61 Aku Mencintaimu Melebihi Diriku Sendiri, Ella

Kembali pada Ella dan Alan Smith yang sedang berbicara. 

Alan Smith baru saja selesai bercerita mengenai siapa Alfred Lewis, dan kenapa Ella harus menjauh dari pria itu. 

Ella terkejut karena dia tidak pernah mendapatkan penjelasan ini dari Aflred Lewis, apakah Alfred mendekati dirinya karena memiliki niat yang terselubung?

Pintu ruangan tiba-tiba terbuka, sosok wanita menggunakan gaun pernikahan baru saja masuk dengan wajah yang tampak marah. 

"KATAKAN SEMUA ITU HANYALAH OMONG KOSONG, AYAH!"

Abigail sudah masuk dan berteriak dengan lantang. Ella dan Alan hanya bisa dibuat kaget dengan kedatangannya yang tiba-tiba.

Marioline mucul dari balik punggung putrinya yang masih lengkap mengenakan gaun pengantinnya.

"Hmm.. sepertinya pestanya sudah selesai." Ucap Ella berdiri dan menegakkan wajahnya yang datar.

"Alan, bisa-bisanya kau melakukan ini di hari pernikahan putrimu." Ucap Marioline sama lantangnya.

"Apa yang memang sudah aku lakukan? Dan Abigail, apa yang kau dengar bukanlah omong kosong." Balas Alan Smith.

"Dia... (Tunjuk Abigail ke arah Ella) Dia adalah adik tiriku. Tapi... "

"Lebih baik aku tidak terlalu terseret pada masalah internal keluarga kalian, Mr. Smith." Ucap Ella seraya melangkahkan kakinya, tetap memperlihatkan wajah datarnya. 

Abigail langsung saja memegangi lengan Ella, "Kau akan menyesalinya ELLA! Lihat saja nanti!" ancam Abigail bersungguh-sungguh.

Ella pun dengan sekuat tenaga melepaskan pegangan Abigail. Dia sudah dengan cepat berjalan keluar ruangan, meninggalkan Alan yang masih berada dalam situasi ketegangan antara putrinya, dan mantan istrinya. 

Merasa tidak percaya dengan semua penjelasan Alan Smith, membuat Ella duduk disebuah taman bunga kecil, sebuah bangku taman menjadi tempat ia untuk memikirkan semuanya. Menutup mukanya dengan kedua telapak tangannya yang sedang bertopang pada kedua lututnya.

"Ahh... Ella... Berpikir.. berpikirlah..." Ucap Ella pada dirinya sendiri. 

"Alfred adalah putra dari Carlton Lewis. Ayahnya dan ibuku ditemukan bersama di sebuh hotel, dan Carlton Lewis tewas dengan dugaan ibuku yang membunuh pria itu?"

" Argghhh..." Pekik Ella kesal.

"Apa kau tidak apa-apa Ella?"

Suara seorang pria mengejutkan dirinya, bahkan Ella sudah bisa menebak siapa yang menyapanya sebelum dia melihat wajah pria yang sedang bertanya pada dirinya.

"Edward?" Ella menegakkan tubuhnya. Edward langsung saja duduk disampingnya, bahkan Edward masih mengenakan setelan jasnya yang rapi.

"Kau mau kemana, Ella?" Ucap Edward menarik tangan Ella. 

Ella menelan ludahnya sendiri dan menatap wajah Edward yang ikut menatap dirinya.

"Edward, aku yakin Abigail akan menggila jika melihat kita berdua berada disini. Dan kau tidak mau hal itu terjadi di hari pertamamu menikah, bukan?" Ucap Ella memperingati.

"Lima menit saja, sudah lama bukan kita tidak pernah berbicara seperti ini. Kumohon."

Edward melepaskan peganga tangan Ella. Membuat Ella bingung kenapa dia justru menurut pada permintaan Edward. Ia pun kembali duduk, walaupun tetap menjaga jarak dengan pria yang ada disampingnya itu.

"Edward, aku ucapkan selamat atas pernikahanmu." Ucap Ella tiba-tiba, langsung saja Edward menoleh padanya dan menghela napasnya. Matanya kembali menerawang pada langit yang gelap.

"Aku selalu berandai, andai saja kau yang ada disampingku Ella.. Hhh.. Bagaimanapun perasaan ini tetap tidak bisa berbohong."

