54 Pemecatan & Sebuah Tawaran Untuk Ella

Ella tiba di Fogue tower lebih awal dari yang lainnya, sedang menatap layar monitornya dan membuka beberapa pekerjaannya yang masih tertunda.

Tapi alasan dia datang lebih pagi dikarenakan pembicaraan terakhir dengan temannya Calvin.

Pagi ini Calvin berjanji akan memberikan data pribadi milik ibunya. Dia mengatakan bahwa Diana -sekretarisnya telah membantunya dengan mudah mendapatkan data pribadi milik Laras ibunya yang pernah bekerja di perusahaan Fogue.

"Pagi Ella, wah hari Senin ini kau sangat terlihat bersemangat sekali." Sapa Daniel yang baru saja tiba, dan langsung meletakkan tas kerjanya di mejanya.

"Pagi Daniel. Kau juga terlihat bersemangat." Balas Ella.

"Ella..?"

Ella sudah sangat mengenali suara tersebut, dan benar saja wajah Calvin sudah menyembul dari balik pintu masuk. 

Daniel ikut melihat Calvin, "Apa kau mau kopi Ella?" Daniel mencoba menawarkan, mungkin itu ide yang bagus untuk membuat dirinnya terlihat sibuk. memberikan ruang untuk kedua orang tersebut berbicara. 

"Kalau kau tidak keberatan. Secangkir kopi akan menjernihkan pikiranku," jawab Ella dengan ramah. 

Daniel pun berlalu dan tidak begitu peduli dengan kehadiran Calvin, dia sudah melangkahkan kakinya ke arah pantry. 

Calvin langsung masuk ke dalam ruangan, ketika melihat Daniel yang sudah menghilang keluar.

"Jadi kau sudah mendapatkannya?" Tanya Ella amat penasaran, dan Calvin memamerkan sederatan giginya ditambah sebuah senyum yang lebar. Calvin mengangkat sebuat amplop cokelat panjang yang ia letakkan didadanya agar bisa dipamerkan pada Ella.

Ella langsung merampas amplop tersebut, dan dengan cepat dan hati-hati membuka isi amplop tersebut. 

"Terimakasih...." Calvin mencoba mengingatkan Ella, yang tidak berkata apapun pada dirinya.

"Yahh... Calvin. Dengan segala hormatku, aku ucapkan terimakasih," sanjung Ella.

Baru saja Ella mengintip dan baru saja ia melihat wajah muda Laras dari sebuah foto lawas. Tidak lama terdengar Aubrey dan Doris yang sedang berbincang.

Kedua orang tersebut baru saja tiba, dan mereka cukup terkejut melihat Calvin yang sedang berada dalam ruangannya bersama dengan Ella.

"Mr. Calvin? Aku harap kau tidak sedang mengganggu stafku bekerja." Aubrey memandang dengan curiga, sedangkan Doris menatap Ella yang langsung mengembalikan sesuatu kedalam amplop cokelat yang berada di tangannya.

"Atau... apakah anda lupa dengan ruang kerja milik anda sendiri?" sindir Aubrey.

Doris berjalan melewati Ella dan dengan sikap acuh duduk di meja kerjanya. Meletakkan dengan anggun tas kerjanya yang berwarna merah terang di atas meja kerjanya.

"Pagi semua, aku harap aku tidak mengganggu waktu pagi kalian yang begitu berharga. Hanya sedikit keperluan dengan temanku." Ucap Calvin.

"Pagi Aubrey," sapa Ella.

"Baiklah, aku akan kembali ke ruang kerjaku." Ucap Calvin dengan suara terlalu nyaring.

"Dan Ella, semoga harimu menyenangkan." Calvin tersenyum puas dan membalikkan badannya, berjalan ke arah luar ruangan.

Ella langsung meletakkan amplop yang baru saja diberikan di atas mejanya, dia sudah sangat tidak sabar untuk membaca data ibunya. Tapi ia masih bisa menahan rasa penasaran, karena sangat penting untuknya bersikap normal dan biasa saja. Agar tidak mencurigakan bagi siapapun saat itu. 

