20 Luka Lama

Malam itu Ella lebih banyak melamun, usai mempersiapkan makan malam keluarga Huxley. Ia dan ibunya membantu Floretta di dapur umum.

Ella juga tidak mempedulikan Edward, yang seringkali melirik ke arahnya dengan tatapan yang mencurigakan.

Setelah semuanya pulang, tinggallah Alvin, Ella dan Laras yang sedang menikmati makan malam mereka di dapur umum.

"Laras, apa itu benar? kau akan mengundurkan diri?" Tanya Alvin. Laras langsung menatap Alvin, dan meletakkan garpunya disisi piring.

Sedangkan Ella hanya menyimak, dan masih memikirkan sesuatu yang masih berada di benaknya.

"Ya Benar, Alvin. Aku sudah membicarakan ini dengan Mrs. Huxley, Minggu depan aku dan Ella akan keluar." Jawaban Laras, langsung membuat Ella tersedak dengan makanannya sendiri.

"Apa?! Minggu depan. Bukankah seharusnya masih beberapa bulan lagi Bu? Kenapa tiba-tiba menjadi secepat ini? Ella mulai berhenti menghabiskan sisa makan malamnya.

"Ya Laras, Ella benar. Kenapa mendadak sekali?" Alvin pun ikut-ikutan tidak memakan makanannya, tangannya berpangku mulai menatap Laras dan Ella secara bergantian.

"Ella, tenang saja. Ibu sudah mendapatkan rumah yang cukup murah disana. Kalau tidak kita segera ambil, pasti akan ada orang lain yang mengambilnya." Ucap Laras mencoba menenangkan tatapan Ella yang masih saja ingin memprotes.

"Tapi Bu.. Harusnya ibu bisa bicarakan dulu denganku..."

"Ella, kita sudah membicarakannya, bukan? Dan kau juga sudah setuju akan hal ini. Kenapa sekarang kau malah menjadi aneh?!" Laras memotong pembicaraan Ella.

"Hei.. kalian berdua tenang, ok! Aku tidak ingin ada perkelahian disini. Lebih baik kutinggalkan kalian berdua, agar bisa berbicara dengan secara baik." Alvin bangkit dari kursinya, dan meletakkan piringnya diarea cuci. Setelahnya Alvin benar-benar meninggalkan Laras dan Ella berdua di dalam ruangan tersebut.

"Ella, bukankah ini yang kita berdua inginkan selama ini? memulai sesuatu yang baru. Itu yang selalu kau katakan. Bahkan ibu sudah membeli lunas rumah disana. Tidak besar, tapi rumah itu sangat indah." Ucap Laras sungguh-sungguh.

Ella menatap wajah ibunya dengan rasa yang bercampur aduk.

Benar, selama ini dia dan ibunya selalu berandai-andai memiliki rumah sendiri. Dan bisa memulai kehidupan baru mereka."

"Ibu...?"

"Ya.. Aku harap kau tidak lagi bertanya atau marah mengenai perpindahan kita," ucap Laras.

"Bukan, aku tidak ingin menanyakan hal tersebut. Ibu tahu, selama ini aku selalu menceritakan apapun yang aku alami. Termasuk dengan Tuan Edward," ucap Ella.

"Ella, sudah kubilang ibu masih tidak bisa menerima hubungan kalian, sadarlah Ella..."

"Tapi.. Bukan itu yang ingin aku bicarakan. Aku ingin bertanya mengenai ayah." Perkataan Ella, sudah cukup membuat Laras menjadi tertegun dan menatap putrinya dengan wajah yang cemas.

"Ayahmu? Apa maksudmu Ella?" Tanya Laras dan benar-benar cemas.

"Aku bertemu dengan Mrs. Smith."

"Apa?! untuk apa kau bertemu dengannya Ella? Apa yang dia katakan padamu Ella." Laras sudah menunjukkan kepanikan.

"Ibu, aku bahkan belum mengatakan, kalau Mrs. Smith mengatakan sesuatu kepadaku. Mengapa Ibu sudah bisa menduganya?" Ella menatap ibunya dengan curiga. Laras langsung menunduk dan menutup mulutnya tanpa ia sadari.

"Jadi benar, apa yang semua dikatakan oleh Mrs.Smith?" Tanya Ella kembali, Laras menatap wajah putrinya, walaupun wajah panik itu tetap ada "apa yang dia katakan padamu, Ella?"

"Apa benar kalau ibu mencoba merusak rumah tangganya? dan ibu seorang wanita penggoda? Dan apakah aku ini anak dari hasil hubungan gelap ibu? Aku ini anak haram, bu?" Ella sudah kesal, matanya mulai berkaca-kaca.

"Ella, itu tidak benar. Itu tidak benar sama sekali. Tidak seperti itu ceritanya, Ella kumohon kau harus percaya denganku." Laras berdalih.

