40 Marioline Mortenson

London, 1995.

Marioline seorang gadis cantik berambut pirang ikal dengan panjang rambut diatas bahu, tubuh yang tinggi semampai, mata yang bulat dengan warna biru terang. Membuat para lelaki akan terbuai melihat kecantikannya.

Sayangnya Marioline tumbuh dari keluarga biasa saja, memang dia tidak hidup kekurangan hanya saja tidak ada yang bisa dibanggakan dari kehidupannya saat itu. Semua harus diawali dan diakhiri dengan kata CUKUP.

Ibunya hanyalah seorang ibu rumah tangga, dan ayahnya seorang pengajar di salah satu universitas kecil yang berada di Birmingham. Seorang anak tunggal, tanpa adik ataupun kakak.

Siang itu Marioline sudah rapi dengan blouse biru dan rok creamnya, rok yang memiliki rampel yang tipis serta pita pada sudut atasnya.

Hari ini adalah wawancara pertamanya, untuk melamar bekerja di Smith Bank & Cooperation. Perusahaan besar yang bergerak di bidang jasa keuangan.

"SMITH," kalimat itu terus terekam di pikirannya. Sambil terus Marioline meyakinkan dirinya bahwa ia akan diterima dan berhasil bekerja di perusahaan tersebut.

Ternyata tidak hanya dia yang sedang memenuhi panggilan wawancara.

Ada tiga orang pria, dan dua orang wanita yang sama tegangnya dengan dirinya. Tapi Marioline, tetap menunjukkan senyumannya yang terbaik, berharap ia tidak akan terlalu gugup nantinya.

Posisi sekretaris tersebut harus ia dapatkan, Marioline benar-benar terobsesi dan ingin merubah kehidupannya yang selalu serba berkecukupan.

"Miss. Mortenson." Seorang wanita memanggilnya, dan mempersilahkan dirinya untuk masuk ke dalam ruangan yang lebih membuat jantung Marioline berdegup kencang.

Hati Marioline serasa luluh, matanya tidak berkedip sama sekali ketika melihat Alan Smith berada di balik kursinya. Sedang mengamati profile dari Marioline Mortenson. Alan Smith belum menegakkan wajahnya, matanya masih memegangi surat lamaran yang verada ditangannya, lalu ia balikkan dan diamati dengan serius.

Wanita yang memanggil Marioline pergi dan menutup pintu dengan pelan dan hati-hati. Marioline bahkan belum melihat jelas wajah Alan, tapi dari sudut wajahnya ia yakin dia adalah pria yang amat tampan.

Rambut hitamnya tertata rapi dengan minyak rambut yang ia oleskan.

"Jadi... Miss. Marioline Mortenson, usia anda saat ini duapuluh empat tahun. Anda masih singgle, dan anda pernah bekerja di salah satu bank Swasta di Birmingham sebagai seorang teller?" Alan masih belum menegakkan wajahnya.

"Ya... benar sekali Mr. Smith." Suara lembut Marioline akhirnya terdengar oleh Alan, dan membuat pria tersebut mendongak untuk menatapnya.

Marioline tersenyum lebar ke arah Alan, pria itu terpaku dan diam untuk beberapa detik.

Seperti ada kejutan listrik antara dua orang tersebut, mata mereka saling memandang dan meyadari adanya daya pikat yang mereka pancarkan.

Hanya butuh satu tahun, Marioline berhasil merebut hati Alan Smith. Wanita itu telah resmi menyandang nama keluarga Smith di belakangnya.

Siang hari itu Marioline sudah tampak rapi, ia tampak siap untuk bertemu dengan para tamu penting. Apalagi mertuanya yang lekat dengan karakter perfectionis, membuat Marioline tidak henti dilanda kegusaran. 

"Ibu, apakah hari ini ada kegiatan yang ingin aku bantu?" Tanya Marioline sopan kepada mertuanya yang sudah berumur enam puluh empat tahun tersebut.

Elena Smith, memandang dengan tatapan mencemooh terhadap menantunya. Ia sudah bersiap-siap berpergian menghadiri undangan dari teman-teman seperkumpulannya.

"Lebih baik kau dirumah, tidak perlu mengekoriku. Apa yang akan kau jawab, jika ada yang menanyakan gelar kebangsawaanmu?" Ucap Elena tegas,

Marioline hanya bisa menunduk kesal dan mengepalkan tangannya dengan erat.

"Mengapa Alan bisa memilihmu sebagai istri?? Sudah satu tahun ini saja, kau masih belum mengandung." Cemooh Elena kembali, ia pun berlalu meninggalkan Marioline yang hanya bisa diam membisu.

***

London, 1997

Malam itu Alan dan Marioline sedang bergerumul mesra dalam kamar mereka yang sunyi dan senyap, tapi Alan merasakan ada yang berbeda dengan tingkah lakunya istrinya.

Tubuhnya memang berada bersamanya di kasur yang sama, tapi terlihat pikiran istrinya sedang melayang-layang entah kemana.

"Ada apa denganmu, sayang?" Tanya Alan khawatir, segera menghentikan permainan cinta mereka. Tapi Marioline tampak tidak mau berhenti dan masih terus memaksa Alan.

"Aku harus memiliki anak darimu, Alan!" ucap Marioline kesal, Alan langsung mendorong tubuh istrinya.

"Apa?! Apa ini karena perkataan ibuku?" Alan bangkit dari tidurnya dan langsung mengenakan piyama.

"Alan, kita tidak boleh berhenti!" Marioline memohon. Air matanya mulai mengalir, entah karena Alan yang menolaknya untuk berhubungan, atau karena hubungan dengan mertuanya yang tidak pernah terjalin baik.

Marioline menutupi tubuhnya dengan selimut, dan langsung merangkul pinggang suaminya.

"Kumohon..."Ucap Marioline kali ini terdengar lembut.

"Kau tahu, aku tidak suka dengan sikapmu belakangan ini. Kau terlihat berbeda, kau seperti orang lain. Bukankah dari awal sudah ku bilang, jangan pedulikan perkataan ibuku." Alan memegangi tangan istrinya, dan mencium kening istrinya.

"Maafkan aku Alan. Aku hanya ingin menjadi seperti yang ibumu inginkan." Ucap Marioline.

***

Marioline tersenyum tipis memandang nisan yang berada di hadapannya, tidak ada perasaan sedih mengetahui kepergian Elena untuk selama-lamanya.

Dalam lubuk hatinya yang paling dalam, ia sangat bersyukur telah dijauhkan untuk selama-lamanya, dengan mertua yang ia tidak sukai.

Alan Smith tampak terpukul, dan Marioline mulai menunjukkan bakatnya untuk berpura-pura simpati dan empati terhadap suaminya. Mencoba memberikan dukungan pada Alan, bahwa masih ada dirinya yang masih setia mendampinginya.

Waktu terus berlalu, Alan semakin merasakan jauh dari Istrinya sendiri. Marioline terlalu sibuk dengan dunia barunya selepas peninggalan Elena.

Marioline terlalu sibuk dengan perkumpulan para istri bangsawan. Sibuk menunjukkan, bagaimana dia juga adalah istri dari seorang bangsawan. Sibuk menunjukkan eksistensi dan kekuatan yang ia miliki saat ini.

Hingga akhirnya Marioline lupa, bahwa Alan Smith juga membutuhkan perhatiannya. Marioline pun lupa, bahwa Alan yang sudah berumur tigapuluh dua tahun masih bisa mencari perhatian dari wanita lain di luar sana.

avataravatar
Next chapter