Tidak lama, Ashton dan Simon sudah hadir. Disusul dengan Daniel yang membawa segelas kopi untuk Ella. Suasana di ruang kerja tersebut, mendadak menjadi ramai pada saat Aubrey mengatakan akan memberikan ulasan hasil kerja mereka selama satu bulan ini.

Semuanya sudah bersiap-siap memberikan hasil laporan kerja mereka masing-masing. Dan Aubrey sedang keluar sebentar, ada beberapa data yang harus dia ambil dari bagian humas.

Ashton dan Simon sedang sibuk membicarakan malam perayaan yang berlangsung pada Jum'at malam kemarin.

Sedangkan Daniel, sedang memberikan informasi penting pada Ella apa saja yang harus ia siapkan ketika rapat bulanan dimulai.

Doris mendekati Ella, dan menyodorkan setumpuk kertas padanya. Ella melihat bingung tumpukan kertas yang disodorkan pada dirinya. 

"Apa?" tanya Ella.

"Apakah kau bisa membantuku, Ella? Membuat salinan untuk laporan kinerja satu bulan?" Doris menatap dengan tatapan memohon.

"Biar aku saja." Ucap Daniel, dan seketika Doris menarik tumpukkan kertas tersebut saat Daniel mencoba mengambil dari tangannya.

"Ella, apa kau tidak ingin membantuku?" Tanya Doris kembali, dan Daniel tampak kesal dengan sikap Doris yang disengaja. 

Ella pun bangkit dari duduknya dan menerima tumpukan kertas tersebut. "Tidak apa-apa Daniel, aku bisa melakukannya."

"Terimakasih Ella, kau memang baik. Pastikan kau membuat dua salinan pada masing-masing lembaran." Doris menambahkan dan tersenyum memaksa ke arah Ella. Ella pun sudah berlalu meninggalkan ruangan.

Mengetahui Ella sudah benar-benar pergi dari ruangan, Doris memperhatian kondisi sekitarnya. Simon dan Ashton masih saja sibuk mengobrol. Sedangkan Daniel sedang mengecek laporan kerja milik Ella.

Mata Doris menatap ke arah meja Ella, matanya tertuju pada amplop cokelat panjang yang diletakkan dimeja Ella. Doris langsung saja menyambar amplop tersebut, dan berjalan santai ke mejanya sendiri.

Dengan hati-hati, Doris membuka amplop tersebut. Raut wajahnya langsung berubah dan ada ekspresi bingung saat mengetahui isi amplop tersebut. Tapi tiba-tiba saja terbesit sebuah ide di pikirannya, dan benar-benar sebuah ide yang akan membuat Ella dalam sebuah kesulitan.

Aubrey sudah tiba dan tanpa basa-basi langsung memerintahkan semua timnya agar memulai rapat bulanan mereka. 

"Dimana Ella?" Tanyanya yang sadar Ella tidak ada diantara mereka semua.

Daniel sudah akan membuka suaranya, ketika Ella sudah masuk dalam ruangan dengan tergesa-gesa.

"Aku disini," ucap Ella sambil menunjukkan tumpukan kertas yang sudah semakin banyak berada di tangannya.

***

Ella harusnya tahu dan sadar ketika amplop yang berada di mejanya tiba-tiba saja menghilang, sayangnya ia baru menyadari usai jam istirahat.

Saat ini ia sudah berada di ruang kerja Amanda, kepala HRD itu menatap sinis dan curiga pada Ella. Bahkan saat ini amplop tersebut sudah berada di tangannya.

"Miss. Amber, apa kau tahu. Apa yang kau lakukan adalah sebuah kejahatan? Bagaimana bisa kau memiliki data karyawan milik Fogue, tanpa ada ijin dari siapapun?" Tanya Amanda dengan tegas.

Ella hanya bisa terdiam, pikirannya masih saja bingung bagaimana ia harus menjelaskan dan menjawab pertanyaan Amanda. 

"Maafkan aku." Ucap Ella tanpa bisa memberikan alasan pada Amanda yang terlihat tidak puas dengan jawaban Ella.