"Bagaimana aku bisa percaya kepada ibu, selama ini ibu bilang kalau ayahku sudah meninggal. Dan tiba-tiba ada seseorang yang mengatakan semuanya," Suara Ella mulai meninggi.

"BAGAIMANA AKU BISA PERCAYA LAGI BU?" Ella sudah sangat kesal, ia berharap ibunya bisa mengatakan hal yang sebenarnya.

"Aku ini korban Ella, aku hanyalah seorang korban.." Laras mengeluarkan air matanya,

"Katakan bu, katakan yang sejujurnya. Kumohon... aku sudah cukup dewasa untuk mendengar semua kebenaran yang selama ini ibu tutupi."

***

Flashback, 

London, di sebuah rumah mode berpuluh tahun yang lalu

Laras sudah mengganti pakaiannya, hari ini jadwal pemotretannya sudah sangat padat. Bahkan ia melewatkan makan siangnya, dan mulai kelaparan karena sudah menunda makan siangnya.

Seorang wanita dengan rambut bondol dan kaca matanya mendekati Laras dengan tergesa-gesa.

"Ada apa Sarah?" Tanya Laras masih sibuk memakaikan sepatunya, "Jangan bilang, masih ada jadwal lagi. Aku tidak bisa, OK. Alan akan menjemputku, dia sudah dalam perjalanan." Laras menatap jam tangan yang baru ia kenakan.

Sarah menyeringai dengan lebar, "Tebak..." Ucapnya

"Apa...?" Laras bingung dengan manajernya yang masih menyeringai tidak jelas. Mata Sarah semakin melebar dan senyumnya semakin menyeringai girang.

"Hahh... jangan bilang... " Laras mulai menebak, Sarah pun mengangguk-anggukkan kepalanya dengan cepat.

"Ya.. kau mendapatkan kontraknya. Kau akan menjadi brand ambassador mereka."

Saking girangnya, mereka sudah mulai melompat-lompat kecil sambil berpelukan. "Ahh... hari ini aku benar-benar senang.." Ucap Laras dan berkali-kali mengecup pipi Sarah.

"Hentikan Laras, bagaimana kalau Alan melihat kita. Dia akan menyangka kalau kau mulai menyukaiku," ucap Sarah tapi masih terus menunjukkan rasa senangnya.

***

Restoran Mewah Yang Berada di Pusat Kota London. 

"Kau sangat terlihat cantik sekali malam ini." Ucap Alan memandang Laras, yang mengenakan dress hitam dengan belahan dada yang cukup menggodanya. Laras tersenyum lebar, lalu memegang erat tangan kekasihnya.

Alan Smith sedang mengajak makan malam kekasihnya di sebuah restoran mewah di kota London. Malam itu menjadi malam mereka melepas rindu, dan saling bercengkrama.

"Kau tahu Alan, aku mendapatkan kontrak tersebut. DeParis...." Laras sedikit histeris saat mengucapkan salah satu nama majalah fashion terkemuka tersebut.

"Mereka menerimaku sebagai brand ambassodor mereka. Aku benar-benar sangat senang, dan kita harus merayakannya malam ini," ucap Laras kembali.

"Aku kagum kepadamu Laras, kau masih muda. Tapi kau sudah memiliki karir yang gemilang. Aku sangat beruntung karena kau menjadi kekasihku." Puji Alan dan mencium punggung tangan kanan Laras dengan manis.

"Alan, kau juga pria yang sangat baik. Aku beruntung bisa bertemu denganmu." Laras memegang pipi Alan dengan rasa sayang. Pria itu benar-benar membuatnya telah di mabuk cinta, pria penuh perhatian dan peduli dengannya.

Seorang wanita dengan rambut pirangnya, datang menghampiri meja mereka. Wajah wanita itu sebenarnya cantik dengan karakter khas wajah perempuan Inggris, tapi terlihat tidak ada keramahan dari wajah yang ditunjukkan untuk Ella dan Alan.

"Alan!" Pekik wanita tersebut dengan kesal.

Laras langsung memangdang dengan bingung, "Maaf anda siapa?" Tanya Laras.

"Dan kau!" Ucap wanita tersebut sambil melempar isi gelas yang berisi minuman ke arah wajah Laras. Seketika wajah Laras dan gaunnya menjadi basah.

"Marioline?! Apa yang sudah kau lakukan?" Alan sudah menahan tangan Marioline agar tidak melakukan hal lebih memalukan lainnya.

"Dasar kau perempuan JALANG! Berani-beraninya kau menggoda suami orang?" Teriak Marioline dengan lebih kencang, karena ia sengaja melakukan hal tersebut.

