruang laundry, a

sudah menunggu selimut sutra yang mahal yang dibawa oleh Ella. "Terimakasih Ella, dan kenapa kau belum berangkat juga?"

Pertanyaan Helen langsung membuat Ella tersadar, dia sudah lewat dari waktunya. Bus sekolahnya pastinya sudah pergi meninggalkannya. Ella pun berlari ke arah bagian belakang mansion, mengeluarkan sepedanya dan langsung mengenakan helm sepedanya.

Ia sudah melajukan sepeda ke arah gerbang luar mansion, sampai akhirnya ia menabrak sebuah limousine hitam milik Edward. Ella pun terpental langsung, dengan susah payah ia bediri dan mengangkat sepedanya.

"Hhhcchhh Sial..." Keluh Ella sangat pelan.

Kaca mobil perlahan terbuka, wajah Edward muncul dan menatap keji ke arah Ella. "Maafkan saya Tuan Edward." Ucap Ella seraya menunduk, Edward memperhatikan gadis yang berada di hadapannya.

Ella mengenakan sepatu hitam, dengan celana cream, tidak lupa kemeja biru lengan panjang yang terlihat kebesaran ia gulung hingga sikunya. Edward masih menatap dingin ke arah Ella.

"Ayo kita jalan sekarang, aku sudah tidak ada waktu." Ucap Edward memberikan perintah ke supirnya, Ella pun menelan ludahnya sendiri dan bisa bernafas lega. Majikannya tidak memarahinya, mungkin suasana hatinya yang sedang baik karena pesta nanti sore.

Ella pun bisa sampai dengan selamat di sekolahnya, ini adalah tahun terakhirnya di high school – SMA. Ella termasuk anak yang pintar dan cepat belajar, tidak nakal, dan tidak pernah berbuat keonaran.

Bahkan ia juga sedang mengincar beasiswa untuk kuliahnya.

Ella melempar bola basket ke arah temannya Kristy. "Hei, kau tidak apa-apa?" Tanya Kristy yang sudah menangkap bola dengan tangkas. "Kita istirahat dulu ok." Pinta Ella yang sudah lelah,

Mereka pun mulai duduk di lapangan dan menatap Mr. Austin – guru olahraga mereka, masih sibuk memberikan penilaian kepada para murid.

"Aku akan pergi menonton dengan Calvin, kau mau ikut?" Tanya Kristy.

"Maaf, aku tidak bisa ikut. Aku harus bekerja." Jawab Ella.

"Hmm.. bagaimana rasanya bekerja dengan keluarga Huxley, apalagi bisa melihat Edward Huxley. Pasti kau senang bukan disana." Kristy mulai menggoda lagi, padahal ia tau bagaimana kondisi Ella sebenarnya.

"Hhh!! Kau ingin bertukar tempat. Aku rela memberikan posisiku denganmu." Ella menjawab ketus.

"Padahal kau tidak jelek-jelek banget. Lihat... kau semakin tinggi, bahkan lebih tinggi dariku sekarang. Kulit cokelat mu juga bagus, matamu bulat, hidungmu juga mancung. Yahh kalau untuk rambut, mungkin kau harus mewarnainya - akan terlihat lebih bagus lagi."

Kristy mulai memberikan pengamatannya.

"Kau juga memiliki, bentuk bibir yang bagus." Kristy menambahkan. "Kenapa Edward Huxley tidak melirikmu ya?" Tanya Kristy mulai menggoda lagi.

"Apa sudah puas dengan penilaianmu, seharusnya kau tanya dengan pacarmu. Kenapa ia lebih memilih kau dari pada aku." Ella mulai sewot.

"Hahaha.. maaf. Jangan marah seperti itu, tapi penilaianku jujur mengenaimu. Hei lihat arah jam dua belas." Kristy menunjuk ke arah seorang pria yang juga sedang duduk bersebrangan dengan mereka.

"Bukankah kau suka dengannya? George Sebastian." Kristy menyeringai.

"Kristy pelankan suaramu, dan jangan menunjuk ke arahnya. Kau membuatnya menjadi mencolok." Keluh Ella. Kristy pun menurunkan tangannya dan tidak menunjuk lagi.

"Miss. Amber giliranmu. Cepat." Ucap Mr. Austin memanggil nama Ella, untuk segera bersiap mengambil penilaian. George sedikit melirik ke arah Ella, yang tampak tersipu malu. Tapi dengan cepta Ella mulai menunjukkan sikap cueknya

Jam pelajaran pun usai, Ella pulang sambil menenteng sepedanya di tepi jalan dengan helm sepeda yang masih ia gunakan. Rantai sepedanya putus, ia berjalan sambil terus mengumpat kesal ke arah sepedanya.