"Edward kau tahu saat ini tidak mungkin. Kau sudah berada dengan keluarga barumu, kau harus bisa...."

"Ella, kenapa?" Tanya Edward memotong pembicaraan Ella,

"Apa? Apa kenapa?"

"Kenapa kau selalu saja menghindari perasaanmu, kenapa kau tidak mau mengakui bahwa kau juga masih menyimpan rasa itu untukku, Ella? Mengapa kau membuat jarak yang sangat jauh pada hubungan kita?"

Edward menggerakkan tubuhnya kearah samping, membuat dirinya langsung berhadapan dengan Ella.

"Tuan Edward. Haruskah aku memanggilmu seperti itu? Apa kau ingat pertemuan pertama kita? Kau adalah orang yang paling ingin selalu kuhindari saat itu selama hidupku," ucap Ella

"Kau selalu membuatku ingin terlihat lemah, dan aku hanya ingin membuktikan bahwa aku adalah wanita yang kuat, Tuan Edward."

"Ya kau benar, Tuan Edward. Aku masih menyimpan sebuah rasa untukmu. Tapi aku sudah menguburnya sangat dalam, hingga aku sendiri pun sudah tidak mungkin untuk menggalinya kembali." Kedua mata Ella mulai berkaca-kaca.

"Apa kau tidak pernah sadar, Tuan Edward? Bahwa kau yang membuat hubungan kita menjadi semakin sulit. Kau dengan segala keegoisan dan keras kepalamu. Apakah semua hal itu yang akan kau berikan kepadaku?"

"Bahkan sampai saat ini, aku belum melihat kau berubah, Tuan Edward. Kau masih menganggap pendapat kaulah yang paling benar dan penting. Kau masih menganggapku adalah seorang pelayan dari keluarga Huxley yang kau bisa atur dan perintah sesuka hatimu."

Ella sudah mulai berkaca-kaca, tapi ia masih bisa menahan air matanya untuk tidak keluar. Tidak dihadapan Edward.

"Ella..? Kenapa kau bisa berpikir seperti itu?" Edward berusaha mengelak semua dari penjelasan Ella.

"Jika TIDAK, KENAPA? Kenapa anda selama ini tidak terus berusaha untuk mempertahankan atau berjuang dengan apa yang anda sebut cinta?"

"Tadinya aku berpikir, anda akan mengalah pada pendirian anda. Kenyataannya tidak, kenyataan bahwa saya hanya bermimpi."

Edward memegangi pipi Ella yang sudah meneteskan air mata, menyeka dengan perlahan dan memegangi dagu Ella.

"Ell... maafkan aku." Ucap Edward, matanya masih terus memandangi mata Ella. Wajahnya semakin mendekat ke arah Ella.

Ella semakin jelas melihat wajah Edward, sudah lama sekali mereka tidak sedekat ini. Pria itu masih tetap mempesonanya, dan masih bisa meluluhkan hatinya yang keras.

Seperti ada sebuah kejutan listrik yang langsung mengejutkan otak Ella.

(Ella!!! Hentikan!! Edward bukan lagi seorang pria lajang.. APA KAU SUDAH GILA DAN INGIN MENCIUMNYA??!!)

Ella langsung bangkit, ia merasa jantungnya berdetak kencang.

"Ini tidak benar."

"Maafkan aku Ella, aku rasa aku terlalu terbawa dengan situasi kita berdua." Jawab Edward dan terlihat menyesal, karena ia benar-benar tampak seperti seorang pria mesum.

Suara ponsel Ella terdengar dari tas kecilnya yang berwarna hitam, Ella langsung saja pergi meninggalkan Edward tanpa berpamitan. Nama Alfred tertera di layar ponselnya, dan Ella sadar kalau ia sudah menghilang cukup lama.

***

Malam yang sudah sangat larut, Alfred dan Ella saling diam dan membisu dalam perjalanan pulang mereka. Ella bahkan mengalihkan perhatiannya pada sisi jendela, memperhatikan jalanan yang tampak sepi.

"Ella..?" Panggil Alfred cukup kencang, membuat Ella langsung menoleh dengan kaget.

"Ya?"