"Su... Suami? Alan apa maksud dari perkataan wanita ini?" laras sudah kesal dan ia pun ikut berdiri, tidak peduli dengan orang-orang sekitar yang mulai memperhatikan mereka semua.

"Laras, aku bisa menjelaskan semua ini. Dia memang istriku, tapi kami dalam proses perceraian." Jawab Alan tanpa ragu.

"Apa? proses perceraian kau bilang? Kau mengatakan padaku bahwa kalian sudah benar-benar bercerai." Laras sudah benar-benar kesal, tapi Marioline menatapnya dengan tatapan tajam, Marioline meraih rambut Laras yang panjang,

Dengan kesal ia sudah menjambak rambut Laras, membuat Laras memekik dan menahan kesakitan yang teramat. "Dasar kau wanita JALANG! Akan ku buat kau menyesali seumur hidupmu." Ucap Marioline yang masih terus memegangi erat rambut Laras.

"Marioline, Hentikan! " Alan mencoba membantu melerai dan melepaskan tangan Marioline dari rambut Laras.

"Marioline kita pulang SEKARANG! Kita selesaikan ini di rumah? Apa KAU SUDAH GILA?!" Ucap Alan kesal, dan sudah menahan kedua tangan Marioline yang masih terus berontak.

Alan dan Marioline pergi begitu saja meninggalkan Laras, yang sudah sukses dengan segala keberantakannya. Laras masih merasa sangat kesal, bahkan ia berteriak kesal di dalam restoran tersebut, dan menggebrak mejanya sendiri.

"Arrgghh....!!!" Teriak Laras kesal dan lantang. 

***

Di hari yang berbeda, Laras benar-benar tidak fokus dengan jadwal pemotretannya hari itu. Pikirannya masih mengingat kejadian, yang sudah membuatnya masuk ke pemberitaan gosip-gosip.

"Laras kita istirahat dulu, kau hari ini tidak fokus. Dan aku harap setelah istirahat kau tidak membuang-buang waktuku, OK." Ucap Pria yang membawa kameranya dan menatap Laras dengan kesal.

Sarah mendekatinya dengan penuh cemas, "Kau tidak apa-apa? Pemberitaanmu dan Allan sudah muncul di media." Ucap Sarah dan menatap Laras yang sedang duduk di ruang riasnya.

"Lihat kau, kacau sekali. Lupakan pria BRENGSEK ITU!" Ucap Sarah lebih kesal. Laras menatap wajah Satah. "Hhh...Sarah aku sedang tidak ingin membalas hal ini."

"Laras, perlu kau tau, mereka membatalkan kontraknya. Mereka berpikir akibat pemberitaanmu, ini tidak akan bagus dengan bisnis mereka ke depannya." Sarah menghela nafasnya, dan berharap laras tidak lebih terkejut dari dirinya.

"Apa?! Tidak.. itu tidak boleh terjadi. Ini sama sekali tidak ada hubungannya."

"Kita tidak bisa berbuat apa-apa Laras, karena secara resmi kau juga belum menandatangani apapun." Ucap Sarah kecewa.

"Siapa penanggung jawabnya? Aku harus menemui dia?" Ucap Laras tiba-tiba. "Apa kau gila?" Balas Sarah tidak percaya.

Laras sudah berhasil mengendap-ngendap masuk ke dalam sebuah jamuan makan malam di sebuah hotel mewah, yang khusus dihadiri oleh para bangsawan yang melakukan donasi besar-besaran.

Laras sedang mencari-cari sosok seseorang yang sedang ia cari, dan akhirnya ia berhasil melihatnya. Pria itu cukup tinggi, hingga Laras mudah menemukannya.

"Mr. Neville? Ucap Laras seraya menyentuh pundak pria tersebut. Neville langsung membalikkan badannya dan tersenyum memandang Laras.

"Halo Miss. Laras, sepertinya kau salah menghadiri acara," Sindir pria tersebut,

"Mr. Neville, aku ingin membicarakan mengenai kontrak kerja sama kita." Laras tidak peduli dengan sindira pria tersebut.

Pria itu menatap Laras dari ujung kaki hingga ujung kepalanya, "Sepertinya sekertarisku sudah menyampaikan semuanya kepada manager anda, mengapa kami membatalkan dan mencari model lain."

"Mr. Neville. Kalau ini mengenai pemberitaan antara saya dan Alan Smith, saya ingin menjelaskan bahwa pemberitaan itu sama sekali tidak benar." Ucap Laras.

"Kau benar-benar wanita keras kepala ya? Bisa kita bahas ini usai acara, aku harus memberikan pidato ucapan terimakasih kepada para tamuku." Ucap Nevile dengan sopan dan tersenyum. Pria tersebut pun berjalan ke arah panggung dan podium, dan mulai memberikan pidatonya.