"Hai Ella, kau tidak apa-apa?" Sapa George tiba-tiba, pria dengan rambut hitam, matanya yang cokelat dan senyum khasnya. Ella benar-benar tersipu malu melihat pria yang ia taksir.

"Hai George." Ella malah memberikan sebuah sapaan balik. "Hai Ella." George menyapa kembali, walau aneh baginya. "Kau tidak apa-apa?" George kembali bertanya.

"Ah.. ini. Oh iya. Hanya sedikit rusak, tidak apa-apa kok." Ucap Ella mulai salah tingkah.

"Wah.. rantainya putus, kau harus cepat mengganti rantainya." George memberikan saran. "Ya benar, terimakasih." Ella memberikan senyumannya.

"George kau disini rupanya." Ucap pria yang sepantaran dengan George. "Cepat, Alfred sudah menunggu. Kau tidak mau ketinggalan bukan." Ucap pria tersebut, dari logo almamater yang pria itu kenakan. Ella yakin sekali pria itu dari Universitas Cambridge.

Sebuah mobil mustang merah berhenti di depan mereka, "Ella, maaf aku tinggal dulu. Aku ada keperluan dengan teman-temanku. Kau tidak apa-apa sendiri?" Bagi Ella George tidak seperti bertanya, seperti meminta ijin darinya.

"Silahkan George, selamat bersenang-senang." Ucap Ella.

George dan pria itu mulai masuk kedalam mobil mustang merah itu. Ella bisa melihat ada seorang pria berambut hitam, mengenakan almamater yang sama mengendarai mobil mustang tersebut.

George memberikan senyuman dan salam perpisahan, mobil mustang itu pun sudah melaju dan menghilang di kejauhan. Sedangkan Ella langsung melompat kegirangan, ia merasa sangat senang dengan George yang menyapanya terlebih dahulu.

Ella melempar kesal sepedanya ke dalam gudang khusus barang bekas. "Kau tunggu disini!! Aku tidak bisa memperbaikimu sekarang." Ucap Ella pada seonggok sepeda yang sudah ia lempar.

"Hai Jason!!" Sapa Ella, "Bagaimana kabar Hercules?"

"Dia bilang, supaya kau menjauh darinya. Kau membuatnya ingin muntah." Ledek pria paruh baya itu. Ella pun tersenyum lebar mendengar gurauan Jason.

"Aku tidak bisa membantumu Jason hari ini. Tuan Edward mengadakan pesta. Aku akan membantu ibu dan Alvin." Ucap Ella serius.

"Ya Ella, aku tau kau memang cerdik. Pasti kau akan meminta bayaran dobel pada Alvin." Sindir Jason kembali, Ella pun hanya membalas dengan tertawa kecil.

-------------------

"Ella, tolong ambilkan mangkuk pasta itu dan letakkan di meja sebelah sana." Perintah Laras.

"Ella, bisa kau ambilkan taplak putih lagi, kau bisa tanya floretta dimana ia menyimpannya." Perintah Helen

"Ella, tolong geser semua kursi itu. Tuan Edward tidak suka ada pemandangan yang mengganggu." Perintah Alvin.

"Ella, cepat beri saus di semua piring saji, jangan lupa letakkan sepotong buah berry diatasnya." Perintah Frank.

"Ella. Tolong hidangkan kue-kue ini ke depan, dan tolong hati-hati." Perintah Belinda.

-----------------

Ella duduk merosot di sudut ruangan, dapur umum itu sudah mulai tidak seramai dan sesibuk tadi. Ia sudah benar-benar lelah.

"Minum ini, ini bagus untuk kesehatan." Ucap Laras prihatin melihat anaknya yang kelekahan.

"Apa ini?" Ella merasakan pahit di lidahnya.

"Jamu.. kau harus rajin minum jamu. Ini khas negara ibu." Ucap Laras.

"Habiskan, dan setelah itu ganti pakaianmu. Jangan sampai Tuan Edward melihatmu dan menghukummu lagi." Laras sudah mulai bangkit dari duduk santainya. "Ahh.. aku rasa itu memang hobinya bu, membuat orang-orang menderita – termaksud kita." Ucap Ella jujur.

avataravatar
Next chapter