"Jadi kau tidak ingin memberitahukan kepadaku? Siapa yang memberikan data ini kepadamu?" Amanda menekankan intonasi suaranya, berharap Ella dapat bisa bekerja sama.

Sungguh egois, jika Ella harus melibatkan Calvin. Semua ini adalah kesalahannya yang terlalu ceroboh dan tidak melihat ada musuh yang mencoba menusuknya dari belakang.

"Maafkan saya, ini adalah murni kesalahan saya." Ucap Ella kembali.

"Hhmm... Ella, tadinya kupikir kau bisa menjadi karyawan yang memiliki integritas yang tinggi pada perusahaan." Amanda menghela nafasnya dengan kecewa.

"Ini adalah pelanggaran yang amat serius, aku tidak bisa mempertahankan kau untuk terus bekerja disini," ucap Amanda dengan nada meyakinkan, dan Ella hanya bisa dengan pasrah menerima keputusan akhir dari kepala HRD tersebut.

***

Semua mata memandang Ella, Ella sedang merapikan mejanya. Daniel bahkan terlihat sangat sedih dan berkali-kali menahan air matanya untuk tidak keluar. Simon dan Ashton pun terkejut, dengan Ella yang harus keluar dari pekerjaannya saat itu juga.

Aubrey tampak sangat kecewa, "Ella, masih ada cara lain untuk kau tetap bertahan disini. Kau tinggal mengatakan siapa yang memberikannya padamu." Aubrey menyentuh bahu Ella, berharap Ella bisa merubah pikirannya.

"Ella, aku tidak menyangka kau tidak akan lama dengan kami disini," ucap Doris berusaha simpati, tapi bagi Ella ucapannya tampak sedang menyindir dirinya.

"Aubrey, maafkan aku sebelumnya. Aku tidak ingin memperpanjang masalah ini  lagi." Ella berusaha menutupi rasa kesalnya.

Ella sudah selesai menyusun semua barang pribadi miliknya, yang ia letakkan pada sebuah kotak kecil. Perasaannya mengatakan bahwa Doris berperan pada kejadian hari ini.

Setelah melakukan perpisahan, dengan berat hati Ella berjalan dengan langkah berat meninggalkan Fogue tower.

Sesungguhnya ada amarah dan kesal yang ingin ia luapkan. Tinggal sedikit lagi, untuk dia mengetahui sejarah ibunya. Tapi semuanya menjadi sia-sia, dan yang tertinggal adalah sebuah kesesalan yang mendalam.

***

Calvin berjalan dengan langkah kesal ke dalam ruangan milik ayahnya. Aaron sedang berada duduk di meja kerjanya, terlihat Diana sekertarisnya juga berada di samping Aaron.

Diana yang sedang memberikan laporan untuk ditandatangani oleh Aaron, langsung terkejut dengan kehadiran Calvin yang masuk tanpa mengetuk terlebih dahulu.

"Diana! Apa yang kau melakukannya?!" Teriak Calvin dengan kesal. 

Diana langsung saja berdiri dengan tegak. Wajahnya tampak panik dan pucat, tapi sebelum Calvin menanyakan hal tersebut padanya. Ternyata dia sudah memberitahukan kepada Aaron, apa yang terjadi pada Ella hari itu.

Diana mengatakan hari itu bahwa dia membantu memberikan data pribadi milik Laras pada Calvin, untuk diberikan kepada Ella. 

Diana sendiri terkejut, karena Amanda membuat keputusan bahwa Ella harus dipecat saat itu juga. Tapi tidak sampai disitu, karena Aaron tidak meminta dirinya untuk meluruskan masalah ini kepada Amanda.

"Diana, kau boleh keluar. Biarkan kami berbicara empat mata," perintah Aaron. 

Dengan segera Diana pergi meninggalkan ruangan, sedangkan Calvin masih saja terus melotot pada wanita yang berjalan melewati dirinya.

"Jadi Ella, temanmu itu... dia adalah putri dari Laras?" tanya Aaron dengan suara yang datar. 

Calvin sedikit mengernyitkan dahinya. Ayahnya ternyata sudah mengetahui siapa Ella dan hubungannya dengan Laras.