"Apa yang sedang kau pikirkan? Aku memanggilmu berkali-kali, bahkan kau tidak mendengarnya." Ucap Alfred masih pada kemudi mobilnya, menatap jalan yang berada dihadapannya.

"Tidak ada." Ucap Ella cepat dan Alfred tau kalau dia sedang berbohong.

"Ella, aku tidak nyaman dengan situasi ini. Kau menjadi pendiam setelah bertemu dengan Alan Smith." Ucap Alfred kembali, dan ada nada penekanan pada kata Alan Smith.

Ella mencoba menarik napasnya dan memegangi dahinya, "Apa kau benar-benar ingin tahu, Alfred?" Tanya Ella dengan serius. 

Alfred menoleh padanya untuk beberapa detik dan memberikan pandangan bahwa ia benar-benar ingin tahu apa yang terjadi sebenarnya?

"Alfred, apa kau tahu kalau ibuku pernah terjerat hukum atas kematian ayahmu?"

Penjelasan Ella langsung saja membuat Alfred menghentikan laju mobilnya secara mendadak, bahkan Ella terkantuk cukup keras kearah bagian depan.

Untungnya dengan sigap Ella langsung menahan serangan rem mendadak Alfred dengan tangannya yang memegangi dashboard.

"Jadi kau sudah mengetahuinya, Alfred Lewis? Kenapa selama ini kau berbohong kepadaku? Jawab dengan jujur Alfred?" Tanya Ella lagi.

"Aku tidak pernah berbohong Ella, karena kau tidak pernah menanyakannya padaku." Jawab Alfred dan matanya sedang menerawang dan memikirkan sesuatu.

"Apapun yang kau dengar dari Alan Smith, mungkin semua itu benar. Memang benar aku mengetahui mengenai latar belakang ibumu." Ucap Alfred kembali.

"Apa yang sedang kau rencanakan Alfred?" Tanya Ella semakin aneh dan bingung.

"Ella, mungkin kau mengira aku akan berbuat jahat padamu. Tapi tidak Ella, begitu mengenalmu aku yakin bahwa aku memang mencintaimu."

"Ella kau harus percaya padaku, kalau memang aku ingin berbuat jahat padamu. Kenapa tidak kulakukan dari dulu? Dan apa selama ini aku pernah berbuat jahat padamu, Ella?" Alfred meraih tangan Ella, walaupun Ella masih menatapnya dengan tidak percaya.

"Alfred, tapi ibuku... hhk...hhkk..." Ella mulai menangis, entah tangisan apa yang sedang ia rasakan saat itu. 

"Ella, itu sudah lama berlalu dan bukankah ibumu terbukti tidak bersalah. Ella kau harus percaya padaku, aku tidak memiliki niat jahat padamu. Apa yang sudah kulakukan padamu, itu semua karena aku mencintaimu, Ella."

"Lihat aku, dan tatap mataku. Kau akan tau kalau aku berbohong." Ucap Alfred, dan mengangkat dagu Ella perlahan, membuat wajah mereka menjadi sejajar.

Mata Ella bergerak-gerak memperhatikan mata Alfred yang tidak berkedip memandanginya.

Ya, Alfred benar. Selama ini dialah yang selalu ada membantu Ella. Selama ini pria ini yang selalu melindunginya, bahkan disaat Ella tidak memiliki apapun.

"Alfred, maafkan aku." Ucap Ella dengan lelah, Alfred tidak menjawab permintaan Ella. Ia semakin mendekatkan wajahnya pada wajah Ella.

Dengan hati-hati, Alfred mendaratkan bibirnya tepat di atas bibir Ella. Melumatnya dengan perlahan, Alfred memegangi tengkuk leher Ella. Membuat Ella tidak kuasa untuk berontak, Ella bisa merasakan sebuah kehangatan saat Alfred mulai mencumbunya dengan berirama.

"Ella, kau tau jika aku sangat mencintaimu lebih dari diriku sendiri." Ucap Alfred, walaupun jarak wajah mereka tidak lebih dari dua centimeter. 

"Alfred..maafkan aku karena sudah meragukanmu."

Alfred kembali memberikan kecupannya, dan Ella berusaha untuk membalasnya.

Ella sadar, bahwa ia sudah mengenal Alfred sangat lama. Dan tidak mungkin orang yang mencintainya akan berbuat jahat pada dirinya.

avataravatar
Next chapter