Laras sudah sangat bersabar untuk menunggu lama, hingga pesta tersebut benar-benar selesai. Laras melihat Mr. Neville terus mengucapkan salam perpisahan dan ucapan terimakasih kepada para tamu undangan.

"Mr. Neville, bisa kita bicara sekarang?" Tanya Laras yang sudah sadar bahwa pria tersebut sudah selesai dengan semua tamu undangan.

"Yah, silahkan duduk." Ucap pria tersebut menunjuk ke arah salah satu meja dan kursi yang kosong. Mereka berdua pun duduk, dan saling berhadapan.

Pria itu menjetikkan jarinya, dan salah satu pelayan membawakan dua buah gelas dan satu botol anggur ke meja mereka.

"Silahkan Miss. Laras, ini anggur terbaik yang ku pesan khusus untuk acara ini." Ucapnya.

"Mr. Neville, saya ingin anda mempertimbangkan kembali mengenai kontrak tersebut.. Saya..."

"Miss. Laras, tenang. Silahkan minum anggur anda, saya juga sedang mempertimbangkannya lagi." Ucap Neville tersenyum sambil memegangi gelas minumannya sendiri. Laras pun meneguk minumannya dengan cepat, tapi sempat merasa ada rasa aneh yang timbul saat ia meneguknya.

"Jadi apa benar, anda mempertimbangkannya lagi?" Tanya Laras kembali.

"Ya benar Miss. Laras, mungkin aku harus adakan pembahasan lagi." Ucap Neville.

Laras tiba-tiba sudah mulai merasakan pusing di kepalanya, kepalanya berputar-putar tidak jelas dan semakin berat.

"Anda baik-baik saja?" Tanya Neville, tapi dengan tersenyum lebar dan mencurigakan. Laras mencoba bangkit, tapi ia tidak sanggup menahan rasa sakit kepalanya. Ia pun mulai ambruk, dan menahan dirinya dengan berpegangan pada meja.

"Apa yang kau lakukan? Apa yang kau masukkan dalam minumanku." Ucap Laras masih menahan rasa sakit kepalanya, belum ia mendengar jawaban pria tersebut. Laras sudah jatuh dan ambruk di lantai. Ia pun sudah mulai kehilangan kesadarannya.

Dewi Larasati, namanya menjadi perbincangan saat itu. Ia ditemukan dalam keadaan tidak berbusana dengan seorang pria yang merupakan salah satu pebisinis terkenal di Britania, di sebuah hotel.

Tidak hanya itu, Laras di temukan dalam keadaan mabuk dan menggunakan narkotika. Sedangkan pria asing yang ia tidak kenal tersebut, ditemukan tewas dalam kondisi overdosis.

Laras dituntut karena penyalahgunaan narkoba, dan dugaan dirinya terlibatnya dalam kematian pria pebisnis tersebut.

Karir dan kehidupan Laras benar-benar hancur dan tumbang, bahkan ia sama sekali tidak ingat dan tentunya ia bersikeras tidak mengakui semua kejahatan tersebut.

Ia pun medekam di penjara selama satu bulan, dan di dalam penjara tersebut ia mengetahui bahwa dirinya tengah hamil tiga bulan. Ia masih merahasiakan ini dari semua orang, kecuali managernya Sarah.

Dengan menyewa pengacara yang hebat, ia berhasil keluar dari bui. Tapi kondisi keuangannya pun tidak semakin bagus. Dengan perutnya yang pastinya akan terus membesar, ia tidak tahan lagi menerima semua kecaman dari berbagai masyarakat yang mengenal dirinya.

Sarah pun tetap harus bertahan hidup saat itu.

"Laras, aku mohon terimalah. Maafkan aku, aku tidak bisa membantumu banyak." Ucap Sarah menyodorkan sebuah amplop, yang laras yakin itu berisikan sejumlah uang.

"Hubungi aku, jika kau butuh bantuanku." Ucap Sarah sedih.

"Maafkan aku Sarah, karena aku. Banyak orang jadi tidak percaya denganmu." Ucap Laras kembali sedih.

"Tidak apa-apa Laras, aku justru lebih mengkhawatirkan kondisimu. Apa kau yakin tidak mau menghubunginya?" Tanya Sarah dan ia memandang perut Laras yang sudah membesar.

Dan Laras hanya terdiam, dan mengelus perutnya sendiri dengan perasaan yang sedih.

"Laras, ada hal yang ingin aku katakan. Aku mendengar rumor, bahwa Marioline terlibat dalam masalahmu." Ucap Sarah pelan. Laras langung menegakkan tubuhnya, "Apa kau yakin??"

"Entahlah, belum ada bukti kuat mengarah ke wanita itu. Tapi lebih baik kau berhati-hati dengannya, dan lupakanlah Alan. Kau harus memulai hidupmu yang baru."

avataravatar
Next chapter