"Aku ingin kau membatalkan pemecatan Ella. Karena akulah yang memberikan data tersebut pada Ella," pinta Calvin.

"Untuk apa? Temanmu memang bersalah bukan? Dan kau beruntung dia tidak melibatkanmu dalam masalah ini. Asal kau tahu, aku tidak pernah memandang bulu pada siapapun. Termasuk dengan anakku sendiri," ada sedikit nada ancaman yang terdengar.

"Kau mulai mengancamku!?" Ucap Calvin kesal. 

"Aku hanya memperingatkanmu, agar kau tau bahwa temanmu bukanlah orang baik seperti yang kau pikirkan selama ini," jawab Aaron.

"Apa maksudmu?! Berani sekali kau mengatakan hal seperti itu kepada Ella. Asal kau tahu saja! Bahkan Ella lebih baik dari kau yang menjadi ayahku," balas Calvin dengan penuh emosi. 

"Hhh... Yeah...  kau benar, Ella mungkin lebih baik dariku! AYAH-mu sendiri. Tapi apa kau tahu bagaimana ibunya? Apa yang kau tau soal Laras? Dialah penyebab semua masalah yang ada di keluarga KITA!" Ucap Aaron lebih lantang.

Calvin menatap tidak percaya ayahnya, penjelasannya tidak masuk diakal.

"Apa maksudmu?!"

Aaron tampaknya terlalu lepas kendali, dan tersadar dengan penjelasannya sendiri. Wajah tegangnya sudah mulai mengendur dan kembali ia bersikap normal.

"Aku hanya ingin kau menjauhinya Calvin. Apakah itu sulit untukmu, lakukan saja perintahku!" ucap Aaron dengan wajah yang dingin dan datar.

Calvin sudah menahan kepalan tangannya.

"Maaf sekali, aku tidak bisa menuruti perintahmu. Dan hari ini juga aku akan berhenti bekerja disini."

Calvin dengan kesal membanting pintu ruang kerja ayahnya. Perasaan kesal masih saja ia rasakan, berjalan menuju ruang kerjanya dan mulai merapikan barang-barangnya.

Kembali ia menatap layar ponselnya, Ella belum membalas pesannya. Calvin masih saja mengingat perkataan ayahnya, Laras - ibu Ella? Apa hubungannya dengan kehancuran keluarganya? Atau ini hanyalah akal-akalan ayahnya saja, agar dia bisa memaafkan kesalahan ayahnya pada ibunya yang sudah meninggal.

***

Ella sedang duduk termenung di sisi tempat tidurnya, sudah dua hari ini ia mematikan ponselnya. Dia sedang butuh waktu untuk beristirahat dan menenangkan diri.

Hari dimana ia keluar dari pekerjaannya, Calvin tiba di apartementnya karena Ella tidak membalas atau menjawab satu pesan dan telpon darinya. Ella berusaha meyakinkan Calvin, bahwa dirinya baik-baik saja. 

Dan setelah susah payah meyakinkan temannya, akhirnya Calvin pun memutuskan untuk kembali ke Bristol. Tidak sampai disitu saja, Calvin mencoba membujuk Ella agar kembali pulang ke Bristol.

Tentu saja Ella tidak menurut. 

Dan....

Disinilah Ella masih bertahan dan berada, di Kota London, di apartemen miliknya sendiri. Sinar matahari masuk dari jendela apartemennya, wajahnya mulai terpapar cahaya matahari yang terang.

Ella memegangi ponselnya dan memutar-mutar ponselnya, terhenti setelah ia mulai bosan memainkan ponselnya.

Ella pun memutuskan menyalakan ponselnya, benar saja banyak pesan yang muncul. Salah satunya Alfred, dan Ella sudah bisa menebak bahwa isi pesan Alfred adalah sebuah kekhawatiran yang teramat besar.

Ella membalas pesan Alfred, dan mengatakan bahwa ia baik-baik saja. Cukup sampai disitu, menurutnya. Tiba-tiba ponsel berdering, dan nama Calvin terpampang di layarnya.

"Ella..!! Apa kau masih hidup?" Teriak Calvin, tanpa menyapanya terlebih dahulu.

"Calvin, kenapa kau harus berteriak? pendengaranku bisa saja rusak," ucap Ella kesal.

"Ella, Barnard akan senang menerima kembali kau bekerja di toko buku miliknya." Suara Calvin sudah terganti dengan suara Luna. Ella memicingkan matanya, Calvin pastinya sudah menceritakan segala sesuatunya pada Luna.

"Luna? Terimakasih Luna. Mungkin aku mempertimbangkan kembali," jawab Ella sedikit menunjukkan antusiasnya.

"Ella, bagaimana kalau hari ini kami datang ke tempatmu?" tanya Luna, "Kau belum ada rencana apapun bukan malam ini?" Tanya Luna Kembali.

"Tidak ada."

"Baguslah, malam ini aku dan Calvin akan datang ke tempatmu. Besok adalah waktu liburku, mungkin ada baiknya aku menginap di tempatmu. Sampai ketemu nanti malam, ok." Ucap Luna terdengar riang dan langsung menutup pembicaraan mereka.

Ella menarik napasnya, masih berpikir apa yang harus dia lakukan saat ini?

Apakah perlu dia kembali bekerja di toko buku Barnard? 

Lagi-lagi ponselnya berdering, Ella memiringkan kepalanya dengan aneh, karena bingung sebuah nomor tidak ia kenal tertera di layar ponselnya.

"Halo..?"

"Ella... Senang bisa mendengar suaramu, sulit sekali menghubungi orang pengangguran? Kemana saja kau selama beberapa hari ini?" terndengar nyaring suara seorang wanita, berkesan menyindir Ella yang memang belum bekerja. 

"Aku harap kau tidak cepat melupakan seseorang. Dan Ella, aku turut bersedih karena kau sudah tidak bekerja lagi di Fogue," ucap wanita tersebut.

"Kau..? Apakah kita pernah bertemu?" Tanya Ella bingung, ponselnya semakin ia pegang dengan erat.

"Ella, apa kau lupa dengan wanita cantik paruh baya ini?"

"Nancy? Kau?! Bagaimana kau bisa tahu nomorku? Dan kenapa kau menelponku?" Tanya Ella lebih banyak lagi.

"Oh... Sayangku ... Simpan semua pertanyaanmu. Akan kujawab jika kau menerima tawaran bekerja denganku sebagai modelku tentunya, kau masih menganggur, bukan?" Sindir Nancy, dan Ella semakin tidak suka dengan pernyataan Nancy barusan.

"Kenapa juga aku harus bekerja denganmu Nancy? Aku sama sekali tidak cocok untuk menjadi seorang model Nancy. Lebih baik kau mencari orang lain," tolak Ella.

"Kenapa? Kau tanya kenapa? Bagaimana kalau kubilang, aku tahu mengenai Laras. Bagaimana kalau aku bilang... aku bisa memberitahukan padamu tentang apapun yang berhubungan dengan Laras," ucap Nancy dengan sebuah penawaran yang menggiurkan. 

Nada suaranya terdengar ada rasa percaya diri yang teramat besar. Membuat pupil mata Ella semakin melebar, ketika Nancy mengatakan hal tersebut padanya.

***

Beberapa jam sebelumnya, sebelum Ella mendapatkan telepon dari Nancy. 

Nancy baru saja tiba di lobi utama gedung Fogue, turun dengan anggun dari mobil limo hitam yang baru saja mengantarnya. Derap langkahnya terdengar ringan tapi cukup nyaring saat bersentuhan dengan lantai marmer Fogue.

Membuat orang-orang melihatnya dengan terkesema, wanita paruh bayah itu tetap terlihat cantik dan elegan dengan setelan kemeja dan celana putih panjangnya. Tubuhnya yang masih terlihat jenjang, terlihat sekali bahwa ia sangat merawat dirinya.

Nancy tiba di ruang studio milik David, pria itu terlihat sibuk dan sedang mengarahkan beberapa gaya untuk modelnya. Terhenti, saat Nancy sudah mulai memecah konsentrasinya.

"Baiklah semua, kita ambil jam istirahat terlebih dahulu. Sepuluh menit saja OK! Tidak lebih, ingat itu. Atau aku akan membuat kalian menyesal, para gadis cantik yang tinggi!" Perintah David, dan para model pria dan wanita langsung meninggalkan ruang studio dengan senang.

"David... teman terbaikku. Aku harap aku tidak mengganggumu yang bekerja," ucap Nancy seraya memeluk David dan memberikan kecupan di pipi David.

"Tentu saja tidak Nancy, apa yang membuatmu datang sepagi ini?" Tanya David. 

"Ohh David, bagaimana kalau aku bilang aku merindukanmu."

"Sayang sekali aku tidak suka dengan wanita, terutama wanita paruh baya," ejek Daniel sambil terkekeh. 

"Ohh... sungguh sebuah pujian. Aku pun lebih suka dengan pria muda yang berkarismatik," balas Nancy dengan tatapan sinis. 

"Hahaha... cukup dan hentikan sebelum aku tidak bisa berhenti tertawa," David menyekan pelupuk matanya, seakan-akan ada air mata yang keluar meskipun tidak ada. 

"Baiklah... aku sangat mengenal dirimu, Nancy! Jadi... katakan saja, apa yang kau inginkan dariku. Aku tahu kau pasti sedang membutuhkan bantuan dan pertolonganku." Ucap David, dan Nancy tersenyum lebar karena tidak bisa membohongi temannya.

"Kau tahu David, akhir-akhir ini aku sedang kesulitan dengan seorang model yang sulit untu diatur," Nancy pun mulai bercarita, seraya ia menarik sebuah kursi untuk dirinya sendiri. 

"Aku baru saja memecat salah satu modelku. Hhh..!!! Miranda benar-benar susah diatur, kalau kupertahankan dia. Maka modelku yang lain akan mulai memprotes dan merengek seperti anak kecil," Lanjutnya bercerita dengan putus asa dan kesal.

David memegangi dagunya, tampak berpikir. "Nancy, kau tidak boleh mengambil model-modelku! Aaron tidak akan suka kalau kau mulai menarik para model Fogue."

"Ahh... David... Tentu saja tidak! Aku masih ingat masalah beberapa tahun lalu, dan tidak mungkin aku mengulangnya kembali. Aku tidak sebodoh itu David, tidak mungkin aku berperang dengan Aaron Prime lagi," ucap Nancy dengan yakin. 

"Jadi...?" David menatap semakin curiga.

"Apa kau ingat dengan wanita yang menjadi model pengganti di acara kemarin?" 

"Ella.. maksudmu." David memperjelas.

"Ya... Benar... Ella! Aku ingin bertemu dengannya. Aku rasa aku butuh wajah-wajah baru sepertinya," ucap Nancy semakin menyeringai.

"Kau terlambat Nancy." Ucapan David langsung membuyarkan kesenangan Nancy.

"Apa maksudmu, David?"

"Ella, sudah tidak bekerja disini. Kemarin adalah hari terakhirnya, dalam sekejap gadis itu sudah membuat gosip heboh kemarin," jawab David sambil memelankan suaranya.

"Ada apa? Apa yang terjadi?" Tanya Nancy semakin penasaran.

"Tidak Nancy, aku tidak bisa memberitahukan apapun padamu karena aku pun tidak tahu apapun." Tolak David. Tapi Nancy terus saja menempeli David.

"David, aku tahu kau dan Amanda sangat dekat. Tidak mungkin kau tidak tahu apapun, jadi cepat beritahu padaku!" pinta Nancy.

"Kau tahu David, aku bisa memperkenalkanmu dengan seseorang yang bisa memberikanmu penawaran khusus pada kamera DLSR yang terbaik tahun ini." Senyum Nancy semakin melebar, dan David semakin tergoda dengan penawaran temannya.

"Ahh.... baiklah, tapi ingat... jangan beritahu siapapun kalau kau tahu masalah ini dariku! Kalau itu terjadi, Amanda pasti tidak akan bergosip lagi denganku," David pun mulai membuat persyaratan. 

"Tenang saja, David. Kau bisa percaya denganku," jawab Nancy mengangguk cepat. 

avataravatar
Next chapter